Sobatku saya ucapkan selamat menjalankan ibadah puasa bagi umat Islam di seluruh Indonesia. Puasa tahun ini serasa spesial karena di temanin tontonan piala dunia Brazil untuk sekedar pelengkap makan saur tanpa harus mengurangi kekhusuan dalam menjalankan kewajiban ibadah puasa.
Sembilan hari lagi kita juga akan menjalankan kewajiban sebagai warga negara Indonesia untuk memilih calon pemimpin bangsa kita Indonesia. Ada dua calon presiden yaitu Bapak Prabowo Subianto berpasangan dengan Bapak Hatta Rajasa dan Bapak H Joko Widodo dengan Bapak H Jusuf Kalla.
Itulah pilihan yang harus kita pilih kalau melihat baik dan buruknya tergantung kita cara melihatnya, tapi paling tidak kita memilih presiden yang terbaik. Dalam bahasa kaedah ushul dikenal dengan ahwanusy-syarrain
atau akhofudh-dhororoin : mencari syar’(keburukan) yang lebih ringan
atau yang dhoror(bahaya)nya lebih ringan.
Kita sangat setuju bahwa dalam Islam
wajib hukumya untuk mengangkat Imam (kepala Negara). Jangankah kepala Negara ,
tiga orang yang melakukan perjalanan (safar) harus ada seorang yang diangkat
menjadi amir (pemimpin), apalagi ini urusan masyarakat yang lebih banyak dan
lebih kompleks.
Namun, kewajiban mengangkat kepala
Negara, bukanlah sekedar adanya pemimpin. Tapi juga berhubungan dengan sistem
apa yang akan diterapkan oleh sang kepala Negara. Imam (Kepala Negara) diangkat
untuk mengurus urusan kaum muslim baik urusan dunia maupun agama. Dan kaum
muslim diurus bukan dengan sembarang hukum, tapi wajib dengan hukum Allah SWT.
Karena itu kewajiban mengangkat pemimpin tidak bisa dipisahkan dengan sistem
yang dijalankan sang pemimpin. Umat Islam wajib memilih pemimpin tentunya
pemimpin yang akan menjalankan berbagai aturan apalagi Indonesia yang
manyoritas beragama Islam sudah sewajarnya hukum Islam sebagai acuan utama
dalam system hukum negara, bukan hukum lain.
Sementara saat ini, siapapun kepala
negaranya dalam sistem demokrasi yang dianut sekarang oleh Indonesia, jelas
bukan untuk menjalankan hukum Islam, tapi hukum (konstitusi) sekuler yang
dibuat oleh manusia atas prinsip suara terbanyak di parlemen.
Dalam kondisi sekarang yang wajib
kita lakukan adalah mempersiapkan sistem negara yang mengacu pada hukum Islam, yang
dikenal dengan sistem Khilafah. Dalam sistem Khilafah yang berlaku adalah
syariah. Jadi siapapun pemimpin yang terpilih nanti wajib menjalankan peraturan
yang yang memihak Islami syukur sekali bila menjadi hukum resmi negara.
Rosulullah saw sendiri mencontohkan
saat fase Mekkah , ketika sistem Islam memang belum siap karena kekuasaan dan
keamanan belum sepenuhnya ditangan umat Islam , Rosulullah saw tidak terlibat
sama sekali dalam sistem hukum dan kepemimpinan jahiliyah saat itu. Bahkan saat
dibujuk dengan kekuasan (tahta) untuk menjadi pemimpin oleh kafir Quraisy,
Rosulullah saw menolak.
Sebab beliau tahu kekuasaan yang
diberikan itu bukan untuk menjalankan sistem Islam secara penuh, tetapi sekedar
kompromi politik. Rosulullah saw tahu persis konsekuensi menerima bujukan itu
berarti mencampurkan antar hak dan batil, sesuatu yang sangat bertentangan
dengan prinsip Islam.
