Cari Blog Ini

Rabu, 21 Juli 2010

Menjadikan Kubur Tempat Syirik

.
“KUBURAN” kalau kita mendengar kata itu pikiran kita akan mengarah ke suatu tempat peristirahatan abadi terutama untuk Manusia. Banyak pelajaran yang kita peroleh dari kata Kuburan, misal untuk tempat intropeksi diri bahwa suatu saat nanti akan tinggal di tempat itu.

Kuburan kalau di daerah perkampungan masih berkesan serem dan angker, bahkan masih ada sebagaian orang mengkeramatkan dan mungkin digunakan sebagai tempat pemujaan untuk perantara mencari kekayaan. Bukan berarti di perkotaan itu tidak terjadi walau sebagaian kuburan sudah di setting seindah mungkin untuk menghilangkan kesan serem.

Kematian merupakan suatu kepastian yang telah ditentukan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada setiap yang bernyawa. Ketentuan yang tidak bisa dimajukan dan dimundurkan, yaitu berpisahnya ruh dari jasad. Perpisahan ini menggambarkan sesuatu yang tidak bisa berbicara lagi, berpikir, bergerak, melihat, mendengar sebagaimana tabiat kehidupan. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Tiap-tiap yang bernyawa akan merasakan mati, dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahala. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, sungguh dia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (Ali Imran: 185)

Manusia telah bersepakat bahwa bila ruh berpisah dengan jasad, maka jasad tersebut tidak bisa bergerak, berbicara, mendengar, bekerja, berdiri dan tanda-tanda kehidupan lainnya. Namun kerusakan aqidah mereka menyebabkan terbaliknya keyakinan tersebut. Sehingga mereka meyakini bahwa orang mati itu bisa muncul lagi ke dunia, bisa berbuat sesuatu di luar perbuatan orang yang hidup, mendatangi keluarganya lalu menyapa mereka, muncul di atas kuburnya, menarik kaki orang-orang yang berjalan di atasnya, dan sebagainya. Ini semua adalah cerita-cerita khurafat yang didalangi oleh Iblis dan tentara-tentaranya untuk merusak aqidah orang-orang Islam.

Bisakah si mayit mendengar dan berbuat sesuatu sehingga kita bisa menjadikan dia sebagai perantara dengan Allah atau kita bisa meminta sesuatu kepadanya? Bisakah si mayit membantu orang yang mengalami malapetaka dan kesulitan hidup? Tentu setiap orang akan menjawab bahwa mayit tidak akan sanggup melakukan yang demikian. Namun keyakinan banyak manusia sekarang justru sebaliknya. Begitulah bila kuburan telah diagungkan dan fitrah telah rusak.

Kuburan merupakan salah satu ajang kekufuran dan kesyirikan di masa jahiliyah. Dan itu terbukti dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

“Apakah patut kamu (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lata dan Al-’Uzza dan Manat yang ketiga, yang paling terkemudian (sebagai anak perempuan Allah). Apakah patut untuk kamu (anak) laki-laki dan untuk Allah anak perempuan. Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.” (An-Najm: 19-22)

Sebenarnya Nabi Muhammad SAW sudah mengisyaratkan tentang penyembahan kubur itu di dalam banyak hadits-hadits yang shahih. Antara lain hadits di bawah ini: Dari ‘Atho’ bin Yasar, bahwa Rosululloh shallallahu ‘alaihi wasallam pernah berdoa:

عَنْ عَطَاءِ بْنِ يَسَارٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا يُعْبَدُ اشْتَدَّ غَضَبُ اللَّهِ عَلَى قَوْمٍ اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

“Wahai Alloh janganlah Engkau jadikan kuburku sebagai berhala (tuhan yang disembah), besar murka Alloh terhadap orang-orang yang menjadikan kubur-kubur Nabi-Nabi mereka sebagai masjid-masjid”. (HR. Malik, di dalam kitab Al-Muwaththo’, no: 376)

