Cari Blog Ini

Kamis, 28 Oktober 2010

Agama adalah Nasehat

Setelah seharian bekerja untuk memenuhi kewajiban sebagai kepala keluarga, badan dan pikiran terasa lelah kalau ada pilihan untuk diam mungkin itu yang akan menjadi pilihan tetapi itu tidak di anjurkan oleh Agama yang saya percayai. Memang sepertinya kita sering berlaku tidak adil dengan rutinitas yang kita lakukan. Contohnya kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk urusan dunia sedang urusan akhirat selalu di nomor duakan. Sehingga ketika akan melakukan kewajiban sebagai hamba Allah yang ada adalah tenaga sisa.

Maka dari itu perlunya kita menyempatkan diri menghadiri pengajian yang di dalamnya terdapat wejangan-wejangan atau nasehat-nasehat yang dapat membuka pikiran kita, seharusnya bagaimana kita bersikap adil dalam hidup ?. Karena dengan nasehat batin kita terasa tenang, kalau di gambarkan seperti handphone yang baterenya habis ketika di chas akan bisa di gunakan lagi. Demikian pula dengan kita kalau tidak pernah mendengarkan nasehat agama, hati kita terasa mengeras dan mudah sekali berpaling dari agama Allah.

Mendengar kata Nasehat pikiran kita akan terbayang tentang hal-hal kebaikan walaupun sebuah kata singkat tetapi maknanya sangat luas. Nasehat dalam bahasa Arab artinya membersihkan atau memurnikan seperti pada kalimat 'nashakhtul 'asala' artinya saya membersihkan madu sampai tinggal tersisa yang murni. Akan tetapi, ada juga yang mengatakan bahwa nasihat juga mempunyai makna lain.

Tugas mulia dan suci, para nabi banyak disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai pemberi nasehat. Hal ini disebabkan karena manusia tidak cukup hanya menerima risalah dakwah Islam saja. Akan tetapi juga membutuhkan pemberi nasehat dan peringatan dalam hidupnya, karena manusia adalah mahluk pelupa dan pelalai, bahkan makhluk yang banyak berbuat kesalahan. Oleh karena itu, Allah swt. menyatakan dalam Surat Al-Ashr :

“Demi masa, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh yang saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.”

Surat ini menjelaskan keharusan setiap orang untuk beriman dan beramal sholeh, jika ingin selamat baik di dunia maupun di akherat. Bahkan iman dan amal sholeh saja ternyata masih merugi, sebelum menyempurnakannya dengan semangat saling memberi nasehat dan bersabar dalam mempertahankan iman, meningkatkan amal shaleh, menegakan kebenaran dalam menjalankan kehidupan ini.

Sedemikian pentingnya prinsip “saling memberi nasehat” dalam ajaran Islam, maka setiap manusia pasti membutuhkannya, siapapun, kapanpun, dan di manapun dia hidup. Layaklah kalau dikatakan bahwa “saling memberi nasihat “ adalah sebagai sebuah keniscayaan yang harus ada pada setiap muslim. Namun sangatlah disayangkan jika ada di antara kita yang menganggap sepele soal nasehat ini. Atau merasa dirinya sudah cukup, sudah pintar, sudah berpengalaman sehingga tidak lagi butuh yang namanya nasehat dari orang lain. Padahal dengan menerima nasehat dari orang lain pertanda adanya kejujuran, kerendahan hati, keterbukaan dan menunjukkan kelebihan pada orang tersebut.

Saking sedemikian pentingnya nasehat ini, Nabi saw. bersabda:

عن أَبي رُقَيَّةَ تَمِيم بن أوس الداريِّ - رضي الله عنه - : أنَّ النَّبيّ - صلى الله عليه وسلم - ، قَالَ : (الدِّينُ النَّصِيحةُ) قلنا : لِمَنْ ؟ قَالَ : ( لِلهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأئِمَّةِ المُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ(2) رواه مسلم

Dari Abi Amer atau Abi Amrah Abdullah, ia berkata, Nabi saw. bersabda, “Agama itu adalah nasehat.” Kami bertanya, “Untuk siapa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, untuk Kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk para pemimpin umat Islam dan orang-orang biasa.” (HR. Muslim)

Dari hadist di atas dapat kita pahami bahwa memberi dan menerima nasehat adalah berlaku untuk manusia, siapapun dia, apapun kedudukan dan jabatannya, tanpa kecuali. Juga menjelaskan kepada kita bahwa agama akan tegak apabila tegak pula sendi-sendinya. Sendi-sendi tersebut adalah saling menasehati dan saling mengingatkan antara sesama muslim dalam keimanan kepada Allah, keimanan kepada Rasul, dan keimanan kepada Kitab-Nya. Artinya, agar kita selalu berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran dari Allah dan Kitab-Nya dan mentauladani sunah-sunah Rasul-Nya.

Di dalam Al-Qur’an, Allah swt. mengisahkan tentang bagainama Nabi Musa a.s., seorang nabi dan rasul yang ternyata dapat menerima nasehat dari salah seorang kaumnya.

“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini), sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu. Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut, menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: Ya Tuhanku selamatkanlah aku dari orang-orang yang dzalim itu.” (QS. Al-Qashash: 20-21)

Lalu bagaimana dengan kita yang orang biasa yang bukan Nabi dan Rasul? Sudah barang tentu sangatlah membutuhkan nasehat. Kita senantiasa membutuhkan nasehat dari orang lain. Demikian juga harus bersedia memberi nasehat kepada orang lain yang memohon nasehat kepada kita.

وعن أَبي هريرة رضي الله عنه : أنَّ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم، قَالَ : وفي رواية لمسلم : حَقُّ المُسْلِم عَلَى المُسْلِم ستٌّ : إِذَا لَقيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيهِ ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأجبْهُ ، وإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ ، وإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ الله فَشَمِّتْهُ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ ، وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
.
“Hak seorang muslim pada muslim lainnya ada enam: jika berjumpa hendaklah memberi salam; jika mengundang dalam sebuah acara, maka datangilah undangannya; bila dimintai nasehat, maka nasehatilah ia; jika memuji Allah dalam bersin, maka doakanlah; jika sakit, jenguklah ia; dan jika meninggal dunia, maka iringilah ke kuburnya.” (HR. Muslim)

Dengan saling menasehati antara kita, maka akan banyak kita peroleh hikmah dan manfaat dalam kehidupan kita. Akan banyak kita temukan solusi dari berbagai persoalan, baik dalam skala pribadi, keluarga dan masyarakat Karenanya nasehat itu sangatlah diperlukan untuk menutupi kekurangan dan aib yang ada di antara kita. Karena nasehat itu dapat memberi keuntungan dan keselamatan bagi yang ikhlas menerima dan menjalankannya. Karena saling menasehati itu dapat melunakkan hati dan mendekatkan hubungan antara kita. Karena satu sama lain di antara kita saling membutuhkannya.

Saling menasehati antara sesama muslim terasa semakin kita perlukan, terutama ketika tersebar upaya menfitnah adu domba antara sesama muslim yang datang dari orang-orang kafir, munafik, dan orang-orang fasik yang ingin melemahkan umat Islam sebagai penduduk terbesar negeri ini. Mereka tidak senang terhadap kesatuan dan persatuan umat Islam.
Sepantasnyalah kita dalam bergaul di masyarakat banyak sekali menjumpai bermacam peristiwa dan kejadian. Sebagai manusia yang menyakini Islam sebagai agama pilihan sudah sepantasnya kita mengingatkan teman kita, sahabat kita, saudara kita dikala mereka sedang atau akan melakukan kemaksiatan. Kita berdosa sekali apabila menyaksikan kemaksiatan didepan kita tetapi kita berpaling atau mendiamkan, memang terasa berat tapi bagaimana lagi ?.

