Sobat
kita beruntung lahir dan besar di Negara Indonesia. Negara yang terkenal
mempunyai unggah ungguh tata krama dan sopan santun tingkat tinggi. Karena inilah
sifat unggulan penduduk bangsa Indonesia yang konon dikagumi oleh bangsa dan negara
lain. Sadar atau tidak ini menjadi nilai lebih buat kita.
Semua
itu terbukti dalam setiap peristiwa semisal dalam pemilihan presiden, Indonesia
idol atau dalam kontes-kontes yang sifatnya poling. Mereka berlomba menunjukan
pribadi yang sholehah…
Dalam
pemilihan pemimpin seperti kepala daerah atau kepala pemerintahan sudah tidak
diragukan lagi. Pengalaman yang terjadi di Negara kita orang yang sedikit dalam
tekanan penguasa atau apalah namanya pasti akan mendapatkan simpati yang luar
biasa. Kondisi ini sering dimanfaatkan oleh para calon kontestan untuk
mendapatkan simpati dengan menjual kesedihan seolah olah mereka teraniaya atau
mengalami kehidupan yang getir. Kalau kita pernah melihat kompetisi yang
sifatnya mencari bakat seperti Indonesia idol tidak sedikit para kontestas
menceritakan pengalaman hidupnya bila perlu dengan menangis dengan tujuan
mendapatkan belas kasian dari juri atau pendukungnya. Wallahu a’lam…….
Bagaimana
kalau kita menjumpai prilaku tersebut di lingkungan kerja ? Apalagi yang
melakukan itu rekan kerja kita. Sudah pasti kita merasa dongkol atau kecewa. Biasanya
orang yang berprilaku seperti itu menurut pengalaman yang saya alami mempunyai
sifat sedikit penjilat atau cari muka. Tapi memang sesungguhnya ada orang
seperti itu, yang memang benar-benar mempunyai latar belakang yang
memprihatinkan dalam perjalanan hidupnya. Orang seperti itu biasanya mempunyai
semangat kerja yang tinggi dan loyal terhadap perusahaan tanpa harus menghiba
atau memohon belas kasian.
Untuk
orang yang gemar menjual kesedihan di depan atasanya dengan maksud mendapatkan
simpati ini yang bisa digolongkan “cari muka atau penjilat”. Dia selalu
bercerita tentang perjalanan hidupnya yang mengenaskan baik itu masa kecil,
keluarga hingga dikhianati teman.
Rasullullah
SAW bersabda, “Menjilat bukanlah termasuk karakteristik moral seorang mukmin.”
(Kanzul Ummat, hadits 29364). Budaya menjilat bukan budaya seorang mukmin.
Bahkan, sebenarnya budaya ini lebih dekat pada karakter seorang munafik.
Seorang
penjilat sejatinya sedang membohongi dirinya sendiri. Apa yang dilakukannya
berlawanan dengan lubuk hatinya yang paling dalam. Ia rela melakukan apa saja
secara berlebihan demi mendapatkan perhatian dan pengakuan dari orang yang
dijilatnya. Biasanya yang menjadi korban penjilat adalah mereka yang tergolong
mapan dan superior, seperti atasan, pimpinan, pemegang kekuasaan dan keputusan.
Sebagaimana
kisah tersebut, Yunus bin Ya’qub menjilat pemimpin agamanya, agar dengan cara
itu ia mendapatkan pengakuan ketaatan dan ketulusan dari pemimpinnya. Namun,
sayangnya, ia berhadapan dengan seorang pemimpin yang bukan hanya tidak mau
dijilat, tapi juga melarang segala bentuk penjilatan.
Lalu
mengapa Islam melarang budaya menjilat?? Menjilat adalah salah satu bentuk
kehinaan. Padahal, Islam datang menjunjung tinggi kemulian dan kehiormatan
manusia. Sedangkan penjilat berusaha menghinakan dirinya dan merobohkan harkat
dan martabat manusia yang dibangun Islam.
Terkadang,
budaya menjilat ini timbul karena kesalahpahaman terhadap makna dan pengertian
tawadhu (rendh hati). Misalnya, seorang bawahan merasa perlu memuji atasannya
setinggi langit demi menunjukkan loyalitasnya terhadap sang atasan. Ironis
sekali kalau sang atasan mengangguk-anggukkan kepalanya alias mengamini dengan
berbagai pujian itu. Sementara hal yang dijadikan bahan pujian bawahannya itu
sebenarnya tidak terjadi.
Dengan
demikian, atasan ini telah membiarkan kebohongan dan kepura-puraan terhadap
dirinya terus berlangsung. Sesuatu yang tidak ada pada dirinya terus
berlangsung. Sesuatu yang tidak ada pada dirinya dikatakan ada. Bukankah ini
dusta yang besar?? Bukankah ini hal yang terlarang. Ali bin Abi Thalib pernah
berpesan, ”Memuji lebih dari yang seharusnya adalah penjilatan.” (Nahjul
Balaghah, hikmah 347). Karena itu, hindari sejauh mungkin segala tindakan yang
menjurus ke arah penjilatan.
Makanya
bagi sobat-sobat semua tidak usah berprilaku munafik, biarlah apa adanya Alloh
tau semua isi unek-unek dalam hatimu, kalau seperti itu namanya para sobat
kurang bersyukur..seperti firman Alloh SWT..
“Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai kurnia
yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak
mensyukuri(nya).” (QS.27:73)
“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan;
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu,
dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”(QS. 14:7)
Lagian
kalau kita mendapatkan rejeki dengan cara menjelek-jelekan rekan kita atau
dengan prilaku buruk Alloh punya pesan dalam firmanya,
“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki
yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika
benar-benar kepada-Nya kamu menyembah.“ (QS. 2:172)
Dan
apabila para sobat menjadi bos berprilakulah yang bijak jangan termakan dengan
rayuan bawahanmu yang penuh kebohongan.. Tentunya sebagai pimpinan taulah
karakter masing-masing bawahan. Gunakan naluri dan instingmu…