Hari itu sabtu sekitar pukul setengah sepuluh pagi sebelum saya masuk ke ruang kuliah nongkrong dulu di taman halaman belakang kampus dan saling tegur sesama yang lain dengan di selingi canda’an yang agak sedikit hinaan, tiba-tiba temanku berucap “Hai semalem ku pulang jam 3 pagi habis jalan-jalan sama temen cewe yang kemarin ku critain makanya ku sedikit ngantuk”. “Mang jalan kemana?” tanyaku. Dengan lancar dan semangat dia bercerita aku pergi mulai sekitar pukul 16.00 WIB sampai tengah malam sekitar pukul 01.00 WIB. “Terus?” tanyaku lagi. Sambil menunjukan alat pengaman (kondom) merek terkenal di negeri ini. “Aku semalam sekitar jam satu ke daerah pantai, sesampainya disana biasalah gituan anak muda sama dia, dia yang mancing-mancing, aku laki-laki siapa yang tidak mau”. Dari raut wajahnya ada rasa kebanggaan seolah dapat rejeki yang luar biasa besarnya.
Di jaman sekarang bukan menjadi hal aneh bila perbuatan yang melanggar aturan Agama menjadi suatu kebanggan tersendiri. Dari mulai obrolan di tempat mewah seperti restourant hingga warung pinggir jalan, apalagi sarana pendukung sangat tersedia dimanapun ada, bagi yang pas-pasan bisa mencari perempuan yang mangkal di pinggir jalan, mereka para perempuan menawarkan dirinya hanya untuk mendapatkan sesuatu yang sedikit, tapi akibatnya luar biasa dalam urusan Agama tapi besar keuntungannya kalau mereka mengukur secara keduniawian.
Sebetulnya mereka sadar bahwa perbuatan demikian sangat tidak baik dan mempunyai resiko tinggi, Agama manapun akan melaknatnya manusia memahami dan punya kemampuan untuk membedakan yang baik dan buruk dan selanjutnya mengamalkannya. Pengertian tentang baik buruk tidak dilalui oleh pengalaman akan tetapi telah ada sejak pertama kali "ruh" ditiupkan. Allah SWT bersabda :
Demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (QS. 91: 7-8)
Pikiran menjadi sehat dan punya keseimbangan kembali bila seseorang mau menerima kembali segala aturan-aturan yang telah tertulis secara ihklas. Semua itu terjadi tidak dengan mengatur alasan atau bantahan yang akan memberatkan dirinya sendiri, melainkan dengan Nur (cahaya) yang dipancarkan Allah SWT ke dalam hatinya, tinggal kita bisa mengolah atau tidak. Allah juga telah memperingatkan tentang buruknya perbuatan zina dengan firman-Nya:
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan merupakan jalan yang buruk.” (Qur’an surat al-Isra: 32).
Sebenarnya setiap orang memiliki peluang yang sama untuk berbuat zina dengan siapa saja, kapan saja, dimana saja, asalkan mau melakukannya. Yang hebat tentu dia yang tidak mau melakukan zina, padahal kesempatan itu sangat terbuka baginya. Jadi janganlah bangga bagi yang punya hobi zina, karena tak ada hebatnya, karena itu juga bukan prestasi. Sebab banyak orang yang memiliki kesempatan luas untuk berzina, tapi tidak mau untuk melalukannya. Kalau demikian, apa hebatnya perbuatan zina itu?. Tapi ada juga, orang yang menganggapnya sebagai prestasi yang luar biasa, dan menjadikan suatu kebanggaan karena dia merasa berhasil “menaklukkan” pasangan perempuanya untuk diajaknya berbuat zina.