Bukanya kita so suci atau so agamis tapi itulah Islam yang selalu mengajarkan umatnya untuk selalu dalam kebaikan. Mungkin suatu saat kita juga butuh masukan, butuh nasehat dari teman kita, sahabat kita sekiranya itu baik dan bermanfaat tidak ada salahnya kita dengarkan dan ikuti.

Semoga Allah swt. senantiasa memberikan pemahaman kepada kita akan arti pentingnya saling memberi nasehat antara kita. Semoga kita mampu memberi nasehat dan senang menerima nasehat dari siapapun, selama tidak bertentangan dengan nilai kebenaran dan kabaikan, sehingga kita dapat terhindarkan dari bahaya adu domba dan fitnah yang dapat memecah belah umat Islam, masyarakat, bangsa, dan Negara. ....

Rabu, 20 Oktober 2010

Berlomba Dalam Kebaikan

.
Seperti biasa setiap pagi aku sering duduk di depan televisi sambil melihat anakku bermain kalau tidak berebut chanel. Kebetulan pagi itu ada berita yang menyiarkan adanya kejadian penodongan di dalam angkutan bus kota yang di lakukan oleh tiga orang terhadap salah satu penumpang. Biasalah namanya angkutan umum penumpang yang lain diam tidak peduli dengan rekan penumpang yang lain. Ada satu orang berbadan tegap berambut cepak sepertinya dari militer dia berani menolong penumpang tersebut dan menghardik penodong yang jumlahnya tiga orang, kemudian yang terjadi adalah seisi bus tersebut ikut membantunya.

Dari isi berita tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa utuk sekedar menolong saja susahnya minta ampun. Mungkin juga ngeri dengan penjahat tersebut atau memang tidak ada kepedulian, tetapi kalau ada yang memulainya maka semua akan ikut membantunya.

Maka untuk melakukan kebaikan atau berlomba berbuat kebaikan akan susah kalau tidak dikuti dengan kemauan atau keberanian. Kebaikan adalah perbuatan yang banyak di sukai orang bagi yang menerimanya, tapi kadang susah bagi orang yang akan melakukannya. Maka di perlukan keiklasan dan niat yang tulus dari si pelakunya. Apalagi di jaman yang mengedepankan individualis sebagai garda terdepan dalam hidupnya.

Untuk memotivasi kita agar aktif dalam melakukan kebaikan dan amal saleh, kita harus melihat apa yang dijanjikan Allah Swt. buat hambanya yang melakukan kebaikan dan amal saleh. Salah satu rahasia yang diungkapkan Allah di dalam Kalam-Nya adalah bahwa orang yang beramal saleh akan diberi balasan yang baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini tertuang dalam surat az-Zumar ayat 10,

“Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu’. Orang-orang yang berbuat baik di dunia akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas".

Dengan berbuat baik ke sesamenya adalah sedah merupakan dasar hati nurani manusai, maka perlu didasari dengan keridhoan semata-mata hanya karena ibadah bukan karena hal yang lain.

Niat yang ikhlas merupakan faktor penting dalam tiap amal. Karena dalam banyak amal di dalam Islam niat yang ikhlas merupakan rukun terpenting dan pertama. Niat yang ikhlas karena Allah dalam melakukan kebaikan akan membuat seseorang memiliki perasaan yang ringan dalam mengerjakan amal-amal yang berat sekalipun apalagi bila amal kebaikan itu tergolong amal yang ringan. Sedangkan tanpa keikhlasan jangankan amal yang berat amal yang ringan pun akan terasa menjadi berat. Disamping itu keikhlasan akan membuat seseorang berkesinambungan dalam amal kebaikan. Orang yang ikhlas tidak akan bersemangat karena dipuji dan tidak akan lemah karena dicela. Ada pujian atau celaan tidak akan membuatnya terpengaruh dalam melakukan kebaikan.

