Cari Blog Ini

Sabtu, 03 September 2016

Ibuku Telah Tiada


Ya Allah, ampunilah ibuku, maafkanlah Dia, muliakanlah tempatnya, luaskanlah tempat masuknya, sucikanlah Dia dari segala kesalahan sebagaimana pakaian disucikan dari najis. Gantikan untuknya rumah yang lebih baik dari rumahnya. Masukanlah ke dalam surga dan lindungilah Dia dari azab kubur dan azab neraka. Hingga hari ini saya sangat menyesal belum sempat membuat Ibuku bahagia. Kehilangan beliau membuatku terasa hampa, tidak ada lagi suara lembut dari bibirnya

Sakit yang di derita ibuku selama tiga tahun terakhir yang tak kunjung membaik membuat ibu serasa putus asa, tetapi dengan dorongan semangat yang besar Ibu bisa bertahan dan bisa membuat suami dan anak anaknya tersenyum bahagia. Itulah kenapa sampai saat ini saya seolah tidak percaya bahwa Ibu telah tiada.

Hari Selasa tanggal 23 Agustus 2016 sekitar pukul 03:15 pagi adik saya menginfokan dari rumah sakit di Kebumen lewat group WA keluarga bahwa Ibu telah di panggil oleh sang Maha kuasa, yang memang pada malam itu saya tidak bisa tidur. Sesaat terdiam, tak terasa air mata keluar, ku bangunkan istiku, segera berkemas pulang kampung, dan seketika itu juga anak anaku terbangun mungkin karena terdengar suara gaduh. Setelah menempuh perjalanan dari ba'da sholat subuh, sekitar pukul 13:15 WIB sampailah dirumah dimana saya dilahirkan dan dibesarkan oleh kedua orang tuaku. Di halaman rumah sudah banyak kursi dan tamu, saya berusaha bersikap tenang jangan sampai air mataku keluar, seya sengaja lewat pintu samping karena belum siap melihat Ibu secara langsung, sambil berlalu setiap orang yang ku lewati memberikan salam. Setelah dirasa siap, baru saya berani menemui Ibu di ruang tamu.

Saat itu saya melihat tubuh terbaring tertutup rapat kain bermotif batik, saya berusaha menjaga air mata jangan sampai keluar ku dekati agar bisa melihat wajah ibuku untuk terahir kali, saya berusaha membuka ikatan tali kain kafan yang menutupi wajah Ibuku, hampir saya tidak bisa menguasai diri, tetapi adik saya dari belakang selalu mengingatkan jangan sampai nangis. Ikatan kain kafan yang begitu kuat saya tidak bisa melihat Ibu secara sempurna akhirnya saya sudahih, sudah cukup bisa melihat rambut, kepala, kening dan mata ibu, kemudian saya berlalu ke kamar mandi ku tumpahkan airmataku, toh ga ada yang liat.

Hari itu aku kehilangan orang nomor satu yang ku cintai dan tempatku mengadu, berkeluh kesah, bermanja hari itu telah benar benar tiada. Duh hai Ibu.........!!!!!!, perempuan yang baik hati dan penyabar kau telah pergi. Telah benar benar meninggalkan kami, aku harap Bapaku selalu sehat dan kuat. Tidak sakit sakitan seperti Ibuku. Bapakulah yang mendidiku dengan disiplin tinggi dalam segala hal. 

Masih ku ingat dalam ingatanku ketika ku pulang ke rumah Ibulah yang paling sibuk menyambutku dengan mempersipakan makanan dan minuman, Begitu juga ketika saya kembali merantau beliaulah paling repot mempersiapkan ole ole dan bekal makanan selama di perjalanan.

Ibu.. masih ku kenang betapa gigihnya beliau mengasuh saya dan adik adiku, ketikaku mau berangkat sekolah Ibu pagi pagi sudah bangun terlebih dulu untuk mempersiapkan sarapan pagi, Ketika Bapaku pulang kerja Ibuku sudah mempersiapkan air minum kesukaanya dan makan siang tersusun rapi di meja makan.

Masih terbayang betapa perkasanya Ibuku mengangkut berbagai jenis sayuran dengan sepeda onthel untuk di jual kembali di rumah. Belum hilang di ingatanku ketika Ibuku berkeliling desa menjajakan baju daganganya dengan mengayuh sepeda ontel. Dua mesih jait dan satu mesin obras bukti kegigihan Ibuku dalam membantu Bapaku membesarkan dan mendidik anak anaknya, yang kini jadi barang bersejarah.