Hadits ini mursal (termasuk lemah), namun dikuatkan oleh hadits-hadits yang lain sehingga menjadi shahih. Oleh Karena itu Syaikh Al-Albani menshahihkannya Di antara hadits yang menguatakan adalah hadits di bawah ini: Dari Abu Huroiroh, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam (beliau pernah berdoa):

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اللَّهُمَّ لَا تَجْعَلْ قَبْرِي وَثَنًا لَعَنَ اللَّهُ قَوْمًا اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

“Wahai Alloh janganlah Engkau jadikan kuburku sebagai berhala (tuhan yang disembah), Alloh melaknat orang-orang yang menjadikan kubur-kubur Nabi-Nabi mereka sebagai masjid-masjid” (HR. Ahmad, di dalam kitab Musnad, juz: 2, hlm: 246)

Nabi Muhammad SAW khawatir akan terjadi di kalangan umatnya apa yang telah terjadi pada orang-orang Yahudi dan Nasrani terhadap kuburan Nabi-Nabi mereka, yaitu yang berupa ghuluw (sikap melewati batas) terhadap kubur-kubur itu sehingga kuburan itu menjadi berhala-berhala. Maka beliau memohon kepada Allah agar tidak menjadikan kubur beliau demikian itu. Kemudian beliau Nabi Muhammad SAW mengingatkan sebab kemurkaan dan laknat Alloh menimpa orang-orang Yahudi dan Nasrani, yaitu apa yang telah mereka lakukan terhadap kuburan para Nabi mereka, sehingga mereka merubahnya menjadi berhala-berhala yang disembah. Maka mereka terjerumus di dalam syirik yang besar yang bertentangan dengan tauhid.

Maka itulah Alloh SWT mencela perbuatan orang-orang jahiliyah yang menyembah kepada selain Alloh di dalam banyak tempat di dalam Al-Qur’an. Antara lain :

Beritahukan kepadaku (hai orang-orang musyrik) tentang Al-Lata dan Al-Uzza, dan Manah yang ketiga, yang lain itu? (QS. An-Najm (53): 19-20)

Dari Ibnu Abbas tentang firman Alloh Ta’ala: “tentang Al-Lata dan Al-Uzza”, (QS. An-Najm (53): 19), beliau Rosululloh mengatakan :

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا فِي قَوْلِهِ اللَّاتَ وَالْعُزَّى كَانَ اللَّاتُ رَجُلًا يَلُتُّ سَوِيقَ الْحَاجِّ

“Latta dahulu adalah seorang laki-laki yang membuat adonan tepung untuk orang yang berhaji”. (HR. Bukhori, no: 4859)

Makna ayat tersebut adalah bahwa berhala tidak akan bisa memenuhi apa yang kita minta ketika kita siang malam menyembah dan mengagungkannya, karena seonggok batu yang tidak bermanfaat, yang demikian itu sebenarnya merupakan persekutuan dengan syetan.

Kenyataannya di jaman sekarang masih banyak orang mengagungkan/mengkeramatkan kuburan para Wali atau Orang-orang yang dianngap Sholih, mereka berani berbuat syirik hanya sekedar terlalu mengangungkan kuburan orang yang berjasa/Sholeh. Orang-orang yang mengagungkan kubur itu melewati beberapa jenjang sampai mereka menyembahnya.

Jenjang tersebut antara lain : Taqdis (mengkultuskan) orang yang di kubur; Menjadikan penghuni kubur sebagai wasilah (perantara) kepada Alloh; Meyakini keberkahan kubur; Istighotsah dan memohon hajat; Menjadikan kubur sebagai berhala (tuhan yang disembah); Dan menjadikan kubur sebagai tempat yang diziarahi. Sebagian kenyataan pada umat ini yang menunjukkan jauhnya sebagian orang yang mengaku beragama Islam dari ajaran Islam.

