Cari Blog Ini

Minggu, 24 Februari 2013

Memotivasi Diri Sendiri

Sering kita picik, terkungkung dalam tembok yang sempit ketika menghadapi cobaan, menganggap ini adalah akhir. Padahal jika kita telaah lebih jauh, mungkin Alloh SWT sedang mempersiapkan sesuatu untuk kita. Sesuatu yang terbaik untuk kita, bukan yang menurut kita baik. Sesuatu itu bisa sekarang, bisa juga nanti.
Saya sangat bersyukur di lahirkan dari seorang wanita Muslim dan mempunyai Orang Tua yang taat ibadah dan di kelilingi oleh saudara-saudara muslim yang taat pula. Dan ketika mendapat musibah seberat apapun saya tidak merasa sendiri.

Beberapa hari terakhir ini pun aku mengalami apa yang sudah menjadi ketetapan Allah, sebuah ujian. Ujian mengenai seberapa besar rasa cintaku padaNya, sebuah ujian tentang tawakal dan kesabaran, sebuah ujian mengenai selalu berhusnudzon padaNya.

Ya Allah, aku yakin, engkaulah pengatur hidup hamba. Karena itu, hamba percaya bahwa apapun yang menimpa hamba saat ini adalah bagian dari rencanaMu yang pasti berbuah kebaikan bagi hamba. Aamiin.
Setiap orang memiliki cara yang berbeda untuk mengatasi kegundahan hatinya. Secara pribadi, saya lebih menyenangi cara mengatasi kesedihan itu dengan mencoba menjadi lebih berguna bagi orang lain. Salah satunya adalah dengan menyemangati orang lain, ini bukan sok munafik tapi lebih kepada usaha melawan tekanan batin. Entahlah, ketika akhirnya bisa membuat orang tersenyum dan bersemangat, bisa menjadikan diri ini semangat pula.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Siapa saja yang terasa berat ketika menghapi musibah, maka ingatlah musibah yang menimpaku. Ia akan merasa ringan menghadapi musibah tersebut.”[2] Ternyata, musibah orang yang lebih sholih dari kita memang lebih berat dari yang kita alami. Sudah seharusnya kita tidak terus larut dalam kesedihan.

Salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu musibah lalu ia mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un. Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa.
[Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” Ketika, Abu Salamah (suamiku) wafat, aku pun menyebut do’a sebagaimana yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[10]

Do’a yang disebutkan dalam hadits ini semestinya diucapkan oleh seorang muslim ketika ia ditimpa musibah dan sudah seharusnya ia pahami. Insya Allah, dengan ini ia akan mendapatkan ganti yang lebih baik.

Saya menghibur diri sendiri ketika kehilangan, ketika menyesal, ketika kecewa. Meskipun itu tidak akan bisa merubah keadaan, tapi setidak-tidaknya itu membuat saya lebih baik_kadang-kadang. Membuat saya berusaha menggali sisi positif dari hal-hal buruk. Karena kekerdilan jiwa kita yang terkadang memaknai cobaan sebagai musibah, bukan sebagai pembelajaran, bukan sebagai pembuka anugerah.

Maaf bukanya saya sok jago tapi yah itulah saya sendiri bingung mengartikan diriku sendiri untuk yang ini…