Akibat Maksiat Zina
Maksiat akan menghalangi diri kita untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Ilmu adalah cahaya yang dipancarkan ke dalam hati. Tapi, kemaksiatan dapat menghalangi dan memadamkan cahaya itu. Dan juga maksiat akan menghalangi Rezeki. Jika ketakwaan adalah penyebab datangnya rezeki, maka meninggalkan ketakwaan berarti menimbulkan kefakiran. Rasulullah SAW. pernah bersabda, “Seorang hamba dicegah dari rezeki akibat dosa yang diperbuatnya.” (HR. Ahmad)
Karena itu, kita harus meyakini bahwa takwa adalah penyebab yang akan mendatangkan rezeki dan memudahkan rezeki kita. Jika saat ini kita merasakan betapa sulitnya mendapatkan rezeki Allah, maka tinggalkan kemaksiatan! Jangan kita penuhi jiwa kita dengan debu-debu maksiat.
Selain itu maksiat juga membuat kita punya jarak dengan Allah. Kita akan merasa terkucilkan baik rejeki maupun kehidupanya, di bayangan kita akan timbul rasa dosa yang luar biasa hebatnya. Diriwayatkan ada seorang laki-laki yang mengeluh kepada seorang arif tentang kesunyian hatinya. Sang arif berpesan, “Jika kegersangan hatimu akibat dosa-dosa, maka tinggalkanlah perbuatan dosa itu. Dalam hati kita, tak ada perkara yang lebih pahit daripada kegersangan dosa di atas dosa.”
Maksiat juga akan membuat jarak dengan orang-orang baik. Semakin banyak maksiat yang dilakukan, akan semakin jauh pula jarak kita dengan orang-orang baik. jiwa terasa kesepian, gersang tanpa sentuhan orang-orang baik itu, akan berdampak pada hubungan kita dengan keluarga, istri, anak-anak dan bahkan hati nuraninya sendiri.
Maksiat membuat sulit semua urusan. Jika ketakwaan dapat memudahkan segala urusan, maka kemaksiatan akan mempesulit segala urusan pelakunya. Ketaatan adalah cahaya, sedangkan maksiat adalah kegelapan. Sebenarnya perbuatan baik akan mendatangkan kecerahan dan cahaya pada hati, kekuatan badan dan kecintaan. Sebaliknya, jika perbuatan buruk akan mengundang ketidak ceriaan pada raut muka, kegelapan di dalam kubur dan di hati, kelemahan badan, serta dijauhkan semua rezeki dan kebencian semua makhluk. Jika gemar bermaksiat, semua urusan kita akan menjadi sulit semua makhluk alam semesta membencinya. Air tidak ridho kita minum. Makanan yang kita makan tidak suka. Orang-orang tidak mau berurusan dengan kita karena benci.
Maksiat melemahkan hati dan badan, Kekuatan seorang mukmin terlihat dari kekuatan hatinya. Mampu tidak dia menahan godaan Jika hatinya kuat, maka kuatlah badannya. Tapi pelaku maksiat, meskipun badannya kuat, sesungguhnya dia sangat lemah. Tidak ada kekuatan dalam dirinya.
Maksiat juga akan menghalangi untuk berbuat taat. Orang yang melakukan dosa dan maksiat cenderung untuk tidak taat. Orang yang berbuat masiat seperti orang yang satu kali makan, tetapi mengalami sakit berkepanjangan. Sakit itu menghalanginya dari memakan makanan lain yang lebih baik. Begitulah. Jika kita hobi berbuat masiat, kita akan terhalang untuk berbuat taat. Kalau sudah seperti itu semua larangan Agama akan di lewati begitu saja.
Maksiat memperpendek umur dan menghapus keberkahan. umur manusia dihitung dari masa hidupnya. Padahal, tidak ada kehidupan kecuali jika hidup itu dihabiskan untuk ketaatan, ibadah, cinta, dan dzikir kepada Allah serta mencari keridhaan-Nya. Misal jika usia kita saat ini 40 tahun. Tiga perempatnya diisi dengan perbuatan maksiat. Dalam hitungan keimanan, usia kita tak lebih hanya 10 tahun saja. Yang 30 tahun adalah kesia-siaan dan tidak memberi berkah manfaat sedikitpun. Inilah maksud pendeknya umur pelaku maksiat.