Selain itu, masih banyak di berbagai tempat orang-orang mengagungkan kubur-kubur secara berlebihan, dan mengangkat kubur-kubur itu sebagai sekutu-sekutu bagi Alloh. Maha Suci Alloh dari kemusyrikan mereka. Semoga Alloh memberikan bimbinganNya kita dan kaum muslimin menuju apa yang Dia cintai dan ridhoi. Aamiin.

Bahkan terlalu sayangnya dan sebagai bentuk penghormatan kepada Orang tersebut, rela mengeluarkan biaya yang begitu besar untuk membangun kuburanya dengan ukiran tulisan yang indah di atas makamnya. Yang demikan sangat di larang oleh Rosululloh. Al-Imam Muslim telah meriwayatkan dari hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang kuburan dikapur, diduduki, dan dibangun.”

Al-Imam At-Tirmidzi dan yang lain meriwayatkan dengan sanad yang shahih dengan tambahan lafadz:

وَأَنْ يُكْتَبَ عَلَيْهِ

“dan ditulisi.”

Karena hal itu termasuk salah satu bentuk sikap berlebihan sehingga harus dilarang. Juga karena penulisan bisa berdampak yang parah berupa sikap berlebihan dan larangan-larangan syar’i lainnya. Yang diperbolehkan hanyalah mengembalikan tanah (galian) kubur tersebut dan di tandai dengan batu atau pepohonana agar ketahuan bahwa itu adalah kuburan. Inilah yang sunnah dalam masalah kuburan dan ini yang dilakukan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para sahabatnya.

Tidak boleh pula menjadikan kuburan sebagai masjid (yaitu tempat untuk shalat atau shalat menghadapnya.). Tidak boleh pula mengerudunginya atau membuat kubah di atasnya, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

لَعَنَ اللهُ الْيَهُوْدَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

“Allah melaknat Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kubur nabi-nabi mereka sebagai tempat ibadah.” (Muttafaqun ‘alaih)

Juga berdasarkan hadits yang diriwayatkan Al-Imam Muslim dalam Shahih-nya dari sahabat Jundub bin Abdillah Al-Bajali radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda lima hari sebelum meninggalnya:

إِنَّ اللهَ قَدِ اتَّخَذَنِي خَلِيْلاً كَمَا اتَّخَذَ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلاً وَلَوْ كُنْتُ مُتَّخِذًا مِنْ أُمَّتِي خَلِيْلاً لاَتَّخَذْتُ أَبَا بَكْرٍ خَلِيْلاً، أَلاَ وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُوْنَ قُبُوْرَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيْهِمْ مَسَاجِدَ، أَلاَ فَلاَ تَتَّخِذُوا الْقُبُوْرَ مَسَاجِدَ، فَإِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ

“Sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai kekasih-Nya sebagaimana menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Seandainya aku mau menjadikan seseorang dari umatku sebagai kekasihku tentu aku akan menjadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Ketahuilah bahwa orang-orang sebelum kalian telah menjadikan kubur nabi-nabi dan orang shalih mereka sebagai tempat ibadah. Ketahuilah, janganlah kalian menjadikan kubur-kubur sebagai masjid karena sesungguhnya aku melarang kalian dari perbuatan itu.”

Maka perlunya kita berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi dengan itu kita sudah cukup sebagai bekal untuk beribadah kepada Allah SWT, jangan terpengaruh dengan kitab-kitab yang menyesatkan. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan Maha Dekat.

Kamis, 15 Juli 2010

Patung diharamkan dalam Islam

Rumah adalah tempat peristirahatan bagi seseorang setelah seharian melakukan aktivitas, juga untuk melepaskan diri dari berbagai aturan masyarakat dengan segala keragamannya sehingga dengan demikian tubuh bisa istirahat dan jiwa bisa tenang. Maka tidak heran apabila rumah di setting sedimikian rupa agar penghuninya betah berlama-lama. Allah pun telah berfirman dalam hal hubungannya dengan kenikmatan manusia tentang rumah:

"Allah menjadikan untuk kamu rumah-rumah kamu sebagai tempat ketenangan." (an-Nahl: 80)

