Cari Blog Ini

Selasa, 29 Juni 2010

Gangguan Jiwa atau Orang Gila

.
Rambut acak – acakan, badan tak terurus, kumal, tanpa pakaian, berjalan dengan kekehan tanpa sebab sambil menggaruk – garukkan tangan ke kepala. Itu yang kita sering lihat di jalan atau di keramaian pasar. Melakukan sesuatu di luar kewajaran, di luar apa yang menjadi kebiasaan, norma, atau aturan orang kebanyakan. ini definisi terumum mengenai gila.

Apa pun reaksi spontan Anda, itulah cerminan persepsi Anda terhadap orang yang sakit jiwa. Penyakit jiwa, sampai saat ini masih dianggap sebagai penyakit yang memalukan, menjadi aib bagi si penderita dan keluarganya. Masyarakat kita menyebut penyakit jiwa pada tingkat yang paling kronis, seperti hilang ingatan, dengan sebutan yang sebenarnya sangat kasar seperti: sinting, otak miring atau gila (istilah yang menurut seorang psikolog sudah tidak dipakai lagi dalam dunia psikologi) serta sebutan-sebutan kasar lainnya.

Gila yang saya maksud disini adalah Gila dalam konotasi yang sebenarnya. Gila yang dianggap menjijikan, gila yang dijauhi masyarakat, gila yang membuat banyak orang menunjukan pandangan jengahnya terhadap sesuatu. Bukan gila yang di gunakan sebagai parameter keunikan sesuatu seperti : “Gila lu, yang bener?”

Orang-orang sakit jiwa yang sering kita lihat berkeliaran di jalan-jalan, di pasar-pasar dan di keramaian, tentunya mereka juga punya keluarga. Namun, mungkin karena faktor ekonomi, sosial atau faktor lainnya, mereka tidak dirawat dan ditelantarkan oleh keluarganya. Akibatnya, kondisinya semakin parah sampai tidak mungkin bisa disembuhkan lagi. Kalaupun bisa mungkin sangat sulit dan memakan waktu lama. Dan masyarakat pun menganggapnya sebagai manusia hina, kotor dan tak berharga, sampah sosial yang hanya pantas jadi bahan tertawaan, cemoohan dan hinaan. Tragis nian nasib mereka.

Memang kehidupan modern dewasa ini telah tampil dalam dua wajah yang antagonistik. Di satu sisi modernisme telah berhasil mewujudkan kemajuan yang spektakuler, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sisi lain, ia telah menampilkan wajah kemanusiaan yang buram berupa kemanusiaan modern sebagai kesengsaraan rohaniah. Modernitas telah menyeret manusia pada kegersangan spiritual. Ekses ini merupakan konsekuensi logis dari paradigma modernisme yang terlalu bersifat materialistik dan mekanistik, dan unsur nilai-nilai normatif yang telah terabaikan. Hingga melahirkan problem-problem kejiwaan yang variatif.

Kemudian bagaimana pandangan ajaran Islam tentang orang gila,? tentu saja mereka di bebasakan dari segala kewajiban perintah Allah.SWT seperti larangan menjalankan Hukum. Seperti salah satu contoh kisah pada jaman Nabi yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh r.a berkata :

"Seorang laki-laki datang menemui Rasulullah saw. saat itu beliau berada di masjid. Laki-laki itu memanggil beliau, 'Wahai Rasulullah, aku telah berzina!' Namun Rasulullah saw. berpaling darinya, sehingga ia mengulangi pengakuannya sampai empat kali. Setelah ia bersaksi atas dirinya sebanyak empat kali persaksian Rasulullah memanggilnya dan bertanya, 'Apakah engkau gila?' Ia menjawab, ' Tidak!' 'Apakah engkau sudah menikah?' tanya beliau. 'Sudah!' katanya. Maka Nabi saw. berkata, 'Bawa dia dan rajamlah'," (HR Bukhari [V/68]).