Ibu.. kau bagai lentera yg mampu terangi dan hangatkan jiwa anak anakmu, disaat anakmu gundah dan takut seperti ini biasanya kau temani dan kau berikan semangat sambil berucap “tetaplah bersabar dan berdoa”. Tak terhitung berpa banyak cinta yg kau berikan, tak terhitung berapa banyak nyanyian yg kau nyanyikan di kala anak anakmu akan terlelap, sungguh kasihmu telah membuaiku…

Ku anter jasad Ibuku sampai di peristirahatan terahir di desa dimana Ia di lahirkan dan di besarkan. Dengan kedua adiku, ku bopong, ku peluk dan ku baringkan di peristirahatan yang terahir kalinya, kembali air mataku ingin keluar dari kelopaknya tetapi sekuat tenaga ku tahan agar air mataku tidak menetes.

Sampai benar benar jasad Ibuku sudah tak terlihat lagi, orang orangpun sudah mulai meninggalkan tempat itu, hanya tersisa saya Bapaku dan adik adiku bersimpuh sambil melihat kayu bertulisan nama Ibuku. Lama kami tidak beranjak, terdiam, mungkin masing masing sedang membayangkan wajah Ibunya. Setelah beberapa waktu, akhirnya kami sekeluarga meninggalkan Ibu sendirian di tempat itu. Dari kejauan hanya terlihat tanah merah dengan dua kayu nisan dan taburan bunga di atasnya.

Oh ibu.. andai bisa kuputar kembali waktu.. aku ingin bersujud mencium kakimu.. atas apa yang telah engkau berikan selama ini padaku, yang telah merawat aku, yang telah mendidik aku, yang telah menyayangiku, yang telah mencintaiku tanpa terpupus waktu hingga ajal kini menjemputmu… maafkan aku ibu yg belum bisa berbuat banyak untukmu, yang belum sempat membalas segala kebaikan yang tak terkira sepanjang hariku..
Ya Allah.. ku menangis bukan karena ketidak ikhlasan akan kuasaMu. tapi ini adalah penyesalan yang dalam atas apa yang selama ini aku lakukan terhadap ibuku. Terkadang aku membantahnya. Terkadang aku juga menampakkan wajah cemberut di hadapnya, bahkan terkadang aku juga mengatakan kata-kata yang tak pantas untuknya. Aku mengira bahwa waktu ini terjadi nanti hingga ku ulur ulur waktu untuk tidak memeluknya.  Astaghfirullah...

Wahai Ibu yang telah di sisiNya, ini anakmu memohon maaf atas segala salah dan khilaf yang belum mampu membuatmu bahagia, yang belum mampu membuat engkau bangga. Ya Allah Engkau tempat meminta, kini aku meminta semoga Engkau berikan tempat yang terbaik untuknya, sebuah tempat yang tidak lagi ada duka, sebuah tempat yang penuh keindahan taman taman syurga, jadikan Dia ratu bidadari di syurgaMu. Dan berikan aku kekuatan untuk membuat dia bangga untuk menjadi anak yang sholeh yang mampu meneduhkan kehidupan kelak ketika tiba hari dimana tidak ada hari selain naunganMu. Ya Allah... beri aku kekuatan untuk baik yang kebaikanya akan kupersembahkan untuk Ibuku, sebagai rasa sesal dan salahku selama ini yang kurang begitu peduli padanya. Astagfirullah....

Ibu...., aku meminta maaf, dahulu sewaktu engkau masih ada di sini bersamaku. aku tidak menyadari betapa kehadiranmu adalah sesuatu yang sangat berarti bagi kehidupanku, tetapi kini, ketika tak lagi kudengar suaramu, ketika tak lagi kulihat dirimu, betapa sepi hiduku, dulu ku selalu bercerita tentang keberhasilanku di perantauan. Ya.. Allah maafkan aku. Belum juga aku meminta maaf padanya atas segala salah dan ucap dan salah tingkah yang aku perbuat terhadapnya yang mungkin membuat Ibu menangis saat sendiri, dan tidak ditampakkanya tangis itu demi aku. Ya.. Allah ampuni aku, ampuni Ibuku.


Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ
Ya Allah, ampunilah dosaku dan dosa kedua Orang tuaku, Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku ketika aku masih kecil. Amien… Hingga hari ini aku masih belum percaya bahwa ibuku telah meninggal, Kini aku begitu merindukan nya. Aku sanggat menyesal belum sempat membuat ibuku bahagia. Kehilangan itu membuatku begitu hampa. Segalanya seolah menjadi tak berjiwa. aku seakan-akan tak mendengar bunyi apa pun. Sa’atku pulang dari rantau keluargaku meyambutku dengan hati pilu dan sedih dikarnakan kehilangan orang yang selama ini tempatku mengadu nasib dan bermanja, Kedua kakiku rasanya melayang. aku seolah meluncur ke dalam lubang yang tak bias kuhenikan, Semua kenangan masa kecilku kuingat kembali. Waktu remaja dan saat aku masih kecil, ibu begitu Lembut tidak pernah keras dalam sikap, ibuku selalu melihat kepadaku dengan penuh kasih sayang seolah-olah kasih sayang yang diberikan kepadaku berbeda dengan kasih sayang yang diberikan kepada abang, kakaku, sehingga abangku merasa cemburu kepaku.padahal ibu sama saja meilhat kami tidak ada istilah beda dalam keluarga Aku bangga sekali punya ibu seperti ibuku. Waktu ayahku bekerja disawah ibuku juga selalu ikut turut serta membantunya, karna seingatku keluarga kami jauh dari perkampungan, tempat tinggal orang ramai, kami tinggal di Dusun bahkan aku juga dibesarkan sampai tamat Sekolah SD di tempat itu,,Kini tidak ada lagi dari pihak keluargaku yang mau tinggal di situ setelah kepergian ibu, ibuku dan ayahku setiap sore menyuruhku tuk pergi mengaji Al-qur’an. ketempat adik ipar ibuku yang bernama ( H. basyir ) Aman jam, biasa aku memanggilnya ama ipak, yang jaraknya sektar tiga kilo dari dusun kami, beliau ini sangat sayang kepadaku dan selalu memberikan motipasi, kini beliau telah di panggil oleh allah kepangkuanya mudah-mudah mendapat tempat yang layak disisinya Amin, ,di saat ibuku mulai sakit aku disuruh keluargaku untuk pulang menjenguk ibu saat itu aku barusan aja pindah dari Psantren Darussalam Aceh selatan, ke Pasantren (Mudi Mesra) Samalanga Kab Bireun, Waktu ibu sakit aku sangat kasihan sekali. aku ingin membantunya tapi tidak bisa, sakit ibu sudah mulai parah. aku tidak pernah acuh pada ibu. Memang kuakui aku tumbuh dengan pikiranku sendiri dan sibuk dengan diriku sendiri.kurasa ibuku tidak pernah berpikir kepadaku seolah aku tidak peduli kepadanya karna aku selalu di rantau mencari ilmu mengapai cita-citaku dan cita-cita ibuku karna ibuku selalu aku inggin menjadi orang yang berilmu pengetahuan yang tinggi, aku selalu sayang ibu. aku Selalu mengingatnya. Kini ibu sudah tiada. Sudah benar-benar hilang dari keluarga kami Sore hari itu bertepatan hari sabtu tanggal 20 juni tahun 2008 kami mengantarkan jezasah nya ke tempat peristrahatan yang terakir kalinya, aku juga ikut memasukkan jenazah ibuku ke liang lahat, membaringkan tubuh ibu. Meletakkan wajahnya ke dalam lubang yang sudah siap digali oleh orang-orang kampungku dan menanam tanah penyangga tubuhnya. Di saat itu aku menyaksikan dengan mataku Aman Alimat menyambut jenazah ibuku serta membukakan tali-tali yang mengikat kepala ibu, tubuh, dan kaki ibu, setalah ibuku selesai dikuburkan aku di persilahkan oleh guruku Tgk Arbiata untuk mentalqinkan sertata membaca tahlil di atas pusara ibu, ini adalah merupakan pengalaman pertama kaliku mentalqinkan, disaat aku mulai mentalqinkan ibu aku tak sanggup menahan tangisan air mata yang bercucuran, merasa kehilangan orang yang nomor satu aku cintai dan tempatku mengadu nasib dan bermanja selama ini, kini telah benar-benar tiada, Duh hai ibuuuuuuuuuuu, perempuan yang baik hati, kini kau telah pergi. Telah benar-benar meninggalkan kami. aku selaku anakmu yang tidak pernah lupa berdo’a padamu ibu…, mudah-mudahan surga menantikanmu bu, Kini aku hanya memiliki seorang ayah. Aku harap ayahku selalu sehat dan kuat. Tidak sakit-sakitan seperti ibuku dulu. Aku sayang sekali dengan ayahku. Ayahlah yang mendidikku dalam banyak