Rasulullah sendiri senang dengan rumah yang luas, dan digolongkan sebagai unsur kebahagiaan duniawi, dalam sabdanya :

"Empat hal yang membawa kebahagiaan, yaitu perempuan salehah, rumah yang luas, tetangga yang baik dan kendaraan yang enak." (Riwayat Ibnu Hibban)

Rasulullah juga memerintahkan supaya rumah kita bersih, agar nampak syiar Islamnya dan merupakan tanda yang dapat membedakan seorang muslim dengan orang lain menurut penilaian agamanya, Sabda Rasulullah s.a.w.:

"Sesungguhnya Allah itu baik, Dia suka kepada yang baik. Dia juga bersih, suka kepada yang bersih. Dia juga mulia, suka kepada yang mulia. Dia juga dermawan, sangat suka kepada yang dermawan. Oleh karena itu bersihkanlah halaman rumahmu, jangan kamu menyerupai orang-orang Yahudi." (Riwayat Tarmizi)

Dan harapan Nabi tentang rumah sering di ucapkan dalan Do’anya yaitu:

"Ya Allah! Ampunilah dosaku, luaskanlah rumahku, berilah barakah dalam rezekiku! Kemudian beliau ditanya: Mengapa doa ini yang banyak engkau baca, ya Rasulullah? Maka jawab Nabi: Apa ada sesuatu yang lain yang kamu cintai?" (Riwayat Nasa'i dan Ibnu Sunni)

Maka banyak orang berusaha memperindah lingkungan rumahnya agar nampak asri diantaranya dengan menghiasi tanaman, melengkapi pernik-pernik dan berbagai macam ukiran tentunya yang tidak menyimpang dari aturan Agama Islam.

Hukum Mengoleksi Patung

Ukiran berupa patung sering di jadikan penghias rumah yang di tempatkan di pojok-pojok ruangan atau di sekitar halaman rumah. Memang indah dan akan terasa manis serta menambah nyaman bagi penghuninya, bahkan sampai-sampai di jaga jangan sampai rusak dan di rawat, kemudian bagaimana Islam melihat ini ?

Agama Islam mengharamkan patung, seperti patung manusia dan binatang. Tingkat keharaman itu akan bertambah bila patung tersebut merupakan bentuk orang yang diagungkan, seperti raja, para Nabi atau berbentuk sesembahan para penyembah berhala, semisal sapi atau gajah. Maka yang demikian itu tingkat keharamannya semakin kuat sehingga kadang-kadang sampai pada tingkat kafir atau mendekati kekafiran, dan orang yang menghalalkannya dianggap kafir. Dan Rosulullah SAW melarang bekerja sebagai tukang pemahat patung, sekalipun dia membuat patung itu untuk orang lain.:

"Sesungguhnya orang yang paling berat siksaannya nanti di hari kiamat, yaitu orang-orang yang menggambar gambar-gambar ini. Dalam satu riwayat dikatakan: Orang-orang yang menandingi ciptaan Allah." (Riwayat Bukhari dan Muslim)

Dan Rasulullah s.a.w. memberitahukan juga dengan sabdanya:

"Barangsiapa membuat gambar (patung) nanti di hari kiamat dia akan dipaksa untuk meniupkan roh padanya; padahal dia selamanya tidak akan bisa meniupkan roh itu." (Riwayat Bukhari)

Kemudian bagi kolektor patung dan suka menyimpan/memajangnya di dalam rumah, sangat tidak di perbolehkan. Sebab adanya patung menyebabkan Malaikat akan menjauh dari rumah dan enggan masuk, padahal Malaikat akan membawa rahmat dan keridhaan Allah untuk isi rumah tersebut. Karena sama saja pemiliknya menyerupai orang kafir, sebab mereka (kafir) biasa meletakkan patung dalam rumah-rumah untuk diagungkan. Maka Islam melarang keras seorang muslim mengoleksinya. Sabda Rosulullah...

"Sesungguhnya Malaikat tidak akan masuk suatu rumah yang di dalamnya ada patung." (Riwayat Bukhari dan Muslim )

Ada sebahagian orang, berpendapat bahwa itu hanya berlaku pada zaman jahiliyah atau jaman sebelum manusia mengenal tuhan dan penyembahan berhala, adapun sekarang tidak ada lagi berhala. Pendapat tersebut tidak benar, kerana pada zaman kita sekarang ini masih ada orang yang menyembah berhala dan menyembah sapi atau binatang lainnya. Dan itu tidak biasa di pungkiri seperti dalan Surat Nuuh., penyebutan patung-patung ini telah ada :

“Dan mereka berkata: “Janganlah sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kalian dan jangan pula sekali-kali kalian meninggalkan (penyembahan) Wadd, Suwaa’, Yaghuuts, Ya’uuq dan Nasr.” Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia).” (Nuuh:23-24)

Diperkuat oleh Hadits yang menunjukkan bahwa patung-patung ini adalah penggambaran untuk mewakili orang-orang shalih yang selalu di agungkan, diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Ibnu ‘Abbas ketika menafsirkan firman Allah Ta’ala:

Beliau (Ibnu ‘Abbas) mengatakan: “Ini adalah nama-nama orang-orang shalih dari kaum Nuh. Ketika mereka meninggal, syaithan membisikkan pada kaum mereka agar mendirikan patung-patung di majelis-majelis yang biasa digunakan oleh orang-orang shalih tersebut dan agar menamakan patung-patung tersebut dengan nama-nama mereka. Maka kaum itu pun melakukannya dan ketika itu patung-patung tersebut belum disembah, sampai ketika generasi itu telah tiada dan ilmu telah dihapus, patung-patung itu pun disembah.”

Kelemahan akal manusia kadang menyebabkan menerima sesuatu yang tidak masuk akal alias salah, sehingga orang yang mengaku beradab dan cendekiawan pun masih ada yang mempercayai hal-hal yang berhubungan dengan lembah kebatilan, yang sebenarnya hal ini tidak dapat diterima oleh akal orang buta huruf sekalipun.
Bahkan masih ada orang yang menggagungkan patung-patung tersebut sebagai jimat, seperti memasang kepala hewan atau lainnya untuk menangkal jin. Maka dengan demikian, keharamannya menjadi berlipat ganda kerana bergabung antara haramnya jimat dan haramnya patung

Islam jauh-jauh telah mengantisipasi hal itu sehingga mengharamkan segala sesuatu yang dapat menggiring kebiasaan tersebut kepada sikap keberhalaan, atau yang di dalamnya mengandungi unsur-unsur keberhalaan. Kerana itulah Islam mengharamkan patung.

Islam memerintahkan kepada seluruh manusia agar beribadah kepada Allah semata dan menjauhkan menyembah selain Allah, baik berupa para wali atau orang-orang shalih, yang biasanya diabadikan dalam bentuk patung-patung, gambar-gambar, kuburan-kuburan atau yang lainnya yang akan menjerumuskan kepada kesyirikan.

Seruan Islam ini ada sejak dahulu, sejak Allah mengutus para Rasul untuk memberikan petunjuk kepada manusia. Seperti surat Al-Qur’an yang berbunyi:

“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap ummat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah saja dan jauhilah thaghut itu.” (An-Nahl:36)

Thaghut adalah segala sesuatu yang diibadahi selain Allah dalam keadaan ridha. Dan di pererkuat dengan Hadist Rasulullah yang telah memerintahkan ‘Ali bin Abi Thalib:

“Jangan engkau biarkan sebuah patung pun kecuali engkau hancurkan dan jangan pula engkau biarkan kuburan yang ditinggikan kecuali engkau ratakan (dengan tanah).” (HR. Muslim)

Dan dalam suatu riwayat lain: “Dan jangan engkau biarkan sebuah gambar pun kecuali engkau hapus.” (HR. Muslim)

Islam tidaklah mengharamkan sesuatu kecuali padanya ada bahaya yang mengancam agama, akhlak dan harta manusia. Orang Islam yang sejati adalah orang yang tanpa berfikir panjang langsung menerima perintah Allah dan Rasul-Nya meskipun belum mengerti sebab atau alasan perintah tersebut. Islam melarang patung karena banyak mendatangkan kemudorotan, seperti :

Merusak aqidah dan peribadahan. Karena mereka menyembah patung dan mengabaikan sesembahan yang sesungguhnya yaitu Allah SWT. Dan yang paling bahaya adalah merusak akhlak generasi muda, karena mengagungkan atau mengidolakan patung dari seseorang. Membelanjakan harta di dalam kebathilan karena mereka berusaha menghadirkan patung berapapun nilai harganya hanya untuk di sembah.

Patung yang Diperbolehkan

Islam tidak melarang orang untuk berkreasi lewat seni patung tapi ada batasanya seperti patung pohon, tempat-tempat suci seperti Ka’bah, dan Masjidil Aqsha serta masjid-masjid yang lain, karena kesemuanya itu kosong dari gambar manusia atau hewan yang mempunyai ruh. Rosul Bersabda , seperti di kisahakan ketika ucapan Ibnu ‘Abbas:

“Bila engkau harus menggambar atau membuat patung maka buatlah (gambar) pohon dan apa-apa yang tidak mempunyai ruh.” (HR. Al-Bukhariy)

Juga diperbolehkannya bagi anak-anak perempuan untuk bermain dengan boneka dari kain perca yang berbentuk bayi kecil, sehingga anak-anak itu bisa memakaikan baju padanya, memandikan atau menidurkannya. Hal ini dapat menjadikan anak-anak ini belajar mendidik dan memelihara anak-anak setelah nantinya mereka menjadi ibu. Sedangkan dalilnya adalah ucapan ‘A`isyah:

“Aku bermain-main boneka di sisi Nabi.” (HR. Al-Bukhariy)

Andaipun terpaksa diperbolehkan patung yang dipotong kepalanya sehingga tidak menggambarkan makhluk bernyawa lagi tetapi seperti benda mati. Malaikat Jibril berkata kepada Rasulullah mengenai gambar: “Perintahkanlah orang untuk memotong kepala gambar itu.”

Bagi penggemar patung, begitulah perintah Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW. Kita tidak punya pilihan untuk mengingkari, sebagai manusia beriman tentunya aturan tersebut dapat di jadikan pelajaran karena Islam sebelum kita ada sudah membuat aturan-aturan yang abadi sampai akhir jaman nanti dan itu tidak bisa di rubah satu kalimatpun seperti halnya kita merubah undang-undang.

Senin, 05 Juli 2010

Kedudukan Anjing Dalam Islam



Anjing adalah tergolong binatang buas, tapi banyak orang yang menyukai dengan berbagai macam alasan. Begitu seringnya kita melihat orang yang memelihara anjing. sebagian umat Islampun masih banyak memelihara hewan yang jelas-jelas haram dan najis. Memang kadang anjing bertingkah sangat lucu dan menggemaskan, bahkan kalau di latih dengan sungguh-sungguh akan bermanfaat. Tetapi Islam punya pandangan lain tentang binatang yang satu ini.

Kemudian kenapa anjing di haramkan oleh Islam?, dalam ayat Al-Qur’an tidak di sebutkan secara jelas, seperti dalam surat Al-Maidah ayat 3 hanya menjelaskan tentang daging babi. Begitu juga dengan kisah Ashhabul Kahfi yang membawa anjing dalam persembuyiannya. Bahkan telah dijamin oleh Allah untuk masuk surga, karena setia menjaga tuan mereka. Namun, kebanyakan orang Islam selalu menghindari anjing karena dianggap sebagai binatang najis, meskipun yang dimaksud najis hanyalah air liurnya. Nabi sendiri, bahkan pernah memberikan minum seekor anjing dengan alas kakinya (sepatu).

Tetapi di samping itu ada hadist yang lain yang menceritakan kenajisan air liur anjing seperti berikut ini:

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,`Bila seekor anjing minum dari wadah milik kalian, maka cucilah 7 kali. (HR Bukhari 172, Muslim 279, 90).

Dari Abi Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,
`Sucikan wadah kalian yang dimasuki mulut anjing adalah dengan mencucinya 7 kali." Dan menurut riwayat Ahmad dan Muslim disebutkan salahsatunya dengan tanah."
(HR Muslim 279, 91, Ahmad 2/427)

Baerati kalau melihat hadist tersebut air liur anjing itu najis, bahkan levelnya najis yang berat (mughallazhah). Sebab untuk mensucikannya harus dengan air tujuh kali dan salah satunya dengan menggunakan tanah. Lalu bagaimana dengan kenajisan tubuh anjing, banyak ulama mengatakan bahwa karena air liur itu bersumber dari tubuh anjing, maka otomatis tubuhnya pun harus najis juga. Sangat tidak masuk akal kalau kita mengatakan bahwa wadah air yang kemasukan moncong anjing hukumnya jadi najis, sementara tubuh anjing sebagai tempat munculnya air liur itu kok malah tidak najis.

Sebagai contoh, di dalam Al-Quran tidak pernah disebutkan bahwa dalam sehari semalam kita wajib shalat sebanyak lima kali dan 17 raka'at? Bukankah di dalam Al-Quran juga tidak disebutkan najisnya (maaf) kotoran manusia dan juga air kencing? Lalu kalau tidak disebutkan di dalam Al-Quran, apakah kita akan bilang bahwa air kencing dan kotoran manusia itu suci boleh dimakan? Dan apakah kita akan mengatakan bahwa kalau seseorang habis buang air kecil dan besar, boleh langsung solat hanya karena di dalam Al-Quran tidak disebutkan kenajisannya?

Tentunya dalam memahami aturan Islam, kita tidak hanya melihat kepada Al-Quran saja tanpa melihat kepada sunnahnyah. Kufur kepada sunnah sama saja artinya dengan kufur kepada Al-Quran. Yang berarti kufur juga kepada Allah SWT.

Kemudian bagaimana Kisah Ashabul Kafi yang menghuni gua dan memiliki anjing?, sama sekali tidak ada kaitannya dengan hukum najisnya anjing. Ada beberapa alasan mengapa di katakan demikian.

Pertama, mereka bukan umat nabi Muhammad SAW, karena kisahnya jauh sebelum Nabi ada. Maka syariat yang turun kepada mereka tidak secara otomatis berlaku buat kita. Kecuali ada ketetapan hukum dari Rasulullah SAW.

Kedua, kisah itu sama sekali tidak memberikan informasi tentang hukum tubuh anjing, apakah najis atau tidak. Kisah itu hanya menceritakan bahwa di antara penghuni gua, salah satunya ada anjing.

Jangan ambil resiko akibat rumah kita ketempatan anjing karena lebih banyak merugikan di banding untungnya. selain itu amalan baik yang selama ini kita peroleh sedikit demi sedikit akan terkikis habis dan tentunya akan menghambat memperoleh ridho Allah SWT, beberapa sumber hadist yang bisa di jadikan rujukan yaitu :

Pertama :

Hadits yang di riwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

من أمسك كلبا فإنه ينقص كل يوم من عمله قيراط إلا كلب حرث أو ماشية

“Barangsiapa memelihara anjing, maka amalan sholehnya akan berkurang setiap harinya sebesar satu qiroth (satu qiroth adalah sebesar gunung uhud), selain anjing untuk menjaga tanaman atau hewan ternak.”

Ibnu Sirin dan Abu Sholeh mengatakan dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan,

إلا كلب غنم أو حرث أو صيد

“Selain anjing untuk menjaga hewan ternak, menjaga tanaman atau untuk berburu.”

Abu Hazim mengatakan dari Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

كلب صيد أو ماشية

”Selain anjing untuk berburu atau anjing untuk menjaga hewan ternak.” (HR. Bukhari)
(Bukhari: 46-Kitab Al Muzaro’ah, 3-Bab Memelihara Anjing untuk Menjaga Tanaman)

Kedua :

Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ ضَارِى نَقَصَ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطَانِ

“Barangsiapa memelihara anjing selain anjing untuk menjaga binatang ternak, maka amalannya berkurang setiap harinya sebanyak dua qiroth (satu qiroth adalah sebesar gunung uhud).” (HR. Muslim: 23 Kitab Al Masaqoh).

Ketiga :

Dari Salim bin ‘Abdullah dari ayahnya –‘Abdullah-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنِ اقْتَنَى كَلْبًا إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ كَلْبَ صَيْدٍ نَقَصَ مِنْ عَمَلِهِ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطٌ

“Barangsiapa memelihara anjing selain anjing untuk menjaga binatang ternak dan anjing untuk berburu, maka amalannya berkurang setiap harinya sebanyak satu qiroth (satu qiroth adalah sebesar gunung uhud).” (HR. Muslim: 23 Kitab Al Masaqoh). ‘Abdullah mengatakan bahwa Abu Hurairah juga mengatakan, “Atau anjing untuk menjaga tanaman.”

Keempat :

Dari Salim bin ‘Abdullah dari ayahnya –‘Abdullah-, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَيُّمَا أَهْلِ دَارٍ اتَّخَذُوا كَلْبًا إِلاَّ كَلْبَ مَاشِيَةٍ أَوْ كَلْبَ صَائِدٍ نَقَصَ مِنْ عَمَلِهِمْ كُلَّ يَوْمٍ قِيرَاطَانِ

“Rumah mana saja yang memelihara anjing selain anjing untuk menjaga binatang ternak atau anjing untuk berburu, maka amalannya berkurang setiap harinya sebanyak dua qiroth (satu qiroth adalah sebesar gunung uhud).” (HR. Muslim: 23 Kitab Al Masaqoh).

Sangat jelas bahwa memelihara anjing dihukumi haram bahkan perbuatan semacam ini di golongkan dalam dosa besar -Wal ‘iyadzu billah-. Karena seseorang yang memelihara anjing selain anjing yang dikecualikan untuk menjaga tanaman (seperti disebutkan dalam hadits-hadits di atas), maka akan berkurang pahalanya dalam setiap harinya sebanyak 2 qiroth (satu qiroth = sebesar gunung Uhud).

Dalam Islam memelihara anjing boleh-boleh aja, terutama bila digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Seperti untuk berburu, mencari jejak dan sebagainya. Bahkan dibolehkan memakan hewan hasil buruan anjing seperti yang tertulis dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 4 :

Mereka menanyakan kepadamu, "Apakah yang dihalalkan bagi mereka?" Katakanlah, "Dihalalkan bagimu yang baik-baik dan oleh binatang buas yang telah kamu ajari dengan melatihnya untuk berburu; kamu mengajarinya menurut apa yang telah diajarkan Allah kepadamu. Maka makanlah dari apa yang ditangkapnya untukmu, dan sebutlah nama Allah atas binatang buas itu. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat cepat hisab-Nya.(QS. Al-Maidah: 4)

Yang dimaksud dengan binatang buas adalah yang telah dilatih untuk berburu. Islam selalu meletakkan segala hal pada tempatnya yang seimbang dan benar sehingga tidak mengharamkan anjing. Akan tetapi, Islam membuat syarat-syarat khusus sehingga bibit penyakit yang mungkin dibawanya tidak menular kepada manusia. Di antara syarat-syarat tersebut antara lain:

Anjing yang dipelihara harus anjing yang sudah terlatih, terdidik, bersih dan tidak terjangkit penyakit. Memelihara bukan untuk kesenangan atau main-main.dan Memelihara untuk tujuan tertentu, seperti untuk menjaga rumah atau untuk berburu.