Sering kita picik, terkungkung dalam tembok yang
sempit ketika menghadapi cobaan, menganggap ini adalah akhir. Padahal jika kita
telaah lebih jauh, mungkin Alloh SWT sedang mempersiapkan sesuatu untuk kita.
Sesuatu yang terbaik untuk kita, bukan yang menurut kita baik. Sesuatu itu bisa
sekarang, bisa juga nanti.
Saya sangat bersyukur di lahirkan dari seorang
wanita Muslim dan mempunyai Orang Tua yang taat ibadah dan di kelilingi oleh
saudara-saudara muslim yang taat pula. Dan ketika mendapat musibah seberat
apapun saya tidak merasa sendiri.
Beberapa hari terakhir ini pun aku mengalami apa
yang sudah menjadi ketetapan Allah, sebuah ujian. Ujian mengenai seberapa besar
rasa cintaku padaNya, sebuah ujian tentang tawakal dan kesabaran, sebuah ujian
mengenai selalu berhusnudzon padaNya.
Ya Allah, aku yakin, engkaulah pengatur hidup
hamba. Karena itu, hamba percaya bahwa apapun yang menimpa hamba saat ini
adalah bagian dari rencanaMu yang pasti berbuah kebaikan bagi hamba. Aamiin.
Setiap orang memiliki cara yang berbeda untuk
mengatasi kegundahan hatinya. Secara pribadi, saya lebih menyenangi cara
mengatasi kesedihan itu dengan mencoba menjadi lebih berguna bagi orang lain.
Salah satunya adalah dengan menyemangati orang lain, ini bukan sok munafik tapi
lebih kepada usaha melawan tekanan batin. Entahlah, ketika akhirnya bisa
membuat orang tersenyum dan bersemangat, bisa menjadikan diri ini semangat
pula.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Siapa saja yang terasa berat ketika menghapi
musibah, maka ingatlah musibah yang menimpaku. Ia akan merasa ringan menghadapi
musibah tersebut.”[2] Ternyata, musibah orang yang lebih sholih dari kita
memang lebih berat dari yang kita alami. Sudah seharusnya kita tidak terus
larut dalam kesedihan.
Salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam- berkata bahwa beliau pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda,
“Siapa saja dari hamba yang tertimpa suatu
musibah lalu ia mengucapkan: “Inna lillahi wa inna ilaihi rooji’un.
Allahumma’jurnii fii mushibatii wa akhlif lii khoiron minhaa.
[Segala sesuatu adalah milik Allah dan akan
kembali pada-Nya. Ya Allah, berilah ganjaran terhadap musibah yang menimpaku
dan berilah ganti dengan yang lebih baik]”, maka Allah akan memberinya ganjaran
dalam musibahnya dan menggantinya dengan yang lebih baik.” Ketika, Abu Salamah
(suamiku) wafat, aku pun menyebut do’a sebagaimana yang Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam perintahkan padaku. Allah pun memberiku suami yang lebih baik
dari suamiku yang dulu yaitu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”[10]
Do’a yang disebutkan dalam hadits ini semestinya
diucapkan oleh seorang muslim ketika ia ditimpa musibah dan sudah seharusnya ia
pahami. Insya Allah, dengan ini ia akan mendapatkan ganti yang lebih baik.
Saya menghibur diri sendiri ketika kehilangan,
ketika menyesal, ketika kecewa. Meskipun itu tidak akan bisa merubah keadaan,
tapi setidak-tidaknya itu membuat saya lebih baik_kadang-kadang. Membuat saya
berusaha menggali sisi positif dari hal-hal buruk. Karena kekerdilan jiwa kita
yang terkadang memaknai cobaan sebagai musibah, bukan sebagai pembelajaran,
bukan sebagai pembuka anugerah.