Maka :

1. Apabila orang gila laki-laki ataupun perempuan terkena hukum hudud maka hukuman tidak dijalankan atasnya. Karena pena telah diangkat atasnya hingga ia sembuh. Oleh karena itulah Rasulullah saw. bertanya kepada laki-laki tersebut, "Apakah engkau gila?"
2. Di antara para sahabat yang memutuskan hukum ini ialah Ali bin Abi Thalib r.a dan disetujui oleh Umar r.a.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Abbas r.a, ia berkata,

"Dihadapkan kepada Umar seorang wanita gila yang berzina. Beliau bermusyawarah dengan beberapa orang untuk memutuskan hukumnya. Umar memerintahkan agar wanita itu dirajam. Lalu wanita itu dibawa dan kebetulan melintas di hadapan ALi bin Abi Thalib r.a. Beliau bertanya, 'Ada apa dengan perempuan ini?' Mereka menjawab, 'Ia adalah perempuan gila dari bani Fulan telah berzina. Umar memerintahkan agar ia dirajam.' Ali berkata, 'Lepaskanlah ia.' Kemudian Ali mendatangi Umar dan berkata, 'Wahai Amirul Mukminin, tidakkah engkau ketahui bahwa pena telah diangkat atas tiga macam orang: atas orang gila hingga ia sembuh, atas orang tidur hingga bangun, atas anak kecil hingga ia baligh.' Umar menjawab, 'Tentu saja.' Ali berkata, 'Kalau begitu bebaskan ia.' Umar berkata, 'Ya, bebaskan ia.' Maka Ali pun bertakbir'."Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Ali berkata, "Tidakkah engkau ingat bahwa Rasulullah saw. bersabda, 'Diangkat pena atas tiga orang. orang gila yang tidak beres akalnya hingga ia sembuh, orang tidur hingga ia bangun, anak kecil hingga ia baligh'." Umar menjawab, "Benar!" Ali berkata, "Kalau begitu bebaskanlah!" (Shahih, HR Abu Dawud [4399]).

Maka sangat tidaklah pantas apabila kita mengejek atau memperlakukan orang Gila, seandainya kita tidak suka janganlah kita menghinanya. Mereka seperti itu bukan karena keinginannya. Lebih karena kondisi atau memang sudah menjadi jalan hidupnya “qodar“.

Jumat, 25 Juni 2010

Kaum Homoseksual dan Lesbian

.
Islam memandang cinta sebagai fitrah dan anugerah manusia, dan merupakan hubungan suci yang melekat di antara hati. Perasaan cinta dari segi zat dan bentuknya secara manusiawi sangat wajar untuk di cintai dan mencintai, dan perasaan ini sangat normal di miliki oleh setiap manusia. Jika memandang yang indah tidak bisa dipungkiri kalau itu indah dan itu tentu sudah ada yang mendesainnya dan dia adalah Allah SWT. Jika kita kagum kepada keindahan, maka akan tambah kagum kepada sang pencipta keindahan.

Cinta adalah merupakan sebuah amalan dan perasaan hati yang akan terwujud secara lahiriah, apabila kemunculan cinta tersebut sesuai dengan ridho Allah akan menjadi ibadah. Tetapi sebaliknya bila tidak sesuai ridho-Nya akan di golongkan menjadi perbuatan maksiat.

Banyaknya penyimpangan cinta seperti cinta terhadap sesama jenis dengan di dasari nafsu birahi, seperti munculnya sebutan Homo dan lesbian. Kata-kata itu sangat tidak asing di telinga kita dan sudah sangat umum serta dapat dimengerti dengan baik oleh setiap orang.

Menyukai sesama jenis, laki-laki mencintai laki-laki atau wanita mencinta wanita sangat tidak bisa dikatakan normal. Mencintai di sini bukan mencintai dalam arti persaudaraan, tapi mencintai secara birahi. Mungkin ada gangguan jiwa pada orang tersebut. Di kalangan homo, salah satu pasangan ada yang berperan sok jadi wanita alias banci, wadam, atau wanita jadi-jadian. Tapi tak jarang juga kaum homo ini adalah lelaki tulen yang memang dia lebih menyukai sesama laki-laki sebagai penyaluran hasratnya.

Di jaman yang mulai bergeser ke arah sekuler (memisahkan agama dari kehidupan) sangat berpotensi untuk timbul berbagai penyakit kesusilaan. Nggak heran banget, karena pola hidup mereka yang bebas antara lawan jenis, bisa membikin jenuh juga. Aurat cewek-cowok diobral di mana-mana. Nggak ada sesuatu pun dalam dirinya yang dianggap privacy. Jadilah lama-lama mereka merasa bosan juga melihat pemandangan yang itu-itu melulu. Keindahan tubuh perempuan yang montok dan keindahan tubuh pria yang macho jadi nggak bikin minat lagi. Jadilah naluri seksual itu dilampiaskan ke sesama jenis, hiiiii…naudzhubillah.

Homoseksual dan Lesbian adalah sebuah pengingkaran terhadap hakikat alami dan utama dari makhluk hidup yaitu berkembang biak, makhluk hidup itu jangankan manusia, tumbuhan saja berkembang biak, meski caranya tentu berbeda dengan manusia. Bayangkan apabila sebagian besar makhluk hidup terutama manusia di dunia ini adalah homoseksual? Siapa yang akan melanjutkan keturunan? Darimana bisa lahir generasi baru yang kemudian akan meneruskan eksistensi manusia di alam ini jika tak ada percampuran antara dua jenis kelamin berbeda?

Allah SWT telah menciptakan manusia itu dari dua jenis, yakni laki-laki dan wanita. Tidak ada jenis ketiga. Dalam proses penciptaan itu manusia dilengkapi dengan potensi-potensi kehidupan salah satunya adalah nafsu birahi. Yang laki-laki senang terhadap perempuan, begitupun sebaliknya. Jadi kalau ada orang yang sama sekali tidak punya nafsu birahi, berarti masih diragukan keaslianya sebagai manusia.

Dorongan seksual pada seseorang merupakan reaksi dari faktor eksternal bila antena indera menangkap rangsangan berupa gambar, cerita porno dan penampilan yang menyentuh sayaraf seks. Makanya, bila nggak disalurkan bisa mengakibatkan kegelisahan jiwa yang ujung-ujungnya mencari tempat aman untuk ngelakuin anuan.....

Jadi berdasarkan sunatullah ini, otomatis manusia yang berlainan jenis kemudian hidup sebagai makhluk heteroseksual, yakni saling tertarik sama lawan jenis, sehingga bila ada orang yang cuma bisa nempel dengan sesama jenis, jelas ini adalah kelainan yang sangat berbahaya. Bila dibiarkan hidup dan berkembang, alamat murka Allah tak mustahil terjadi seperti apa yang pernah dialami kaum Nabi Luth. Naudzu billahi min dzalik!

Homo atau liwath itu sudah terjadi sejak zaman Nabi Luth. Ketika itu Allah SWT sudah memberi peringatan agar mereka para pendosa itu segera bertaubat. Bukannya tobat, eh… malah mereka naksir malaikat yang menjelma menjadi manusia yang tampan dan bertamu ke rumah Nabi Luth. Karena rasa tanggung jawabnya terhadap kaumnya sampai nabi Luth menawarkan putri-putrinya untuk mereka peristri sebagai ganti tamu-tamuya, karena mengkawatirkan dirinya dan tamunya dari aib yang sangat jelek sebagaimana yang dikisahkan dalam surat Hud ayat 78 – 80.

"Dan datanglah kepadanya kaumnya dengan bergegas-gegas. Sejak dahulu mereka selalu melakukan perbuatan-perbuatan yang keji. Luth berkata, ‘Hai kaumku, inilah puteri-puteriku mereka lebih suci bagimu, maka bertakwalah kepada Allah dan janganlah kamu mencemarkan (nama)ku terhadap tamuku ini. Tidak adakah di antaramu seorang yang berakal?"

Mereka menjawab :

"Sesungguhnya kamu telah tahu bahwa kami tidak mempunyai keinginan terhadap puteri-puterimu, dan sesungguhnya kamu tentu mengetahui apa yang sebenarnya kami kehendaki’. Luth berkata, ‘Seandainya aku mempunyai kekuatan (untuk menolakmu) atau kalau aku dapat berlindung kepada keluarga yang kuat (tentu aku lakukan)"

Jelas saja Allah murka dengan manusia jenis ini. Adzab Allah berupa dibaliknya bumi yang atas menjadi di bawah dan yang bawah menjadi di atas, kemudian dijatuhkanNya batu dari tanah yang terbakar menghunjami kaum pendosa itu. Naudhubillah. Allah Swt. telah berfirman yang artinya :

“Maka tatkala datang azab Kami, Kami jadikan negeri kaum Luth itu yang di atas ke bawah (Kami balikkan), dan Kami hujani mereka dengan batu dari tanah yang terbakar dengan bertubi-tubi,” (QS Huud [11]: 82)

Di surat lain Allah Swt. juga berfirman dalam surat Al-Anbiyaa’ [21]: 74)

“Dan kepada Luth, Kami telah berikan hikmah dan ilmu, dan telah Kami selamatkan dia dari (azab yang telah menimpa penduduk) kota yang mengerjakan perbuatan keji. Sesungguhnya mereka adalah kaum yang jahat lagi fasik”

Di masa Rasulullah dan para khalifah penggantinya, hukum bagi homoseks adalah bunuh. Ya, hukuman yang bakal dikenakan kepada kaum homo dan lesbian ini adalah dibunuh (jika tidak mau disadarkan). Imam Syafi’i menetapkan pelaku dan orang-orang yang ‘dikumpuli’ (oleh homoseksual dan lesbian) wajib dihukum mati, sebagaimana keterangan dalam hadis, Rasulullah saw. bersabda,

“Barangsiapa yang mendapatkan orang-orang yang melakukan perbuatan kaum Nabi Luth (praktik homoseksual dan lesbian), maka ia harus menghukum mati; baik yang melakukannya maupun yang dikumpulinya.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al Baihaqi). (dalam Zainuddin bin Abdul ‘Aziz Al Malibaary, Irsyaadu Al ‘ibaadi ilaa Sabili Al Risyaad. Al Ma’aarif, Bandung, hlm. 110)

Seks oral yang mereka biasa lakukan pun memiliki resiko yang tinggi bila tidak mengindahkan kebersihan mulut dan tubuh. Mulut dan tangan yang kotor bisa membawa virus, bakteri, dan kuman penyebab penyakit lainnya masuk kedalam tubuh. Penyakit kelamin seperti herpes pun bisa tertular lewat cara ini. Karena biasanya kaum lesbian suka memainkan tangannya ke daerah alat vitalnya

Resiko terjadinya kerusakan alat vital dan organ seksual lainnya akibat penggunaan alat Bantu dengan tidak benar dan berlebihan bisa mengakibatkan kerusakan yang ujung-ujungnya penyakit mematikan.

Maka kita sebagai manusia yang normal harus bisa menjaga diri jangan sampai salah pilih berteman karena biasanya orang seperti itu susah sekali di kenali, kecuali oleh kelompoknya. Dari Ayat tersebut di atas sangatlah jelas betapa murkanya Allah terhadap golongan kaum Homo dan Lesbian. Dan itu wajib hukumya di bunuh. Tetapi di jaman sekarang ini sangat tidak mungkin itu di lakukan, andaikan tetap di laksanakan hukum tersebut maka akan berbondong-bondong Negara di seluruh dunia akan mengecamnya sebagai pelanggaran HAM berat. Walhasil, semakin bebas merajalela yang namanya kaum homoseksual dan lesbian

Peran kita sebagai umat muslim yang bisa di lakukan untuk memperbaiki umat manusia adalah dengan mengingatkan lewat berdakwah. Karena, hukum Islam tidak bisa diterapkan secara parsial atau setengah-setengah saja. Mari bersama-sama bergerak untuk menyadarkannya tentang bahaya perbuatan laknat tersebut. Karena sesungguhnya inilah biang kerok kerusakan yang banyak dipuja-puja masyarakat dunia. Homosek dan Lesbian hanya satu dari bejibun bentuk maksiat.

Islam saja yang memberi solusi sempurna bagi setiap permasalahan kehidupan termasuk dalam hal homoseksual dan lesbian ini. Dalam sistem yang jauh dari Islam seperti saat ini, tak ada yang bisa kita lakukan kecuali mendekatkan diri kepada Allah dan memperbayak beramal sholeh dan selalu menetapi pedoman kita yaitu Al-Qur’an dan sunnah Rosul.

Rabu, 02 Juni 2010

WARIA = Wanita Pria

.
Gaya yang kenes, centil dengan tubuh ramping rambut panjang terurai berbalut busana feminim nampak seksi, dihiasi asesoris yang tidak kalah menariknya dengan wanita pada umumnya dengan jalan melenggak lenggok seperti pragawati. Itulah prilaku Waria “ Wanita Pria”. Banyak cerita tidak enak mengenai waria ini, kadang sebagaian orang membencinya dengan mencibir bahkan memperlakukan tidak sewajarnya sebagai manusia dan selalu di pandag kotor. Tetapi tidak sedikit yang merasa iba atau terharu.

Waria adalah suatu bentuk kejadian yang marak di Indonesia bahkan sudah terorganisir. Di berbagai sudut kehidupan bahkan di layar televisi sering kali kita diperlihatkan tontonan yang menyajikan waria dengan gaya khasnya. Bahkan sudah menjadi keharusan kalau tanpa kehadiaran waria acara tersebut tidak diminati pemirsanya.

Ini merupakan sajian tontonan yag dipaksakan. Padahal prilaku mereka adalah perbuatan yang keliru, yaitu menyalah gunakan kodrat manusia yang ada, dan juga karena waria adalah sebuah prilaku menyimpang yang dianggap jijik dan jorok oleh sebagaian masyarakat. Selain itu praktek waria ini juga sudah menyalahi kaidah-kaidah moral yang berlaku di dalam masyarakat dan agama (Islam) tentunya. Dimana di dalam kaidah-kaidah moral, perempuan itu ada batasan-batasannya, begitu pula laki-laki. Jadi sangat tidak etis jika seseorang laki-laki tampil di depan publik dengan berpakaian atau bergaya perempuan.

Pengertian Waria dalam Islam adalah seseorang yang berkelamin ganda, nah orang ini dalam fiqih, mengenai shalat ia dapat mengimami perempuan tetapi tidak dapat mengimami laki-laki. Fenomena yang sekarang ini bahwa laki-laki yang menyerupai perempuan atau perempuan yang menyerupai laki-laki sudah jelas dibahas, hukumnya dilaknat Allah. Tetapi seandainya yang menyerupai waria adalah karena penyakit penyembuhanya adalah dengan kesadaran diri bahwa dirinya adalah laki-laki.

Dalam berbagai diskusi masalah waria tidak mendapatkan porsi yang cukup malah kurang sekali dibanding dengan hukum-hukum lainya, kalah dengan soal kelompok-kelompok islam yang di anggap sesat. Padahal fenomena ini sudah sangat menjamur bahkan dimana-mana selalu ada waria dan kebanyakan bukan factor bawaan genetic keturunan melainkan waria jadi-jadian yang bertebaran di jalanan.