Maksiat mematikan bisikan hati nurani. Maksiat dapat melemahkan hati dari kebaikan. Dan sebaliknya, akan menguatkan kehendak untuk berbuat maksiat yang lain. Maksiat pun dapat memutuskan keinginan hati untuk bertobat. Inilah yang menjadikan penyakit hati paling besar: kita tidak bisa mengendalikan hati kita sendiri. Hati kita menjadi liar mengikuti jejak maksiat ke maksiat yang lain.
Hati kita akan melihat maksiat begitu indah. Tidak ada keburukan sama sekali.Tidak ada lagi rasa malu ketika berbuat maksiat. Jika orang sudah biasa berbuat maksiat, ia tidak lagi memandang perbuatan itu sebagai sesuatu yang buruk. Bahkan, dengan rasa bangga ia menceritakan kepada orang lain dengan detail semua maksiat yang dilakukannya. Dia telah menganggap ringan dosa yang dilakukannya. Padahal dosa itu demikian besar di mata Allah SWT.
Maksiat menimbulkan kehinaan, itu tidak lain adalah akibat perbuatan maksiat sehingga Allah pun menghinakannya.
“Dan barangsiapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (Al-Hajj:18).
Sedangkan kemaksiatan itu akan melahirkan kehinadinaan. Karena, kemuliaan itu hanya akan muncul dari ketaatan kepada Allah swt. “Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu….” (Al-Faathir:10).
Firman Allah yang lain, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifiin:14).
Pelaku maksiat mendapat lahknat dari Rasulullah SAW. Mengubah petunjuk jalan, padahal petunjuk jalan itu sangat penting (HR Bukhari); melakukan perbuatan homoseksual (HR Muslim); menyerupai laki-laki bagi wanita dan menyerupai wanita bagi laki-laki; mengadakan praktik suap-manyuap (HR Tarmidzi), dan sebagainya. Karena itu, tinggalkanlah semua itu! Allah SWT. Asalakan mereka mau bertobat dengan sungguh-sungguh dalam berfirmanNYA,
“(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman seraya mengucapkan: ‘Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyla-nyala. Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang shalih d iantara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan.” (Al-Mukmin: 7-9)
Maksiat melenyapkan rasa malu. Padahal, malu adalah pangkal kebajikan. Jika rasa malu telah hilang dari diri kita, hilangkah seluruh kebaikan dari diri kita. Rasulullah bersabda, “Malu itu merupakan kebaikan seluruhnya. Jika kamu tidak merasa malu, berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari)
Yang jelas maksiat yang kita lakukan adalah merupakan bentuk meremehkan Allah. Jika kita melakukan maksiat, disadari atau tidak, rasa untuk mengagungkan Allah perlahan-lahan lenyap dari hati kita. Ketika kita bermaksiat, kita sadari atau tidak, telah menganggap remeh adzab Allah. Kita mengacuhkan bahwa Allah Maha Melihat segala perbuatan kita. Sungguh ini kedurhakaan yang luar biasa! Maksiat memalingkan perhatian Allah atas diri kita. Allah akan membiarkan orang yang terus-menerus berbuat maksiat berteman dengan setan. Allah berfirman,
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Al-Hasyir: 19)
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30)
Maksiat memalingkan diri kita dari sikap istiqamah. Kita hidup di dunia ini sebenarnya bagaikan seorang pedagang. Dan pedagang yang cerdik tentu akan menjual barangnya kepada pembeli yang sanggup membayar dengan harga tinggi. Siapakah yang sanggup membeli diri kita dengan harga tinggi selain Allah? Allah-lah yang mampu membeli diri kita dengan bayaran kehidupan surga yang abadi. Jika seseorang menjual dirinya dengan imbalan kehidupan dunia yang fana, sungguh ia telah tertipu! segala sesuatu yang ada di dunia memang memabukkan dan membuat kita lupa diri. demikian juga maksiat dan kebaikan. alangkah beruntungnya bila kita membiasakan berbuat baik, yang insya Allah akan mendatangkan perbuatan baik lainnya.