hal Ya Allah, ampunilah dosaku dan dosa kedua Orang tuaku, Sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangiku ketika aku masih kecil. Amien… Hingga hari ini aku masih belum percaya bahwa ibuku telah meninggal, Kini aku begitu merindukan nya. Aku sanggat menyesal belum sempat membuat ibuku bahagia. Kehilangan itu membuatku begitu hampa. Segalanya seolah menjadi tak berjiwa. aku seakan-akan tak mendengar bunyi apa pun. Sa’atku pulang dari rantau keluargaku meyambutku dengan hati pilu dan sedih dikarnakan kehilangan orang yang selama ini tempatku mengadu nasib dan bermanja, Kedua kakiku rasanya melayang. aku seolah meluncur ke dalam lubang yang tak bias kuhenikan, Semua kenangan masa kecilku kuingat kembali. Waktu remaja dan saat aku masih kecil, ibu begitu Lembut tidak pernah keras dalam sikap, ibuku selalu melihat kepadaku dengan penuh kasih sayang seolah-olah kasih sayang yang diberikan kepadaku berbeda dengan kasih sayang yang diberikan kepada abang, kakaku, sehingga abangku merasa cemburu kepaku.padahal ibu sama saja meilhat kami tidak ada istilah beda dalam keluarga Aku bangga sekali punya ibu seperti ibuku. Waktu ayahku bekerja disawah ibuku juga selalu ikut turut serta membantunya, karna seingatku keluarga kami jauh dari perkampungan, tempat tinggal orang ramai, kami tinggal di Dusun bahkan aku juga dibesarkan sampai tamat Sekolah SD di tempat itu,,Kini tidak ada lagi dari pihak keluargaku yang mau tinggal di situ setelah kepergian ibu, ibuku dan ayahku setiap sore menyuruhku tuk pergi mengaji Al-qur’an. ketempat adik ipar ibuku yang bernama ( H. basyir ) Aman jam, biasa aku memanggilnya ama ipak, yang jaraknya sektar tiga kilo dari dusun kami, beliau ini sangat sayang kepadaku dan selalu memberikan motipasi, kini beliau telah di panggil oleh allah kepangkuanya mudah-mudah mendapat tempat yang layak disisinya Amin, ,di saat ibuku mulai sakit aku disuruh keluargaku untuk pulang menjenguk ibu saat itu aku barusan aja pindah dari Psantren Darussalam Aceh selatan, ke Pasantren (Mudi Mesra) Samalanga Kab Bireun, Waktu ibu sakit aku sangat kasihan sekali. aku ingin membantunya tapi tidak bisa, sakit ibu sudah mulai parah. aku tidak pernah acuh pada ibu. Memang kuakui aku tumbuh dengan pikiranku sendiri dan sibuk dengan diriku sendiri.kurasa ibuku tidak pernah berpikir kepadaku seolah aku tidak peduli kepadanya karna aku selalu di rantau mencari ilmu mengapai cita-citaku dan cita-cita ibuku karna ibuku selalu aku inggin menjadi orang yang berilmu pengetahuan yang tinggi, aku selalu sayang ibu. aku Selalu mengingatnya. Kini ibu sudah tiada. Sudah benar-benar hilang dari keluarga kami Sore hari itu bertepatan hari sabtu tanggal 20 juni tahun 2008 kami mengantarkan jezasah nya ke tempat peristrahatan yang terakir kalinya, aku juga ikut memasukkan jenazah ibuku ke liang lahat, membaringkan tubuh ibu. Meletakkan wajahnya ke dalam lubang yang sudah siap digali oleh orang-orang kampungku dan menanam tanah penyangga tubuhnya. Di saat itu aku menyaksikan dengan mataku Aman Alimat menyambut jenazah ibuku serta membukakan tali-tali yang mengikat kepala ibu, tubuh, dan kaki ibu, setalah ibuku selesai dikuburkan aku di persilahkan oleh guruku Tgk Arbiata untuk mentalqinkan sertata membaca tahlil di atas pusara ibu, ini adalah merupakan pengalaman pertama kaliku mentalqinkan, disaat aku mulai mentalqinkan ibu aku tak sanggup menahan tangisan air mata yang bercucuran, merasa kehilangan orang yang nomor satu aku cintai dan tempatku mengadu nasib dan bermanja selama ini, kini telah benar-benar tiada, Duh hai ibuuuuuuuuuuu, perempuan yang baik hati, kini kau telah pergi. Telah benar-benar meninggalkan kami. aku selaku anakmu yang tidak pernah lupa berdo’a padamu ibu…, mudah-mudahan surga menantikanmu bu, Kini aku hanya memiliki seorang ayah. Aku harap ayahku selalu sehat dan kuat. Tidak sakit-sakitan seperti ibuku dulu. Aku sayang sekali dengan ayahku. Ayahlah yang mendidikku dalam banyak hal

Make Money Online : http://ow.ly/KNICZ