Kejadian ini bukan terjadi pada saat ini saja sejak zaman Nabi-nabi dahulu, fenomena orang lelaki memyerupai perempuan itu sudah ada. Bahkan beberapa hadits sangat keras melaknatnya. Salah satunya berbunyi :

لَعَنَ رَسُوْلُ اللهِ اْلمُتَشَبِّهِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَاْلمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

“Rasulullah melaknat orang laki-laki yang menyerupai perempuan dan orang perempuan yang menyerupai laki-laki” (H.R. Bukhari)

Pada waktu itu datang seorang sahabat kepada Nabi bersama seorang waria. Saat itulah Nabi bersabda sebagaimana hadits di atas. Saat itu Nabi ditanya seorang shahabat apakah dia harus dibunuh? Nabi menjawab agar ia diasingkan saja. Pengasingan diambil agar Ia selamat dari cemoohan dan perlakuan diskriminasi dari masyarakat Arab yang memang keras saat itu. Kedua, waria yang diasingkan tersebut adalah lelaki yang memang sengaja mengubah dirinya menjadi wanita. Bukan faktor bawaan sejak kecil yang di luar kontrol dirinya. Inilah yang dikecam keras oleh Islam. Ketiga, pelarangan Nabi tersebut sebagai upaya menjaga keberlangsungan kehidupan manusia (hifdh al-nasl). Bagaimana jadinya jika seluruh pria di muka bumi ini menjadi waria? Mungkin kelangsungan hidup manusia akan terputus, karena proses keturunan akan macet.

Penyimpangan seksual seperti homoseksual sudah ada sejak zaman Nabi Luth, dan ALLAH S.W.T mengabadikan kisah kaum Luth itu di dalam Al-Qur’an.

“Dan (ingatlah kisah) Luth, ketika ia berkata pada kaumnya: mengapa kamu mengerjakan perbuatan Fahisyah (berzina, homoseksual) itu sedang kamu melihat (Nya)?”

Dan lanjutan ayat itu adalah, ALLAH S.W.T mengingatkan lebih tegas,

“Mengapa kamu mendatangi laki-laki untuk (memenuhi) nafasmu, bukan (mendatangi) wanita? Sebenarnya kamu adalah kaum yang tidak mengetahui (akibat perbuatan),” (Qs An-Naml:55).

Memang ada orang yang sengaja menjadi waria karena semacam kodrat yang datang dengan sendirinya, tanpa dibentuk. Penentangan hadist tersebut terhadap wanita pria justru pada mereka yang merubah keadaannya menjadi waria dengan sengaja dan sadar. Karenanya, waria yang lahir secara naluriah tanpa sengaja dibentuknya, tidak termasuk dalam hadist tersebut

Lain halnya dengan laki-laki yang sengaja merubah dirinya menjadi perempuan, apalagi merubahnya dengan alasan ekonomi dan menjadi PSK seperti yang banyak kita jumpai di berbagai sudut kota. Seperti halnya yang diserukan oleh Nabi. Tentu saja terapi tersebut tidak dapat dilakukan dengan sendirinya, tetapi memerlukan bantuan dari masyarakat luas. Pengakuan masyarakat terhadap keberadaan dirinya sangat membantu proses terapi tersebut.

Dalam Al-Qur’an sendiri di katakan Maha besar Allah yang telah menciptakan alam semesta beserta isinya tanpa rasa letih. menciptakannya dengan sempurna tanpa kegagalan. yang menciptakannya saling berpasang-pasangan.
Allah -Ta'ala Berfirman :

سُبْحَانَ الَّذِي خَلَقَ الْأَزْوَاجَ كُلَّهَا مِمَّا تُنْبِتُ الْأَرْضُ وَمِنْ أَنْفُسِهِمْ وَمِمَّا لَا يَعْلَمُونَ

"Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui." (QS Yaasiin : 36)

Jelas ayat tersebut menerangkan tentang "pasangan" umumnya bermakna laki-laki dan perempuan, atau jantan dan betina, ungkapan "maupun dari apa yang tidak mereka ketahui" dalam ayat di atas memiliki arti yang lebih luas. Dengan demikian Allah tidak menciptakan waria kalaupun ada itu adalah merupakan penyakit yang bisa di sembuhkan. Dan jangan berpura-pura jadi waria ingat Firman Alloh SWT :

Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya. kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.(Q.S. At-Tiin [95]: 4-6)

Selama ini nasib kaum waria selalu terisolasi, termarjinalkan cenderung apatis, reaktif dan dalam melihat keberadaan kaum waria. Dalam keseharian kaum waria selalu dijejali dengan sangkaan buruk, hinaan, ejekan dan cacian yang menyebabkan kaum waria sendiri menyisih ke ruang-ruang marjinal (jalanan, daerah kumuh, tampat-tampat prostitusi)

Waria itu sudah ada sejak zaman Rasulullah SAW. Kelamin ganda disebut khuntsa dan transeksualis/ bencong disebut mukhannats. Jika melihat pada sunnah Rasul, jelas sekali bahwa Rasulullah SAW tidak pernah menghinakan harkat derajat kaum waria, baik yang khuntsa maupun yang mukhannats. Ada berbagai macam cara untuk penanganan kasus waria; misal, untuk penentuan status gender adalah berdasarkan kecenderungan paling dominan (baik fisik maupun psikis) dari waria bersangkutan. Berdasarkan hadits Nabi;

“Dikabarkan oleh ‘Ubaidillah bin Musa dari Israil dai ‘Abd Al-A’la bahwa dia mendengar Muhammad bin Ali bercerita kepada ‘Ali bahwa tentang seorang laki-laki yang mempunyai kelamin perempuan tentang bagaimana ia mendapat warisan, maka ia berkata “Melihat dari mana ia kencing” (H.R. Al-Darimy).

Dalam menangani kasus transeksualitas, hadist Nabi berikut bisa menjadi rujukan. Diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Abu Khurairah bahwa Nabi Muhammad SAW bertemu dengan seorang mukhannats yang telah dicelupkan kedua tangan dan kedua kakinya, kemudian orang yang mencelupkan mukhannats itu berkata:

”Hai Rasulullah, sesungguhnya orang ini telah menyerupai perempuan (bertingkah laku sebagaimana perempuan).” Nabi mengusirnya ke kota Naqi’ kemudian seorang itu bertanya; “ya Rasulullah, bolehkah saya membunuhnya?” Lalu Rasulullah pun menjawab: ”Sesungguhnya aku melarang untuk membunuh orang-orang yang shalat.” (H.R. Abu Dawud).

Dari hadits diatas tersirat bahwa mukahnnast adalah perbuatan terlaknat dan haram secara fiqih. Tapi meski begitu ia tetap memiliki hak asasi sebagai manusia, dan Rasulullah mengusir waria mukhannats itu dengan maksud terapi, suatu usaha edukatif agar si waria menyadari abnormalitas dirinya dan kemudian berusaha memperbaiki dirinya sendiri. Upaya ini tentunya juga adalah tanggung jawab para psikolog, pemerintah, kaum agamawan (ulama) dan segenap lapisan masyarakat pada umumnya.

Seandainya agama sebagai factor utama mengapa seseorang menjadi homoseksual atau tidak. Karena menurut mereka pendidikan agama sejak dini akan memperkecil perkembangan homoseksual, pendapat ini sedikit menjadi pertanyaan besar dengan melihat kondisi masyarakat yang teguh memeluk agama, khususnya agama islam, mengapa masih terjadi penyimpangan?. Masalah sek dan jenis kelamin, islam menekankan pentingnya kesadaran diri terhadap peran jenis (Gender) sesuai jenis kelaminnya. Dengan upaya ini, perkembangan Psikoseksual anak sejak dini tetap berada dalam jalur normal, sehingga resiko penyimpangan seksual dapat di antisipasi.