Banyak cara agar kita terhindar dari perbuatan yang demikian tergantung niatnya mau berusaha atau tidak ? kalau perbuatan demikian dianggap suatu prestasi akan susah untuk menghindari seolah sudah menjadi candu. Nabi Muhammad SAW sendiri pernah memberikan kiat jitu, agar memperkuat iman dalam dada. Inilah sabda beliau yang sangat terkenal dikalangan orang-orang beriman:
“Tidak (akan) berzina orang yang berzina ketika akan berzina ia beriman. Tidak(akan) mencuri orang yang mecuri ketika akan mencuri ia beriman. Dan tidak (akan) meminum arak ketika akan meminumnya ia beriman.” (Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim)
Hubungan seksual itu boleh dan halal asalkan dilakukan bersama pasangan yang sah, yang diikat tali pernikahan. Kalau hubungan seks itu dilakukan bersama pasangan tanpa ikatan tali pernikahan, itu disebut zina. Dan inilah yang dilarang, mencoba melanggarnya berarti dia berani merintis jalan masuk neraka kelak di alam akherat. Seperti firman Allah berikut ini:
“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia dapat (pembalasan) dosanya, akan dilipat-gandakan azab (siksa) untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu dalam keadaan terhina.” (Qur’an surat al-Furqan: 68-69).
Jadi seseorang itu tidaklah akan melakukan zina jika pada waktu akan berzina imannya lebih dominan ketimbang nafsunya. Begitu juga tidak akan mencuri, tidak akan minum arak, tidak akan korupsi, kalau saja ketika akan melakkukan maksiat-maksiat itu imannya sedang kuat-kuatnya (lebih dominant atau sempurna). Lantaran pada saat itu imannya tidak sempurna, tidak kuat, tidak lebih dominan dibanding maksiat yang akan dilakukannya, maka lunturlah perasan takutnya akan dosa yang ada dibalik perbuatan maksiat tersebut. Sehingga begitu mudah dia melakukannya, akhirnya dia menjadi pelaku pelanggaran larangan Allah SWT. Hal ini juga bisa terjadi akibat dari selalu menuruti keinginan hawa nafsu yang lebilh dominant ketimbang iman yang ada di dalam hatinya.
.
Di jaman sekarang bukan menjadi hal aneh bila perbuatan yang melanggar aturan Agama menjadi suatu kebanggan tersendiri. Dari mulai obrolan di tempat mewah seperti restourant hingga warung pinggir jalan, apalagi sarana pendukung sangat tersedia dimanapun ada, bagi yang pas-pasan bisa mencari perempuan yang mangkal di pinggir jalan, mereka para perempuan menawarkan dirinya hanya untuk mendapatkan sesuatu yang sedikit, tapi akibatnya luar biasa dalam urusan Agama tapi besar keuntungannya kalau mereka mengukur secara keduniawian.
Sebetulnya mereka sadar bahwa perbuatan demikian sangat tidak baik dan mempunyai resiko tinggi, Agama manapun akan melaknatnya manusia memahami dan punya kemampuan untuk membedakan yang baik dan buruk dan selanjutnya mengamalkannya. Pengertian tentang baik buruk tidak dilalui oleh pengalaman akan tetapi telah ada sejak pertama kali "ruh" ditiupkan. Allah SWT bersabda :
Demi jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya (QS. 91: 7-8)
Pikiran menjadi sehat dan punya keseimbangan kembali bila seseorang mau menerima kembali segala aturan-aturan yang telah tertulis secara ihklas. Semua itu terjadi tidak dengan mengatur alasan atau bantahan yang akan memberatkan dirinya sendiri, melainkan dengan Nur (cahaya) yang dipancarkan Allah SWT ke dalam hatinya, tinggal kita bisa mengolah atau tidak. Allah juga telah memperingatkan tentang buruknya perbuatan zina dengan firman-Nya:
“Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji dan merupakan jalan yang buruk.” (Qur’an surat al-Isra: 32).
