Cari Blog Ini

Sabtu, 09 Juni 2012

Ketika Kita Direndahkan

Hidup yang paling menyedihkan adalah ketika di rendahkan oleh orang lain apalagi orang yang merendahkan tersebut adalah teman dekat kita. Kita boleh tetap berharap agar tidak pernah sampai mengalaminya sampai kapanpun.  Tapi itu bukan jaminan bahwa kita suatu saat nanti tidak mengalami penghinaan atau di rendahkan orang lain.sebelum itu terjadi akan lebih bijak kalau kita udah mempersiapkan diri lebih awal.

Yang terpenting sebelum itu terjadi kita harus mempunyai kepercayaan diri yang luar biasa pedenya, tetapi kadang kita tidak selalu berada dalam posisi seperti itu. Apalagi kalau melihat orang lain yang luar biasa sempurnanya. Seperti pepatah di atas langit masih ada langit. 

Walhasil, selain berupaya keras untuk selalu berada pada posisi dan martabat yang tinggi itu memang kita butuh sikap mental yang tepat untuk mengantisipasi situasi yang tidak enak itu.

Ketika orang lain merendahkan kita, jangan sampai kita terpengaruh. Hati merupakan titik terlemah mental kita. Jika kita sudah merasa sakit hati, maka rasa sakit itu sulit sekali dicarikan obat penyembuhnya. Itulah sebabnya mengapa kita masih ingat kepada orang yang menyakiti hati kita puluhan tahun yang lalu. Orang yang menyakiti itu mungkin sudah meninggal. Tapi rasa sakit di hati masih terasa sampai saat ini. Maka dari itu, langkah pertama setiap kali berhadapan dengan orang yang merendahkan kita adalah; melindungi agar kalbu kita tidak terpengaruh oleh perlakuan buruk mereka.

Kemudian menjaga pikiran agar jangan sampai menyimpan memori itu. Biasanya, kita lebih mudah mengingat kata-kata negatif orang lain daripada nasihat yang baik-baik. Buktinya kita sering lupa pelajaran di sekolah, di ruang-ruang seminar, dan di majlis taklim, maupun forum-forum keilmuan lainnya. Tapi, lain halnya dengan kalimat buruk yang dikatakan oleh tetangga sebelah. Atau oleh atasan. Atau oleh teman. Hanya satu kalimat buruk yang keluar dari mulut mereka. Namun kepala kita bisa mengingatnya sepanjang masa. Oleh karenanya, langkah kedua setiap kali berhadapan dengan orang yang merendahkan kita adalah; menjaga agar akal kita tidak terpengaruh oleh perkataan buruk mereka.

Memang kalau ngomong sangat gampang tetapi prakteknya sangatlah susah. Yang terpenting
Kita lebih baik daripada orang yang merendahkan kita itu!” Dengan demikian, maka perlakuan buruk mereka bisa menjadi motivasi bagi kita untuk membuktikan bahwa kita memang lebih baik daripada mereka yang merendahkan kita. Tapi awas jangan berlebihan yang mengakibatkan kita berlaku sombong dan congkak. Seperti ungkapan “Dulu kamu merendahkan saya. Sekarang sudah saya buktikan kalau saya lebih baik dari kamu!”

Ingat…!!! Campur tangan Iblis,… pada awalnya hanya memiliki satu kelemahan, bernama; kesombongan? Makanya, Iblis paling senang kepada orang yang gigih berjuang karena pernah direndahkan, lalu berhasil bangkit dari keterpurukan, kemudian bisa menunjukkan kepada orang yang pernah merendahkannya. Rasa dendam yang berlebihan karena pernah di hina.

Kenapa kita mesti sakit hati karena direndahkan oleh orang yang tidak lebih baik dari kita? Kenapa pikiran kita mesti dikotori oleh perkataan-perkataan orang yang tidak lebih sempurna dibandingkan kita?  Dengan begitu, kita bisa tetap melindungi hati dari rasa sakit yang tidak perlu. Sekaligus menjaga kebersihan akal agar tidak sampai memikirkan teknik dan strategy untuk membalas dendam. Sehingga kita bisa terhindar dari kemungkinan menjadi pengikut Iblis tanpa kita sadari.

Rasulullah pun mengingatkan kita bahwa Tuhan secara tegas melarang perilaku merendahkan orang lain. Boleh jadi, orang yang direndahkan itu lebih baik daripada orang yang merendahkannya. Itu baru ‘boleh jadi’ lho. Belum mutlak. Mengapa baru sebatas ‘boleh jadi’? Karena ukuran apakah seseorang yang direndahkan itu benar-benar lebih baik dari orang yang memperoloknya tidak semata-mata ditentukan oleh keberhasilan orang itu untuk meraih kesuksesan yang lebih tinggi dari orang yang merendahkannya. Melainkan juga ditentukan oleh sikap dan perilaku terpujinya setelah berhasil meraih pencapaian tinggi itu.

Jika dia mengikuti sifat Iblis, maka dia akan menggunakan kesuksesannya untuk menyombongkan diri dihadapan mereka yang pernah merendahkannya. Namun, jika dia mengikuti kemuliaan sifat Rasulullah, maka dia akan tetap menjadi pribadi yang rendah hati meskipun hidupnya ditaburi dengan prestasi dan pencapaian yang tinggi. Karena dia tahu, bahwa semua pencapaian itu tidak mungkin diraihnya tanpa limpahan kasih sayang dari Ilahi. Sehingga setiap pencapaian, tidak menghasilkan hal lain selain rasa syukur yang semakin mendalam. Pantesan…, Tuhan kok semakin sayang kepada orang seperti itu, ya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar