Cari Blog Ini

Sabtu, 29 Maret 2014

Menjual Kesedihan "Penjilat"



Sobat kita beruntung lahir dan besar di Negara Indonesia. Negara yang terkenal mempunyai unggah ungguh tata krama dan sopan santun tingkat tinggi. Karena inilah sifat unggulan penduduk bangsa Indonesia yang konon dikagumi oleh bangsa dan negara lain. Sadar atau tidak ini menjadi nilai lebih buat kita.

Semua itu terbukti dalam setiap peristiwa semisal dalam pemilihan presiden, Indonesia idol atau dalam kontes-kontes yang sifatnya poling. Mereka berlomba menunjukan pribadi yang sholehah…

Dalam pemilihan pemimpin seperti kepala daerah atau kepala pemerintahan sudah tidak diragukan lagi. Pengalaman yang terjadi di Negara kita orang yang sedikit dalam tekanan penguasa atau apalah namanya pasti akan mendapatkan simpati yang luar biasa. Kondisi ini sering dimanfaatkan oleh para calon kontestan untuk mendapatkan simpati dengan menjual kesedihan seolah olah mereka teraniaya atau mengalami kehidupan yang getir. Kalau kita pernah melihat kompetisi yang sifatnya mencari bakat seperti Indonesia idol tidak sedikit para kontestas menceritakan pengalaman hidupnya bila perlu dengan menangis dengan tujuan mendapatkan belas kasian dari juri atau pendukungnya. Wallahu a’lam…….

Bagaimana kalau kita menjumpai prilaku tersebut di lingkungan kerja ? Apalagi yang melakukan itu rekan kerja kita. Sudah pasti kita merasa dongkol atau kecewa. Biasanya orang yang berprilaku seperti itu menurut pengalaman yang saya alami mempunyai sifat sedikit penjilat atau cari muka. Tapi memang sesungguhnya ada orang seperti itu, yang memang benar-benar mempunyai latar belakang yang memprihatinkan dalam perjalanan hidupnya. Orang seperti itu biasanya mempunyai semangat kerja yang tinggi dan loyal terhadap perusahaan tanpa harus menghiba atau memohon belas kasian.

Untuk orang yang gemar menjual kesedihan di depan atasanya dengan maksud mendapatkan simpati ini yang bisa digolongkan “cari muka atau penjilat”. Dia selalu bercerita tentang perjalanan hidupnya yang mengenaskan baik itu masa kecil, keluarga hingga dikhianati teman. 

Rasullullah SAW bersabda, “Menjilat bukanlah termasuk karakteristik moral seorang mukmin.” (Kanzul Ummat, hadits 29364). Budaya menjilat bukan budaya seorang mukmin. Bahkan, sebenarnya budaya ini lebih dekat pada karakter seorang munafik.

Seorang penjilat sejatinya sedang membohongi dirinya sendiri. Apa yang dilakukannya berlawanan dengan lubuk hatinya yang paling dalam. Ia rela melakukan apa saja secara berlebihan demi mendapatkan perhatian dan pengakuan dari orang yang dijilatnya. Biasanya yang menjadi korban penjilat adalah mereka yang tergolong mapan dan superior, seperti atasan, pimpinan, pemegang kekuasaan dan keputusan.

Sebagaimana kisah tersebut, Yunus bin Ya’qub menjilat pemimpin agamanya, agar dengan cara itu ia mendapatkan pengakuan ketaatan dan ketulusan dari pemimpinnya. Namun, sayangnya, ia berhadapan dengan seorang pemimpin yang bukan hanya tidak mau dijilat, tapi juga melarang segala bentuk penjilatan.

Lalu mengapa Islam melarang budaya menjilat?? Menjilat adalah salah satu bentuk kehinaan. Padahal, Islam datang menjunjung tinggi kemulian dan kehiormatan manusia. Sedangkan penjilat berusaha menghinakan dirinya dan merobohkan harkat dan martabat manusia yang dibangun Islam.
Terkadang, budaya menjilat ini timbul karena kesalahpahaman terhadap makna dan pengertian tawadhu (rendh hati). Misalnya, seorang bawahan merasa perlu memuji atasannya setinggi langit demi menunjukkan loyalitasnya terhadap sang atasan. Ironis sekali kalau sang atasan mengangguk-anggukkan kepalanya alias mengamini dengan berbagai pujian itu. Sementara hal yang dijadikan bahan pujian bawahannya itu sebenarnya tidak terjadi.

Dengan demikian, atasan ini telah membiarkan kebohongan dan kepura-puraan terhadap dirinya terus berlangsung. Sesuatu yang tidak ada pada dirinya terus berlangsung. Sesuatu yang tidak ada pada dirinya dikatakan ada. Bukankah ini dusta yang besar?? Bukankah ini hal yang terlarang. Ali bin Abi Thalib pernah berpesan, ”Memuji lebih dari yang seharusnya adalah penjilatan.” (Nahjul Balaghah, hikmah 347). Karena itu, hindari sejauh mungkin segala tindakan yang menjurus ke arah penjilatan.
Makanya bagi sobat-sobat semua tidak usah berprilaku munafik, biarlah apa adanya Alloh tau semua isi unek-unek dalam hatimu, kalau seperti itu namanya para sobat kurang bersyukur..seperti firman Alloh SWT..

“Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar mempunyai kurnia yang besar (yang diberikan-Nya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak mensyukuri(nya).” (QS.27:73)

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”(QS. 14:7)

Lagian kalau kita mendapatkan rejeki dengan cara menjelek-jelekan rekan kita atau dengan prilaku buruk Alloh punya pesan dalam firmanya,

“Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. (QS. 2:172)

Dan apabila para sobat menjadi bos berprilakulah yang bijak jangan termakan dengan rayuan bawahanmu yang penuh kebohongan.. Tentunya sebagai pimpinan taulah karakter masing-masing bawahan. Gunakan naluri dan instingmu…