Sebenarnya setiap orang memiliki peluang yang sama untuk berbuat zina dengan siapa saja, kapan saja, dimana saja, asalkan mau melakukannya. Yang hebat tentu dia yang tidak mau melakukan zina, padahal kesempatan itu sangat terbuka baginya. Jadi janganlah bangga bagi yang punya hobi zina, karena tak ada hebatnya, karena itu juga bukan prestasi. Sebab banyak orang yang memiliki kesempatan luas untuk berzina, tapi tidak mau untuk melalukannya. Kalau demikian, apa hebatnya perbuatan zina itu?. Tapi ada juga, orang yang menganggapnya sebagai prestasi yang luar biasa, dan menjadikan suatu kebanggaan karena dia merasa berhasil “menaklukkan” pasangan perempuanya untuk diajaknya berbuat zina.
Akibat Maksiat Zina
Maksiat akan menghalangi diri kita untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Ilmu adalah cahaya yang dipancarkan ke dalam hati. Tapi, kemaksiatan dapat menghalangi dan memadamkan cahaya itu. Dan juga maksiat akan menghalangi Rezeki. Jika ketakwaan adalah penyebab datangnya rezeki, maka meninggalkan ketakwaan berarti menimbulkan kefakiran. Rasulullah SAW. pernah bersabda, “Seorang hamba dicegah dari rezeki akibat dosa yang diperbuatnya.” (HR. Ahmad)
Karena itu, kita harus meyakini bahwa takwa adalah penyebab yang akan mendatangkan rezeki dan memudahkan rezeki kita. Jika saat ini kita merasakan betapa sulitnya mendapatkan rezeki Allah, maka tinggalkan kemaksiatan! Jangan kita penuhi jiwa kita dengan debu-debu maksiat.
Selain itu maksiat juga membuat kita punya jarak dengan Allah. Kita akan merasa terkucilkan baik rejeki maupun kehidupanya, di bayangan kita akan timbul rasa dosa yang luar biasa hebatnya. Diriwayatkan ada seorang laki-laki yang mengeluh kepada seorang arif tentang kesunyian hatinya. Sang arif berpesan, “Jika kegersangan hatimu akibat dosa-dosa, maka tinggalkanlah perbuatan dosa itu. Dalam hati kita, tak ada perkara yang lebih pahit daripada kegersangan dosa di atas dosa.”
Maksiat juga akan membuat jarak dengan orang-orang baik. Semakin banyak maksiat yang dilakukan, akan semakin jauh pula jarak kita dengan orang-orang baik. jiwa terasa kesepian, gersang tanpa sentuhan orang-orang baik itu, akan berdampak pada hubungan kita dengan keluarga, istri, anak-anak dan bahkan hati nuraninya sendiri.
Maksiat membuat sulit semua urusan. Jika ketakwaan dapat memudahkan segala urusan, maka kemaksiatan akan mempesulit segala urusan pelakunya. Ketaatan adalah cahaya, sedangkan maksiat adalah kegelapan. Sebenarnya perbuatan baik akan mendatangkan kecerahan dan cahaya pada hati, kekuatan badan dan kecintaan. Sebaliknya, jika perbuatan buruk akan mengundang ketidak ceriaan pada raut muka, kegelapan di dalam kubur dan di hati, kelemahan badan, serta dijauhkan semua rezeki dan kebencian semua makhluk. Jika gemar bermaksiat, semua urusan kita akan menjadi sulit semua makhluk alam semesta membencinya. Air tidak ridho kita minum. Makanan yang kita makan tidak suka. Orang-orang tidak mau berurusan dengan kita karena benci.
Maksiat melemahkan hati dan badan, Kekuatan seorang mukmin terlihat dari kekuatan hatinya. Mampu tidak dia menahan godaan Jika hatinya kuat, maka kuatlah badannya. Tapi pelaku maksiat, meskipun badannya kuat, sesungguhnya dia sangat lemah. Tidak ada kekuatan dalam dirinya.
Maksiat juga akan menghalangi untuk berbuat taat. Orang yang melakukan dosa dan maksiat cenderung untuk tidak taat. Orang yang berbuat masiat seperti orang yang satu kali makan, tetapi mengalami sakit berkepanjangan. Sakit itu menghalanginya dari memakan makanan lain yang lebih baik. Begitulah. Jika kita hobi berbuat masiat, kita akan terhalang untuk berbuat taat. Kalau sudah seperti itu semua larangan Agama akan di lewati begitu saja.
Maksiat memperpendek umur dan menghapus keberkahan. umur manusia dihitung dari masa hidupnya. Padahal, tidak ada kehidupan kecuali jika hidup itu dihabiskan untuk ketaatan, ibadah, cinta, dan dzikir kepada Allah serta mencari keridhaan-Nya. Misal jika usia kita saat ini 40 tahun. Tiga perempatnya diisi dengan perbuatan maksiat. Dalam hitungan keimanan, usia kita tak lebih hanya 10 tahun saja. Yang 30 tahun adalah kesia-siaan dan tidak memberi berkah manfaat sedikitpun. Inilah maksud pendeknya umur pelaku maksiat.
Maksiat mematikan bisikan hati nurani. Maksiat dapat melemahkan hati dari kebaikan. Dan sebaliknya, akan menguatkan kehendak untuk berbuat maksiat yang lain. Maksiat pun dapat memutuskan keinginan hati untuk bertobat. Inilah yang menjadikan penyakit hati paling besar: kita tidak bisa mengendalikan hati kita sendiri. Hati kita menjadi liar mengikuti jejak maksiat ke maksiat yang lain.
Hati kita akan melihat maksiat begitu indah. Tidak ada keburukan sama sekali.Tidak ada lagi rasa malu ketika berbuat maksiat. Jika orang sudah biasa berbuat maksiat, ia tidak lagi memandang perbuatan itu sebagai sesuatu yang buruk. Bahkan, dengan rasa bangga ia menceritakan kepada orang lain dengan detail semua maksiat yang dilakukannya. Dia telah menganggap ringan dosa yang dilakukannya. Padahal dosa itu demikian besar di mata Allah SWT.
Maksiat menimbulkan kehinaan, itu tidak lain adalah akibat perbuatan maksiat sehingga Allah pun menghinakannya.
“Dan barangsiapa yang dihinakan Allah, maka tidak seorang pun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki.” (Al-Hajj:18).
Sedangkan kemaksiatan itu akan melahirkan kehinadinaan. Karena, kemuliaan itu hanya akan muncul dari ketaatan kepada Allah swt. “Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah-lah kemuliaan itu….” (Al-Faathir:10).
Firman Allah yang lain, “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutup hati mereka.” (Al-Muthaffifiin:14).
Pelaku maksiat mendapat lahknat dari Rasulullah SAW. Mengubah petunjuk jalan, padahal petunjuk jalan itu sangat penting (HR Bukhari); melakukan perbuatan homoseksual (HR Muslim); menyerupai laki-laki bagi wanita dan menyerupai wanita bagi laki-laki; mengadakan praktik suap-manyuap (HR Tarmidzi), dan sebagainya. Karena itu, tinggalkanlah semua itu! Allah SWT. Asalakan mereka mau bertobat dengan sungguh-sungguh dalam berfirmanNYA,
“(Malaikat-malaikat) yang memikul ‘Arsy dan malaikat yang berada di sekelilingnya bertasbih memuji Tuhannya dan mereka beriman kepada-Nya serta memintakan ampun bagi orang-orang yang beriman seraya mengucapkan: ‘Ya Tuhan kami, rahmat dan ilmu Engkau meliputi segala sesuatu, maka berilah ampunan kepada orang-orang yang bertobat dan mengikuti jalan Engkau dan peliharalah mereka dari siksaan neraka yang menyla-nyala. Ya Tuhan kami, dan masukkanlah mereka ke dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka dan orang-orang yang shalih d iantara bapak-bapak mereka, istri-istri mereka, dan keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Dan peliharalah mereka dari (balasan) kejahatan.” (Al-Mukmin: 7-9)
Maksiat melenyapkan rasa malu. Padahal, malu adalah pangkal kebajikan. Jika rasa malu telah hilang dari diri kita, hilangkah seluruh kebaikan dari diri kita. Rasulullah bersabda, “Malu itu merupakan kebaikan seluruhnya. Jika kamu tidak merasa malu, berbuatlah sesukamu.” (HR. Bukhari)
Yang jelas maksiat yang kita lakukan adalah merupakan bentuk meremehkan Allah. Jika kita melakukan maksiat, disadari atau tidak, rasa untuk mengagungkan Allah perlahan-lahan lenyap dari hati kita. Ketika kita bermaksiat, kita sadari atau tidak, telah menganggap remeh adzab Allah. Kita mengacuhkan bahwa Allah Maha Melihat segala perbuatan kita. Sungguh ini kedurhakaan yang luar biasa! Maksiat memalingkan perhatian Allah atas diri kita. Allah akan membiarkan orang yang terus-menerus berbuat maksiat berteman dengan setan. Allah berfirman,
“Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Al-Hasyir: 19)
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syura: 30)
Maksiat memalingkan diri kita dari sikap istiqamah. Kita hidup di dunia ini sebenarnya bagaikan seorang pedagang. Dan pedagang yang cerdik tentu akan menjual barangnya kepada pembeli yang sanggup membayar dengan harga tinggi. Siapakah yang sanggup membeli diri kita dengan harga tinggi selain Allah? Allah-lah yang mampu membeli diri kita dengan bayaran kehidupan surga yang abadi. Jika seseorang menjual dirinya dengan imbalan kehidupan dunia yang fana, sungguh ia telah tertipu! segala sesuatu yang ada di dunia memang memabukkan dan membuat kita lupa diri. demikian juga maksiat dan kebaikan. alangkah beruntungnya bila kita membiasakan berbuat baik, yang insya Allah akan mendatangkan perbuatan baik lainnya.
Banyak cara agar kita terhindar dari perbuatan yang demikian tergantung niatnya mau berusaha atau tidak ? kalau perbuatan demikian dianggap suatu prestasi akan susah untuk menghindari seolah sudah menjadi candu. Nabi Muhammad SAW sendiri pernah memberikan kiat jitu, agar memperkuat iman dalam dada. Inilah sabda beliau yang sangat terkenal dikalangan orang-orang beriman:
“Tidak (akan) berzina orang yang berzina ketika akan berzina ia beriman. Tidak(akan) mencuri orang yang mecuri ketika akan mencuri ia beriman. Dan tidak (akan) meminum arak ketika akan meminumnya ia beriman.” (Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim)
Hubungan seksual itu boleh dan halal asalkan dilakukan bersama pasangan yang sah, yang diikat tali pernikahan. Kalau hubungan seks itu dilakukan bersama pasangan tanpa ikatan tali pernikahan, itu disebut zina. Dan inilah yang dilarang, mencoba melanggarnya berarti dia berani merintis jalan masuk neraka kelak di alam akherat. Seperti firman Allah berikut ini:
“Dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya dia dapat (pembalasan) dosanya, akan dilipat-gandakan azab (siksa) untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal dalam azab itu dalam keadaan terhina.” (Qur’an surat al-Furqan: 68-69).
Jadi seseorang itu tidaklah akan melakukan zina jika pada waktu akan berzina imannya lebih dominan ketimbang nafsunya. Begitu juga tidak akan mencuri, tidak akan minum arak, tidak akan korupsi, kalau saja ketika akan melakkukan maksiat-maksiat itu imannya sedang kuat-kuatnya (lebih dominant atau sempurna). Lantaran pada saat itu imannya tidak sempurna, tidak kuat, tidak lebih dominan dibanding maksiat yang akan dilakukannya, maka lunturlah perasan takutnya akan dosa yang ada dibalik perbuatan maksiat tersebut. Sehingga begitu mudah dia melakukannya, akhirnya dia menjadi pelaku pelanggaran larangan Allah SWT. Hal ini juga bisa terjadi akibat dari selalu menuruti keinginan hawa nafsu yang lebilh dominant ketimbang iman yang ada di dalam hatinya.
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar