Cari Blog Ini

Rabu, 02 Juni 2010

WARIA = Wanita Pria

.
Gaya yang kenes, centil dengan tubuh ramping rambut panjang terurai berbalut busana feminim nampak seksi, dihiasi asesoris yang tidak kalah menariknya dengan wanita pada umumnya dengan jalan melenggak lenggok seperti pragawati. Itulah prilaku Waria “ Wanita Pria”. Banyak cerita tidak enak mengenai waria ini, kadang sebagaian orang membencinya dengan mencibir bahkan memperlakukan tidak sewajarnya sebagai manusia dan selalu di pandag kotor. Tetapi tidak sedikit yang merasa iba atau terharu.

Waria adalah suatu bentuk kejadian yang marak di Indonesia bahkan sudah terorganisir. Di berbagai sudut kehidupan bahkan di layar televisi sering kali kita diperlihatkan tontonan yang menyajikan waria dengan gaya khasnya. Bahkan sudah menjadi keharusan kalau tanpa kehadiaran waria acara tersebut tidak diminati pemirsanya.

Ini merupakan sajian tontonan yag dipaksakan. Padahal prilaku mereka adalah perbuatan yang keliru, yaitu menyalah gunakan kodrat manusia yang ada, dan juga karena waria adalah sebuah prilaku menyimpang yang dianggap jijik dan jorok oleh sebagaian masyarakat. Selain itu praktek waria ini juga sudah menyalahi kaidah-kaidah moral yang berlaku di dalam masyarakat dan agama (Islam) tentunya. Dimana di dalam kaidah-kaidah moral, perempuan itu ada batasan-batasannya, begitu pula laki-laki. Jadi sangat tidak etis jika seseorang laki-laki tampil di depan publik dengan berpakaian atau bergaya perempuan.

Pengertian Waria dalam Islam adalah seseorang yang berkelamin ganda, nah orang ini dalam fiqih, mengenai shalat ia dapat mengimami perempuan tetapi tidak dapat mengimami laki-laki. Fenomena yang sekarang ini bahwa laki-laki yang menyerupai perempuan atau perempuan yang menyerupai laki-laki sudah jelas dibahas, hukumnya dilaknat Allah. Tetapi seandainya yang menyerupai waria adalah karena penyakit penyembuhanya adalah dengan kesadaran diri bahwa dirinya adalah laki-laki.

Dalam berbagai diskusi masalah waria tidak mendapatkan porsi yang cukup malah kurang sekali dibanding dengan hukum-hukum lainya, kalah dengan soal kelompok-kelompok islam yang di anggap sesat. Padahal fenomena ini sudah sangat menjamur bahkan dimana-mana selalu ada waria dan kebanyakan bukan factor bawaan genetic keturunan melainkan waria jadi-jadian yang bertebaran di jalanan.

Kejadian ini bukan terjadi pada saat ini saja sejak zaman Nabi-nabi dahulu, fenomena orang lelaki memyerupai perempuan itu sudah ada. Bahkan beberapa hadits sangat keras melaknatnya. Salah satunya berbunyi :

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ اْلمُتَشَبِّهِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَاْلمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

“Rasulullah melaknat orang laki-laki yang menyerupai perempuan dan orang perempuan yang menyerupai laki-laki” (H.R. Bukhari)

Pada waktu itu datang seorang sahabat kepada Nabi bersama seorang waria. Saat itulah Nabi bersabda sebagaimana hadits di atas. Saat itu Nabi ditanya seorang shahabat apakah dia harus dibunuh? Nabi menjawab agar ia diasingkan saja. Pengasingan diambil agar Ia selamat dari cemoohan dan perlakuan diskriminasi dari masyarakat Arab yang memang keras saat itu. Kedua, waria yang diasingkan tersebut adalah lelaki yang memang sengaja mengubah dirinya menjadi wanita. Bukan faktor bawaan sejak kecil yang di luar kontrol dirinya. Inilah yang dikecam keras oleh Islam. Ketiga, pelarangan Nabi tersebut sebagai upaya menjaga keberlangsungan kehidupan manusia (hifdh al-nasl). Bagaimana jadinya jika seluruh pria di muka bumi ini menjadi waria? Mungkin kelangsungan hidup manusia akan terputus, karena proses keturunan akan macet.

Penyimpangan seksual seperti homoseksual sudah ada sejak zaman Nabi Luth, dan ALLAH S.W.T mengabadikan kisah kaum Luth itu di dalam Al-Qur’an.

“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika ia berkata pada kaumnya: mengapa kamu mengerjakan perbuatan Fahisyah (berzina, homoseksual) itu sedang kamu melihat (Nya)?”

Dan lanjutan ayat itu adalah, ALLAH S.W.T mengingatkan lebih tegas,

“Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafasmu, bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatan),” (Qs An-Naml:55).

Memang ada orang yang sengaja menjadi waria karena semacam kodrat yang datang dengan sendirinya, tanpa dibentuk. Penentangan hadist tersebut terhadap wanita pria justru pada mereka yang merubah keadaannya menjadi waria dengan sengaja dan sadar. Karenanya, waria yang lahir secara naluriah tanpa sengaja dibentuknya, tidak termasuk dalam hadist tersebut

Lain halnya dengan laki-laki yang sengaja merubah dirinya menjadi perempuan, apalagi merubahnya dengan alasan ekonomi dan menjadi PSK seperti yang banyak kita jumpai di berbagai sudut kota. Seperti halnya yang diserukan oleh Nabi. Tentu saja terapi tersebut tidak dapat dilakukan dengan sendirinya, tetapi memerlukan bantuan dari masyarakat luas. Pengakuan masyarakat terhadap keberadaan dirinya sangat membantu proses terapi tersebut.

