Cari Blog Ini

Selasa, 10 Agustus 2010

Memaknai Puasa Bulan Ramadhan

Sekarang kita berada di bulan Ramadhan bulan yang penuh rahmat, bulan yang penuh keutamaan, karena di bulan inilah umat islam diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa. Walau berat sebagai manusia yang beriman tentu perintah itu sebagai hal yang biasa-biasa saja karena memang ayat tersebut di peruntukan bagi orang yang beriman, coba simak baik-baik ayat berikut ini :


يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagi kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan bagi orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa” [Al Baqarah:183]

Jelas sebagai orang yang beriman hukumnya wajib, bagi yang tidak beriman berarti tidak termasuk di dalam ayat ini, kemudian apakah orang yang tidak beriman terbebas dari kewajiban puasa Ramadhan?.

Pengertian Iman dalam Islam menempati posisi amat penting dan strategis sekali. Karena iman adalah asas dan dasar bagi seluruh amal perbuatan manusia. Tanpa iman tidaklah sah dan diterima amal perbuatannya. Firman Allah SWT dalam Qur’an Surah An-Nisa’ 124 yg artinya

Barangsiapa yg mengerjakan amal-amal shaleh baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yg beriman maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”

Juga dalam Qur’an Surah Al-Isra’ 19 yg artinya

Dan barangsiapa yg menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min maka mereka itu adalah orang-orang yg usahanya dibalasi dengan baik.”

Dengan demikian iman itu bukan sekedar pengertian dan keyakinan dalam hati, bukan sekedar ikrar degan lisan dan bukan sekedar amal perbuatan saja tapi hati dan jiwa kosong. Dan yang terpenting Iman itu bukanlah sekedar angan-angan dan bukan pula sekedar basa-basi degan ucapan akan tetapi sesuatu keyakinan yang terpatri dalam hati dan dibuktikan degan amal perbuatan.

Nikmatnya Ramadan..

Terkadang pemahaman makna bulan Ramadhan sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja bulan yang setiap tahunya berulang terus. Jangan cuma tau bahwa di bulan Ramadhan ada perintah puasa, bulan turunnya Al-Qur’an, adanya shalat tarawih di setiap malamnya yang di bulan-bulan biasa tidak ada, adanya perintah mengeluarkan zakat fitrah dan sebagainya yang pada akhirnya merayakan idul fitri dimana orang-orang bersuka ria dengan gaya busana serba baru.

Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah Allah SWT membuka peluang lebar-lebar bagi hambanya untuk membersihkan dosa dan kesalahan yang selama ini dilakukan asal mau melaksanakan puasa Ramadhan dengan landasan iman dan ikhlas serta tidak melakukan berbagai macam dosa-dosa.

Begitu banyak pujian Allah untuk bulan Ramadhan dan keistimewaan yang diberikan Allah untuk orang-orang yang berpuasa. Berbeda dengan ibadah yang lain, puasa dinyatakan untuk Allah sendiri.
Bahkan dikatakan, bau mulut orang yang berpuasa (dan itu wajar karena seharian tidak kemasukan makanan atau minuman) ternyata di hadapan Allah lebih harum daripada bau minyak kesturi.

" Sungguh, demi Zat yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada Hari Kiamat darpada wangi minyak kesturi”. (HR Muslim).

Dalam bulan Ramadhan, Allah yang Maha Pemurah menjadi lebih pemurah lagi, dilipatkangandakan-Nya perhitungan pahala orang yang berbuat kebajikan. Siapa saja yang melakukan ibadah sunnah dihitung melakukan kewajiban dan yang melakukan kewajiban dilipatkangandakan pahalanya 70 kali dibandingkan dengan melakukan kewajiban di luar bulan Ramadhan. Bahkan Allah juga akan menambah rezeki orang-orang beriman di bulan puasa ini.

”Sesungguhnya engkau akan dinaungi bulan yang senantiasa besar lagi penuh berkah, bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Ramadhan adalah bulan sabar dan sabar pahalanya surga. Ramadhan adalah bulan pemberian pertolongan dan bulan Allah menambah rezeki orang Mukmin”. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Dikatakan juga bahwa puasa memberikan kebahagiaan kepada yang melakukan, yakni ketika berbuka dan ketika bertemu Allah SWT kelak.

”Untuk orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: ketika berbuka, ia senang dengan bukanya ketika berjumpa dengan Allah kelak, ia senang dengan puasanya”. (HR Muslim).

Sepanjang hidup kita, tak terhitung sudah kita makan berbagai makanan. Akan tetapi, mengapa setiap berbuka, kita merasakan sesuatu yang berbeda. Ada perasaan lega, syukur, nikmat dan bahagia yang tak terucapkan. Semua itu tentu hanya bisa dirasakan oleh orang yang menjalankan puasa. Tidak aneh, saat berbuka adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh siapapun yang berpuasa.

Dan saat bertemu dengan Allah, Nabi menyatakan bahwa puasa akan memberikan syafaat (pertolongan) kepada yang melakukannya dan menghindarkannya dari jilatan api neraka. Puasa dan Al-Quran akan memberi syafaat pada Hari Kiamat. Berkata Puasa,

“Ya Tuhan, Engkau larang hamba-Mu makan dan memuaskan syahwat pada siang hari, dan sekarang ia meminta syafaat padaku karena itu.” (HR Ahmad).

”Tidak berpuasa seorang manusia satu hari dalam jihad fi sabilillah kecuali dengan itu Allah menghindarkan dirinya dari neraka selama tujuh puluh tahun”. (HR al-Bukhari dan Muslim).