Cinta Kebaikan dan Orang Baik Seseorang akan antusias melaksanakan kebaikan manakala pada dirinya terdapat rasa cinta pada kebaikan hal ini karena mana mungkin seseorang melakukan suatu kebaikan apabila dia sendiri tidak suka pada kebaikan itu. Oleh karena itu rasa cinta pada kebaikan harus kita tanamkan ke dalam jiwa kita masing-masing sehingga kita akan menjadikan tiap bentuk kebaikan sebagai bagian yang tidak akan terpisahkan dalam kehidupan kita ini akan membuat kebaikan selalu menyertai kehidupan ini. Disamping cinta kepada kebaikan akan kita suka melakukan kebaikan harus tertanam juga di dalam jiwa kita rasa cinta kepada siapa saja yang berbuat baik hal ini akan membuat kita ingin selalu meneladani dan mengikuti segala bentuk kebaikan siapa pun yang melakukannya. Allah SWT telah menyebutkan kecintaan-Nya kepada siapa saja yang berbuat baik karenanya kita pun harus mencintai mereka yang berbuat baik. Allah berfirman yg artinya

“Dan belanjakanlah di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dan berbuat baiklah krn sesungguhnya Alllah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” .

Merasa Beruntung bila Melakukan Kebakan Berbuat baik merupakan sesuatu yang sangat mulia karena itu seseorang akan melakukan kebaikan apabila dengan kebaikan itu dia merasa memperoleh keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak keuntungan yang akan diperoleh manusia bila ia berbuat baik

Dengan demikian, kita perlu mengetauhi apakah arti “kebaikan” itu sebenarnya. Kebanyakan manusia memahami arti kebaikan dengan berbuat hal-hal yang menyenangkan orang lain, memberi uang kepada orang miskin, berperilaku toleran terhadap setiap jenis perbuatan dan tindakan yang dilakukan orang lain maupun agama lain. Padahal, Allah Swt. telah menjelaskan di dalam Kalam-Nya tentang hakekat kebaikan sebenarnya. Allah Swt. berfirman,

“ Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu merupakan suatu kebaikan, akan tetapi, sesungguhnya kebaikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintai kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), orang yang meminta-minta; memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]:177).

Jadi, berdasarkan ayat di atas, kebaikan sesungguhnya adalah takut kepada Allah, tetap mengingat hari pembalasan, mengikuti hati nurani, dan selalu melakukan perbuatan yang akan diridhai Allah. Maka, bukanlah kebaikan bila kita merusak subtansi akidah kita dengan memberikan toleransi seluas-luasnya terhadap tindakan-tindakan yang menyimpang dari risalah tauhid yang diajarkan Rasulullah Saw. Jelasnya, tidak ada toleransi jika menyangkut “teritorial” akidah kita.

Di dalam al-Qur’an, Allah Swt. telah berjanji untuk menggandakan nilai perbuatan setiap hamba yang berbuat baik. Di antara ayat-ayat Allah yang menjelaskan hal ini adalah,

“Siapa yang melakukan amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan siapa yang melakukan amal yang jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedangkan mereka sediktpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-an’am [6]: 160)

Bukti yang paling konkrit bahwa Allah menggandakan setiap perbuatan baik adalah perbedaan kehidupan di dunia dan di akhirat. Kehidupan di dunia ini memiliki masa yang pendek. Walaupun demikian, orang-orang yang menyucikan dirinya dan melakukan perbuatan baik di dunia ini akan diberi balasan dengan kebaikan yang tidak terbatas di akhirat, sebagai balasan dari apa yang telah mereka lakukan selama kehidupan yang pendek (baca; dunia) tersebut.

Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam kebaikan dan amal saleh. Di samping sebagi bekal kita kelak di akhirat, juga menjadi media untuk mewujudkan keharmonisan antar kita dan membendung ‘teritorial’ akidah dari goncangan-goncangan yang berbahaya. Allah Swt. berfirman, “...Maka berlomba-lombalah kamu (dalam) kebaiakan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 148).

Minggu, 03 Oktober 2010

Iman dan Islam

.
“lu’ga punya iman” atau “iman lu kemana sih” Kalimat itu sering kita dengar atau bahkan kita yang mengucapkanya, kata tersebut bisa diartikan bahwa orang tersebut telah berbuat di luar batas kebiasaan yang dinggap kurang baik. Kata Iman banyak di gunakan sebagai pelengkap ucapan walau itu hanya sekedar gurauan.

Arti keimanan yang berasal dari kata aamana - yu’minu berarti tasdiq yaitu membenarkan mempercayai. Dan menurut istilah Iman ialah “Membenarkan degan hati diucapkan degan lisan dan dibuktikan degan amal perbuatan.” Atau juag “Qaulun wa amalun wa niyyatun wa tamassukun bis Sunnah.” Yakni Ucapan diiringi degan ketulusan niat dan dilandasi degan berpegang teguh kepada Sunnah karena iman itu apabila hanya ucapan tanpa disertai perbuatan adalah dapat di golongkan kufur apabila hanya ucapan dan perbuatan tanpa diiringi ketulusan niat adalah nifaq sedang apabila hanya ucapan perbuatan dan ketulusan niat tanpa dilandasi degan sunnah adalah bid’ah.

Iman dalam Islam menempati posisi sangat penting dan strategis. Karena iman adalah asas dan dasar bagi seluruh amal perbuatan manusia. Tanpa iman tidaklah sah dan diterima amal perbuatannya. Firman Allah SWT dalam Qur’an Surah An-Nisa’ 124 yang artinya

“Barangsiapa yg mengerjakan amal-amal shaleh baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”

Juga dalam Qur’an Surah Al-Isra’ 19 yang artinya

“Dan barangsiapa yg menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu degan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi degan baik.”

Maka Iman dan Islam adalah dua sejoli yang tidak boleh dipisahkan. Keduanya ibarat dua sisi uang logam. Tidak ada Iman tanpa Islam dan tidak ada Islam tanpa Iman. Tetapi degan demikian bukan berarti Islam itu adalah Iman dan Iman adalah Islam.

Iman apabila disebutkan bersama-sama degan Islam maka menunjukkan kepada hal-hal batiniah; seperti Iman kepada Allah SWT iman kepada Malaikat iman kepada hari akhir dan seterusnya. Dan Islam apabila disebutkan bersama-sama degan Iman maka menunjukkan kepada hal-hal lahiriah; seperti Syahadat shalat puasa dan seterusnya. Dasarnya Al-Hujurat 14.

Namun Iman apabila disebutkan tersendiri tanpa degan Islam maka mencakup pengertian Islam dan tidak terlepas darinya; karena iman menurut definisinya adalah Keyakinan ucapan dan perbuatan. Demikian pula Islam apabila disebutkan tersendiri tanpa degan Iman maka mencakup pengertian Iman dan tidak boleh dipisahkan darinya. Karena Islam pada hakekatnya yaitu Berserah diri lahir dan batin kepada Allah SWT degan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dasarnya Al-Anfal 2 - 3 Al-Mu’minun 1 - 9 dan Al-Imran 19 85.

Kalau kita mau jujur pada diri kita sendiri, sampai saat ini sudah berapa lama kita menjadi seorang muslim? sudah berapa banyak amal ibadah yang kita kerjakan? akan tetapi pernahkah kita merasakan kenikmatan dan kemanisan yang hakiki sewaktu kita melaksanakan ibadah tersebut?

Kalau hakikat ini belum kita rasakan, berarti ada sesuatu yang kurang dalam iman kita, ada sesuatu yang perlu dikoreksi dalam keislaman kita. Karena manisnya iman dan indahnya Islam itu bukan sekedar teori belaka, tapi benar-benar merupakan kenyataan hakiki yang dirasakan oleh orang yang memiliki keimanan dan ketaatan yang kuat kepada Allah ?, yang wujudnya berupa kebahagian dan ketenangan hidup di dunia, serta perasaan gembira dan senang ketika beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah ?.

Contoh ayat Al Qur-an, diantaranya: pertama:

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan ” (QS. ِِan Nahl:97).

Ayat kedua:

“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan berikan kepada mereka (balasan) kebaikan di dunia.Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui. (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhanmu saja mereka bertawakkal” (QS. An Nahl:41-42).

Ayat ketiga:

“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu (di dunia) sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya (di akhirat nanti)” (QS. Huud:3).

Ayat keempat:

“Katakanlah: ”Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertaqwalah kepada Rabbmu”.Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan.Dan bumi Allah itu adalah luas.Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahala bagi mereka dengan tanpa batas (di akhirat)” (QS. Az Zumar:10).

Bagaimana dengan sobat semua di sini, bisakah kita melakukan dan menyadari arti iman yang sesungguhnya.insa Allah dengan usaha yang gigih dan selalu rendah diri di hadapan Allah maka kita akan bisa melaksanakannya.

Keimanan bisa berkurang dan bisa bertambah, karena kemantapan hati bertingkat-tingkat; seperti kemantapan hati terhadap berita tidak sama dengan kemantapan hati terhadap kenyataan langsung. Kemantapan hati terhadap berita satu orang, tidak sama dengan kemantapan hati terhadap berita dari dua orang dan seterusnya.

Maka dari itu Ibrahim Alaihis Salam berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)." (Al-Baqoroh 260).

Keimanan akan bertambah tergantung kepada ketetapan hati, ketenangan dan kesiapannya. Manusia akan menemukan itu dalam dirinya. Ketika dia menghadiri pengajian yang ada nasehat, tentang syurga dan neraka, maka keimanannya akan bertambah sehingga seakan dia melihat-nya secara langsung, tetapi ketika lalai dan menjauh dari pengajian, maka keyakinannya dalam hati berkurang.

Keimanan dalam perkataan bisa bertambah dan berkurang. Orang yang menyebut Allah sepuluh kali tidak sama dengan orang yang menyebut Allah seratus kali, tambahnya keimanan orang yang kedua lebih besar dari yang pertama. Orang yang mengerjakan ibadah dengan cara yang sempurna, keimanannya akan bertambah lebih banyak daripada orang yang mengerjakannya secara setengah-setengah. Dan orang yang melakukan amal dengan anggota badannya lebih banyak daripada orang lain, maka tambahan keimanannya juga akan lebih banyak daripada orang yang kurang dalam amal perbuatannya. Dijelaskan dalam Al-Quran :

" Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari Malaikat: dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk Jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya." (Al-Mudatstsir:31).

Kemudian firman Allah, " Dan apabila diturunkan suatu surat, Maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, Maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira. Dan Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, Maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam Keadaan kafir." (At-Taubah: 124-125).

Keimanan seseorang mudah sekali berubah, maka kita yang sudah tau betul arti keimanan walau ga terlalu banyak selayakyalah menjaga baik-baik. Karena dengan keimanan hati dan jiwa kita selalu terjaga dari hal yang berbau maksiat. Banyak cara untuk mempertahankan keimanan diantaranya menghadiri acara pengajian, memperbanyak do’a, rutin menjalankan sholat lima waktu lebih bagus ditambah dengan sholat sunahnya di sepertiga malam.

Karena hidup di jaman yang sekarang ini dimana sistim informasi yang begitu cepat seolah tiada batas, seperti kita dapat mengetahui kejadian satu jam yang lalu di belahan dunia paling ujung. Dengan demikian sedikit banyak akan mempengaruhi prilaku kita kalau kita tidak punya benteng keimanan yang kokoh niscaya akan mudah terbawa arus kecangggihan jaman tersebut. Kalau itu baik dan menguntungkan bisa kita ambil manfaatnya tetapi kalau informasi itu bertentangan dengan keyakinan ajaran kita sebagai muslim alangkah bahayanya..