Dalam Al-Qur’an sendiri di katakan Maha besar Allah yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya tanpa rasa letih. menciptakannya dengan sempurna tanpa kegagalan. yang menciptakannya saling berpasang-pasangan.
Allah -Ta'ala Berfirman :

سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ

"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui." (QS Yaasiin : 36)

Jelas ayat tersebut menerangkan tentang "pasangan" umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan "maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" dalam ayat di atas memiliki arti yang lebih luas. Dengan demikian Allah tidak menciptakan waria kalaupun ada itu adalah merupakan penyakit yang bisa di sembuhkan. Dan jangan berpura-pura jadi waria ingat Firman Alloh SWT :

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.(Q.S. At-Tiin [95]: 4-6)

Selama ini nasib kaum waria selalu terisolasi, termarjinalkan cenderung apatis, reaktif dan dalam melihat keberadaan kaum waria. Dalam keseharian kaum waria selalu dijejali dengan sangkaan buruk, hinaan, ejekan dan cacian yang menyebabkan kaum waria sendiri menyisih ke ruang-ruang marjinal (jalanan, daerah kumuh, tampat-tampat prostitusi)

Waria itu sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Kelamin ganda disebut khuntsa dan transeksualis/ bencong disebut mukhannats. Jika melihat pada sunnah Rasul, jelas sekali bahwa Rasulullah SAW tidak pernah menghinakan harkat derajat kaum waria, baik yang khuntsa maupun yang mukhannats. Ada berbagai macam cara untuk penanganan kasus waria; misal, untuk penentuan status gender adalah berdasarkan kecenderungan paling dominan (baik fisik maupun psikis) dari waria bersangkutan. Berdasarkan hadits Nabi;

“Dikabarkan oleh ‘Ubaidillah bin Musa dari Israil dai ‘Abd Al-A’la bahwa dia mendengar Muhammad bin Ali bercerita kepada ‘Ali bahwa tentang seorang laki-laki yang mempunyai kelamin perempuan tentang bagaimana ia mendapat warisan, maka ia berkata “Melihat dari mana ia kencing” (H.R. Al-Darimy).

Dalam menangani kasus transeksualitas, hadist Nabi berikut bisa menjadi rujukan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Khurairah bahwa Nabi Muhammad SAW bertemu dengan seorang mukhannats yang telah dicelupkan kedua tangan dan kedua kakinya, kemudian orang yang mencelupkan mukhannats itu berkata:

”Hai Rasulullah, sesungguhnya orang ini telah menyerupai perempuan (bertingkah laku sebagaimana perempuan).” Nabi mengusirnya ke kota Naqi’ kemudian seorang itu bertanya; “ya Rasulullah, bolehkah saya membunuhnya?” Lalu Rasulullah pun menjawab: ”Sesungguhnya aku melarang untuk membunuh orang-orang yang shalat.” (H.R. Abu Dawud).

Dari hadits diatas tersirat bahwa mukahnnast adalah perbuatan terlaknat dan haram secara fiqih. Tapi meski begitu ia tetap memiliki hak asasi sebagai manusia, dan Rasulullah mengusir waria mukhannats itu dengan maksud terapi, suatu usaha edukatif agar si waria menyadari abnormalitas dirinya dan kemudian berusaha memperbaiki dirinya sendiri. Upaya ini tentunya juga adalah tanggung jawab para psikolog, pemerintah, kaum agamawan (ulama) dan segenap lapisan masyarakat pada umumnya.

Seandainya agama sebagai factor utama mengapa seseorang menjadi homoseksual atau tidak. Karena menurut mereka pendidikan agama sejak dini akan memperkecil perkembangan homoseksual, pendapat ini sedikit menjadi pertanyaan besar dengan melihat kondisi masyarakat yang teguh memeluk agama, khususnya agama islam, mengapa masih terjadi penyimpangan?. Masalah sek dan jenis kelamin, islam menekankan pentingnya kesadaran diri terhadap peran jenis (Gender) sesuai jenis kelaminnya. Dengan upaya ini, perkembangan Psikoseksual anak sejak dini tetap berada dalam jalur normal, sehingga resiko penyimpangan seksual dapat di antisipasi.

1 komentar:

  1. assalamualaikum....

    "Dalam menangani kasus transgender (waria), hadist Nabi berikut bisa menjadi rujukan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Khurairah bahwa Nabi Muhammad SAW bertemu dengan seorang mukhannats yang telah dicelupkan kedua tangan dan kedua kakinya, kemudian orang yang mencelupkan mukhannats itu berkata:

    ”Hai Rasulullah, sesungguhnya orang ini telah menyerupai perempuan (bertingkah laku sebagaimana perempuan).” Nabi mengusirnya ke kota Naqi’ kemudian seorang itu bertanya; “ya Rasulullah, bolehkah saya membunuhnya?” Lalu Rasulullah pun menjawab: ”Sesungguhnya aku melarang untuk membunuh orang-orang yang shalat.” (H.R. Abu Dawud)."

    diuraian di atas terdapat kalimat telah dicelupkan kedua tangan dan kakinya...apa artinya pak??

    thanks be4!

    BalasHapus