Sikap Rosulullah SAW sekaligus
mencerminkan penolakan terhadap sikap pragmatisme yang hanya memikirkan
bagaimana kekuasaan dapat diraih. Padahal kalau menggunakan logika pragmatisme
sekarang, apa salahnya Rosulullah mengambil kekuasaan saat itu, bukankah ada
gunanya walaupun sedikit ? Bukankah dengan kekuasan itu, kaum muslim sedikit
terlepas dari siksaan ? Bukankah dakwahnya akan lebih lapang ?
Sekali lagi Rosulullah SAW tetap
berpegang pada prinsip perjuangan yang tidak mengenal kompromi dan tidak mau
terlibat dalam sistem kufur yang ada . Meskipun Rosulullah saw dan
sahabat-sahabatnya kemudian harus menghadapi ujian yang berat, berupa hinaan,
cercaan, siksaan, hingga pembunuhan.
Penggunaan kaedah ahwanusysyarain
maupun akhofudhdhororoin tidak bisa dijadikan alasan membenarkan
bergabung dengan sistem kufur. Apa yang disebut syar atau dhoror haruslah
berdasarkan hukum Islam bukan semata-mata hawa nafsu kita. Yang disebut dhoror
dalam Islam misalnya kalau memang mengancam nyawa. Itupun kalau kondisinya
harus memilih dan tidak ada pilihan lain (deadlock).
Sementara kalau sekarang kita tidak
memilih apakah itu akan mengancam nyawa ? Apakah sekarang kita sudah tidak ada
pilihan lain (deadlock). Tentu saja tidak. Kita tidak dalam kondisi terpaksa
(sehingga terancam nyawa ) sehingga harus memilih para calon yang semuanya
buruk(berdasarkan syariah Islam). Ini bukan pula kondisi deadlock. Ada hal yang
sekarang bisa kita lakukan sesegera dan secepat mungkin , yakni berjuang
mewujudkan Khilafah Islam. Semakin cepat kita berjuang dan mewujudkan , tentu
saja makin baik..
Apakah kalau kita tidak memilih
berarti apatis dan tidak berarti? Tentu saja tidak. Kalaupun kita tidak
memilih, bukan berarti diam. Kita justru terus memperjuangkan hukum Islam
dengan sungguh-sungguh dan secepat mungkin . Yang salah , kalau sudah tidak
memilih kemudian kita bersikap diam tidak melakukan apa-apa.
Pilihan untuk tidak memilih bukan
pula tidak berarti. Dihadapan Allah SWT kalau kita tidak memilih karena
menghindarkan diri dari keharaman , jelas akan mendapat pahala yang besar.
Disamping itu, tidak memilih adalah salah satu bentuk perlawanan terhadap
sistem kufur yang ada dan upaya menghilangkan legitimasinya. Sebab kalau
seluruh umat Islam tidak memilih , karena pemimpin yang ada tidak menerapkan hukum
Islam, tentu saja demokrasi akan kehilangan legitimasinya. Hal ini justru akan
mempercepat keruntuhan sistem sekuler yang rusak.
Sebaliknya, dengan partisipasi umat
Islam dalam pemilihan ini meskipun sudah tahu pemimpinnya tidak akan menerapkan
syariah Islam, justru akan memperkokoh dan memperpanjang umur dari sistem
sekuler yang sebenarnya sudah bangkrut.
Seharusnya kita berjuang sekuat
tenaga secara maksimal. Yang terjadi sekarang, malah bersikap minimalis .
Memilih untuk mendapat sedikit keuntungan , namun sebaliknya telah mengorbankan
hal yang prinsip dalam perjuangan yakni sikap istiqomah dan berpegang teguh pada
dinul haq (Islam) . Belum lagi , bagaimana bentuk pertanggungjawaban kita
dihadapan Allah SWT kelak. Apa jawaban kita kalau Allah SWT bertanya kepada
kita nanti : kenapa anda memiliki pemimpin yang tidak menjalankan sistem Islam
padahal anda bisa menolaknya ?. silahkan jawab sendiri..