Ramadhan Yang Sia-Sia

Setelah puasa Ramadhan sekian hari lamanya, apa yang sudah kita dapatkan dari puasa kali ini? tentu jawabanya kembali pada bagaimana kita memahami puasa Ramadhan itu sendiri. Bila puasa dipahami hanya sekadar tidak makan dan minum serta tidak melakukan yang membatalkan puasa, tentu cuma itu pula yang akan didapat. Puasa memang merupakan ibadah dalam bentuk tidak mengkonsumsi makanan dan minuman serta tidak melakukan hal yang membatalkan puasa pada siang hari Ramadhan. Itu betul. Akan tetapi, Nabi sendiri menyatakan:

Bukanlah puasa dari sekadar menahan makan dan minum tapi puasa yang sesungguhnya adalah menahan dari laghwu dan rafats. (HR Ibn Khuzaimah).

Itu menunjukkan bahwa ada makna yang lebih dalam dari sekadar menahan lapar dan dahaga.
Selama puasa, kita dilarang makan dan minum serta berhubungan seksual dengan istri atau suami kita. Padahal, makanan dan minuman itu halal, serta suami atau istri pun juga halal. Ternyata, dengan tekad dan kemauan yang besar, kita bisa. Nah, bila untuk menjauhi yang halal saja bisa, mestinya dengan tekad yang sama, semua perkara yang haram, lebih bisa lagi kita ditinggalkan.

Puasa Ramadhan memang adalah bulan riyadhah (latihan) untuk meningkatkan kemauan untuk taat kepada aturan Allah. Bila berhasil, nanti di penghujung bulan Ramadhan kita benar-benar bisa disebut muttaqin (orang yang bertakwa), yakni orang yang mempunyai kemauan yang kuat untuk senantiasa melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Artinya, semestinya pada bulan lain setelah Ramadhan, kita menjadi lebih taat kepada syariat-Nya.

Mengapa kenyataannya tidak demikian? Tetap saja, kemaksiatan terjadi di mana-mana. Karena Indonesia mayoritas penduduknya Muslim, pelaku kejahatan juga tentu kebanyakan Muslim. Pelacuran dan perjudian marak di mana-mana; pornografi dan pornoaksi tetap saja terjadi; korupsi makin menjadi-jadi; dan sebagainya. Jika demikian, mana pengaruh puasa yang setiap tahun dilaksanakan?

Kita ternyata memang selama ini kurang peduli terhadap esensi ibadah. Shalat rajin, maksiat juga rajin. Haji ditunaikan, korupsi digalakkan. Bacaan al-Quran dilombakan, tetapi ajarannya dilecehkan. Seperti kata Nabi dalam sabdanya :

”Betapa banyak orang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan betapa banyak orang yang menghidupkan malam tidak mendapatkan apa-apa kecuali begadangnya saja”. (HR Ibnu Majah).

Memang, pengennya ketika Ramadhan, maksiat serta merta berhenti, atau malah lenyap sekalian. Tapi lain harapanya, lain pula dalam kenyataan. Di satu sisi, kita nggak menutup mata kalau memang ada perubahan yang berarti bagi sebagian dari kita. Tapi kita juga prihatin, sebab masih ada juga yang nggak kenal kata akhir dalam maksiat. Ramadhan dibabat juga. Orang model begini memang rada susah diajak untuk baik.

Ramadhan, bagi sebagian dari kaum muslimin yang masih getol maksiat, tidak membuat mereka berhenti dan meninggalkan kebiasaan buruk dan terkutuknya itu. Malah tetap maju terus pantang mundur. Mereka bisa berbuat begitu, selain karena kebodohannya, juga karena kemalasannya untuk mencari ilmu, yakni malas untuk mengetahui tentang ajaran Islam. Jadi ada kesan masa bodoh dengan ajaran Islam. Dengan demikian, orang model begini layak dicap sebagai orang yang tak mau tahu dengan ajaran Islam.

Begitu pula kita prihatin dengan kondisi pergaulan teman-teman remaja, baik di kota maupun di desa. Ternyata aktivitas maksiatnya tetep jalan meski sedang berpuasa. Seperti tentang pergualan laki-perempuan, sampai sekarang masih dijumpai remaja yang tak bisa lepas dari pacaran. Maka jangan kaget jika acara JJS (Jalan-Jalan Subuh) di bulan Ramadhan jadi ajang untuk PDKT dengan pasangannya. Hasilnya, mulut mereka memang puasa dari makan dan minum, tetapi beliau-beliau ini tidak puasa dari berbuat maksiat. STMJ, Shaum Terus, Maksiat Jalan! Walah kepriben bok yo waras sitik..?

Lewat tulisan ini bukannya sok suci, ingin mengingatkan yang masih doyan maksiat, tolong hentikan semua kegiatan tercela itu. Mari kita mengubah diri kita dengan Islam, dan tentunya tidak setengah-setengah, tetapi total dengan tuntunan Islam. Yang memang satu-satunya solusi untuk kemaslahatan manusia di muka bumi ini. Maka sungguh heran jika masih ada manusia yang tidak suka dengan Islam. Apalagi sampai membencinya. Kita tidak ingin menyaksikan ada umat Islam yang tidak kenal dengan ajaran agamanya sendiri. Mengerikan sekali kalau memang itu terjadi. Semoga segera sadar dari kekeliruannya

Demikian sekelumit unek-unek dari saya. Mohon maaf kalau ada kata yang tidak berkenan, dan.. selamat menunaikan ibadah puasa di tahun ini semoga amal ibadah kita di terima oleh ALLAH SWT.Amiin...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar