Saya menulis sesuai apa yang saya liat semoga jadi acuan untuk saling mengingatkan, menasehati antara kita, sehingga akan banyak kita peroleh hikmah dan manfaat dalam kehidupan. Walau kadang nasehat terasa meyakitkan kalau itu mengena pada diri kita dan sekiranya itu baik ambillah
Setiap pergantian hari, minggu, bulan atau tahun kita selalu merenung bahkan berfikir apa yang telah kita kerjakan barusan, apa yang kita peroleh dari rutinitas yang baru kita kerjakan.
Kita di beri jatah waktu yang sama, 24 jam sehari. Tetapi, kadang hasilnya bisa berbeda-beda/ ada yang sangat beruntung ada juga yang tidak mendapatkan apa-apa alias merugi. Itu akan terlihat bila waktu telah kita lewati
Namun sesungguhnya bahwa satu-satunya yang tidak bisa direm adalah waktu. Setiap orang punya jatah yang sama. Orang yang nilainya baik dan tidak baik di sekolah/dikampus atau pun dalam pekerjaannya, sebenarnya memiliki kesempatan belajar yang sama. Sebab waktu yang dimiliki pun sama yaitu 24 jam. Semuanya tergantung pada kemapuan mengatur waktu.
“Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal solih dan saling menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” QS. Al Ashr; 1-3
Dari ayat tersebut bahwa setiap manusia yang terus “bertambah umurnya” akan merugi kecuali orang yang meiliki kemampuan memanfaatkanya. Berapapun usia kita saat ini, sebenarnya sisa umur kita, ternyata tetaplah sangat sedikit. Karena kita tidak tinggal di dunia ini, melainkan hanya sebentar saja.
Menyadari akan hal ini, maka sekali-kali jangan sia-siakan sisa umur kita yang tinggal sedikit ini dengan berbagai kegiatan yang tidak bermanfaat, seperti: tidak tidur semalaman hanya karena larut dalam bermain “game” di komputer kesayangan, ‘ngobrol tak tentu arah hingga berjam-jam, dll. Apalagi sampai bermaksiat kepada
. Kadang kita setiap menjumpai peristiwa kejadian yang sekiranya tidak sesuai dengan nurani kita atau tidak sesuai norma sosial akan terucap "dasar ga punya iman". Iman di sina bukanlah sebeutan nama seseorang tetapi merupakan tambatan hati yang diucapkan dan dilakukan secara satu kesatuan. Iman memiliki prinsip dasar segala isi hati, ucapan dan perbuatan sama dalam satu keyakinan, maka orang – orang beriman adalah mereka yang didalam hatinya, disetiap ucapannya dan segala tindakanya sama, maka orang beriman dapat juga disebut dengan orang yang jujur atau orang yang memiliki prinsip. atau juga pandangan dan sikap hidup.
Sayangnya banyak diantara kita hanya mampu memiliki iman dalam tingkatan diucapkan dengan kata-kata, mungkin juga sedikit diatas dengan telah meyakini dalam hati namun belum mampu membuktikannya dengan perbuatan. Seringkali perbuatan yang kita lakukan tak seseuai dengan apa yang kita imani.
Memang berat untuk mewujudkan iman yang benar benar sempurna namun kita tetap harus berusaha untuk meningkatkan keimanan kita. Keimanan yang dimiliki seseorang akan selalu berubah terkadang naik dan terkadang turun. Bahkan dijaman yang serba modern ini keimanan kita selalu tergoda untuk cenderung turun. Banyaknya kemaksiatan dan kemungkaran yang dilakukan dengan terang terangan mendorong dan mempengaruhi kita untuk menjadi lemah iman. Bahwa dengan menjaga iman berarti kita harus menjaga segala apapun yang mempengaruhinya. Berarti kita harus menjaga akhlak kita dan segala tingkah laku kita agar Iman kita tetap terjaga bahkan semakin meningkat.
Keimanan manusia tidak selamanya bisa berjalan pada satu garis lurus.. Ada kalanya keimanan itu naik tapi ada kalanya turun.. begitu juga pada saat penerapan dan pelaksanaan akidah agama. Ada kalanya malas dan ada kalanya terlalu rajin.. Gimana sih cara menjaga iman kita agar tetap stabil? Trus gimana juga cara menjaga hati kita agar tetap bersih dan bisa mempunyai hati seluas samudera yang bisa ikhlas menerima apapun yang terjadi dengan mengharap ridha’ Allah…mungkin ini yang bisa kita lakukan :
1. Menumbuhkan pemahaman yang benar tentang Islam.
Seperti Firman Alloh “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat.” (QS. Ibrahim : 24-25).
sehingga agar aqidah dan pemahaman Islam ini menjadi kuat dan tegak, haruslah ditanam dengan benar agar akar-akarnya benar-benar menghujam ke bumi. Batangnya akan kuat menahan gempuran sebesar apapun. Dalam hal ini adalah sistem pembinaan yang menekankan kedalaman aqidah dan keaslian ajaran Islam serta kemampuan untuk dapat mengakses langsung sumber-sumber Islam dari mata airnya menjadi sesuatu yang mutlak untuk dilakukan.
2. Selalu mengaitkan semua kejadian dan pengalaman hidup kepada Allah
Agar iman ini benar-benar menyatu dalam jiwa, maka kita perlu menjadikan iman sebagai kacamata kehidupan sehari-hari dengan tidak membiarkan satu tititk pun dalam kehidupan kita yang tidak dirambah dengan pendekatan syar`i.
Untuk itu kita harus selalu menghadirkan Allah dalam setiap langkah dan aktifitas kita. Realisasinya adalah selalu menjadikan syariat Islam sebagai format berpikir, memandang dan bertindak dalam setiap sendiri kehidupan sehari-hari.
3. Bergaul dengan sesama orang beriman
Bersahabat. Bergaul dan bersahabatlah sebanyak dan sesering mungkin dengan sesama orang yang memiliki iman. Dahulukan iman, ibadah, ilmu dan amal shalih sebagai kriteria kita memilih atau tidak memilihnya menjadi teman apalagi shabat karib. Bila bergaul dengan orang yang masih lemah iman, atau bahkana kafir, pasanglah niat yang kuat, bahwa Anda bergaul dengannya dengan tujuan membagi kelezatan iman yang sudah kita rasakan. Kalau ditawari yang lezat-lezat dia menolak, ya tak usah buang – buang waktu menjadi temannya. Karena kata Nabi, di akhirat kita akan di hidupkan bersama dengan teman kita semasa hidup. Wallaahu a’lam bishshawwab. Pepatah mengatakan kalau kita bergaul dengan seorang pandai besi maka kita akan kebagian kotornya tetapi kalau kita bergaul dengan penjual minyak wangi maka kita akan kebagaian harumya.
4. Selalu mengingat mati dan hari kiamat
Mahatma Gandhi pernah berkata "Carilah duniamu seolah kamu akan hidup selamanya dan Carilah Akhirat seolah kamu akan mati besok. Ini mempunyai makna luas, agar setiap waktu dalam beraktifitas harus seimbang antara keidupan dan kematian dan tentunya adanya hari pembalasan di akhir nanti.
5. Mengutamakan Sholat 5 waktu
Aturlah Agenda harian Anda berdasarkan rotasi 5 waktu shalat. Rancanglah semua agenda kerja dan kegiatan sedemikian rupa, yang membuat Anda sudah berada di tempat menunaikan shalat dalam keadaan berwudhu minimal 15 menit sebelum adzan berkumandang. Rasakan berkah demi berkah akan di limpahkan kepada Anda.
6. Berinfaq dan bershadaqah.
Apapun bentuk harta yang Anda miliki, itu sepenuhnya hak Allah. Gunakan harta itu sesuai kehendak pemiliknya yang sejati. Perbanyak Shadaqah dan berinfaq untuk menunjukkan kepada Allah, bahwa harta yang ada pada kita sama sekali tidak mengganggu kesadaran kita, ” Bahwa ini semua milik Engkau ya Allah “.
7. Segera berhenti dari dosa sebelum terlambat
Seseorang tidak akan luput dari perbuatan Dosa walaupun kadang kita sangat berhati-hati. Apalagi di jaman sekarang dimana moral tidak lagi menjadi pedoman hidup, Manusia bebas melakukan apa saja dengan mengatasnamakan HAM.
8. Tidak over dalam bertindak
Berbuat tanpa kontrol yang baik akan mudah terperosok ke perbuatan yang nista apalagi demi gengsi atau semacamnya, agar kita bisa dikatakan wah, hebat dsb
9. Berdoa agar selalu dikuatkan iman dan istiqamah
Yang jelas selalu berdoa, menjalankan kewajiban sebagai muslim tidak neko-neko itu lebih dari cukup untuk kita menjadi bijak..
10. Berpuasa.
Lakukanlah puasa sunnah sebanyak mungkin, karena orang yang berpuasa doanya langsung di kabulkan Allah. Sedangkan doa adalah senjata utama orang Mu’min.
Mungkin itu sedikit tip dari kami kalau ada salah tulisan mohon di maafkan...
. Diriwayatkan dari Al Bara r.a. : ketika Nabi Muhammad Saw. Datang ke Madinah, pada awalnya dia tinggal bersama kakek kakeknya atau paman paman dari ibunya dari pihak Anshar.
Selama enam belas atau tujuh belas bulan Nabi Muhammad Saw. Mendirikan shalat dengan menghadapkan wajahnya ke arah Bayt Al Maqdis (Yerusalem), beliau sebenarnya ingin shalat menghadap ke arah Ka’bah, kemudian turunlah wahyu yang memerintahkan ia menghadapkan wajahnya ke arah Ka’bah. Shalat asar yang dilakukan berjamaah adalah shalat pertama Rasulullah SAW ke arah Ka’bah. Salah seorang yang ikut shalat asar berjamaah bersama Rasulullah SAW kemudian pergi ke sebuah masjid tempat orang-orang tengah melaksanakan shalat dengan menghadapkan wajahnya ke arah Yerusalem.
Lalu orang itu memberitahu mereka.”demi Allah SWT, aku bersumpah bahwa aku telah melaksanakan shalat bersama Rasulullah SAW dengan menghadapkan wajah ke arah Ka’bah.” (mendengar hal itu) mereka segera mengubah arah kiblat mereka.
Orang-orang yahudi dan ahli kitab yang pada mulanya merasa senang karena kiblat shalat Rasulullah SAW adalah Yerusalem kecewa ketika Rasulullah SAW mengubah kiblat shalatnya ke arah Ka’bah.
. Melaksanaka ibadah haji adalah merupakan rukun Islam yang ke lima, dan salah satu kewajiban dalam Islam, seperti firman Allah dalam al-Quran:
"…Mengerjakan haji itu adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa mengingkari (ke-wajiban haji), maka sesungguhnya Allah Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Ali 'Imran: 97)
Dan di perkuat Sabda Nabi SAW:
"Islam dibangun di atas lima perkara; bersaksi bahwasanya tiada Ilah yang haq kecuali Allah, dan bersaksi bahwasanya Muhammad adalah Rasul utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadhan dan menunaikan ibadah haji ke Baitullah." (Hadits shahih riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Kendati ibadah haji telah ada sejak masa Nabi Ibrahim, bagi umat Islam, ia baru diwajibkan pada tahun 6 H. walau begitu, Nabi Saw dan para sahabat belum dapat menjalankan ibadah haji karena saat itu Mekkah masih dikuasai kaum musyrik. Setelah Nabi Saw menguasai Mekkah (fathul Mekkah) pada 12 Ramadan 8 H, sejak itu beliau berkesempatan beribadah haji.
Namun Nabi Saw tidak beribadah haji pada 8 H itu. Juga tidak pada 9 H. Pada 10 H, Nabi Saw baru menjalankan ibadah haji. Tiga bulan kemudian, Nabi Saw wafat. Karenanya, ibadah haji beliau disebut haji wada' (haji perpisahan). Itu artinya, Nabi Saw berkesempatan beribadah haji tiga kali, namun beliau menjalaninya hanya sekali. Nabi Saw juga berkesempatan umrah ribuan kali, namun beliau hanya melakukan umrah sunah tiga kali dan umrah wajib bersama haji sekali. Mengapa?
Sekiranya haji dan atau umrah berkali-kali itu baik, tentu Nabi Saw lebih dahulu mengerjakannya, karena salah satu peran Nabi Saw adalah memberi uswah (teladan) bagi umatnya. Selama tiga kali Ramadlan, Nabi Saw juga tidak pernah mondar-mandir menggiring jamaah umrah dari Madinah ke Mekkah.
Meski negeri ini mengalami krisis berkepanjangan, jumlah jam’ah haji Indonesia tetap banyak setiap tahunnya. Bila mereka yang baru pulang dari tanah suci ditanya apakah Anda ingin kembali lagi ke Mekkah, hampir seluruhnya menjawab, “ingin”. Hanya segelintir yang menjawab, “Saya ingin beribadah haji sekali saja, seperti Nabi Saw”.
Jawaban itu menunjukkan antusiasme umat Islam Indonesia beribadah haji. Sekilas, itu juga menunjukkan nilai positif. Karena beribadah haji berkali-kali dianggap sebagai barometer ketakwaan dan ketebalan kantong. Asal jangan salah niat...
Tetapi ada sebagaian orang mereka mampu dalam finansial tetapi kalau di tanya selalu menjawab "belum ada panggilan" orang seperti ini perlu di pertanyakan..
Disisi lain Orang begitu menggebu untuk dapat melaksanakan Ibadah Haji dengan berbagai cara, yang penting bisa melaksanakan, bahkan berita yang terbaru jumlah kuota tidak mencukupi lagi dan harus menunggu beberapa tahun ke depan agar bisa berangkat haji... .
Baru saja kita merayakan Idul Fitri sebulan lalu, sebulan kedepan kita akan memasuki hari raya Idul Adha yang tidak kalah pentingnya bagi umat Islam di seluruh jagad ini, disitulah Allah SWT menjanjikan pahala yang luar biasa. Hari raya besar ini lazim ditandai dengan adanya penyembelihan hewan kurban, disitulah terdapat kisah ketulusan dua manusia yang sangat sabar dan taat pada Allah yang patut di jadikan tauladan bagi kita semua. Kisah yang begitu mengharukan dari seorang hamba Allah yang taat yaitu Nabi Ibrahim AS dan putranya Ismail yang begitu sabar dan patuh pada perintah Sang Khalik, Allah SWT, yang untaian kisahnya begitu indah dilukiskan dalam Al Quran surah Ash-Shafat ayat 102-105 yang artinya
'Maka ketika anak itu sampai pada umur dewasa yakni sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, 'Wahai anakku yang kusayang, sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah, bagaimana pendapatmu. 'Dia (Isma'il) menjawab,'Wahai ayahku, lakukanlah apa yang diperintahkan Allah kepadamu; Insya Allah engkau akan mendapatkanku termasuk orang yang bersabar. 'Maka setelah keduanya bertekad bulat dalam berserah diri (kepada Allah) dan dibaringkan pipi (Isma'il) di atas tanah. Kemudian kami berseru kepadanya, 'Hai Ibrahim, engkau telah benar-benar melaksakan perintahKu dalam mimpi itu. Demikianlah sesungguhnya Kami membalas orang-orang yang berlaku baik. '
Memang ketika diamati secara sekilas kisah ini sungguh tidak masuk akal ”bagaimana mungkin seorang ayah yang baik akan menyembelih anaknya sendiri yang sangat salih dan sangat beliau cintai”, semua orangtua saya yakin tak ada yang akan melakukan hal itu, namun itulah cobaan yang diberikan Allah pada Nabi-Nya untuk menguji kecintaannya pada Allah SWT.
Inilah yang membedakan antara cobaan seorang Nabi dengan manusia biasa. Dengan keteguhan iman dan cinta mereka berdua akhirnya berhasil dari cobaan yang amat berat ini, walau berkali-kali setan selalu menghadang untuk menghalang-halangi.
Dari penggalan sejarah diatas, maka sebagai manusia kita bisa mengambil pelajaran yang amat mulia yaitu pentingnya taat kepada Allah dan berbakti kepada orangtua, dua hal ini yang menjadi motivasi bagi Nabi Ismail di usianya yang waktu itu baru menginjak dewasa. Namun, usia dini tidak menjadi penghalang bagi seseorang untuk bisa bersikap dewasa.
Pengorbanan Nabi Ibrahim AS dan putranya Isma'il AS digambarkan Allah SWT sebagai ujian keimanan yang nyata sebagai mana Firman-Nya dalam surah Ash-Shafat ayat 106 yang artinya 'Sesungguhnya ini merupakan uji coba yang nyata.'Dan dalam lanjutan kisah penyembelihan ini Allah SWT Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang menggantikan Nabi Ismail dengan sembelihan dari syurga yakni seekor kibas yang besar yang dahulu dikorbankan oleh Habil, putra Nabi Adam AS sebagaimana Firman Allah dalam surah Ash-Shafat 107 yang artinya,'Kami tebus anaknya itu dengan sembelihan besar (seekor domba/kibas).'
Dari peristiwa tersebut dapat kita ambil hikmahnya, yaitu hanya kepada Allah SWT segenap cinta kita curahkan karena Rahmat dan Nikmat-Nya kita terima setiap waktu dan saat yang tiada terhitung banyaknya sekalipun kita gunakan air laut sebagai tintanya dan seluruh rantai pepohonan sebagai penanya; Maka niscaya akan keringlah seluruh lautan dan habislah semua pepohonan sementara nikmat Allah masih banyak yang belum kita tuliskan. Cinta kepada Allah akan berimplikasi pada keikhlasan dan kepatuhan kita dalam menjunjung tinggi perintah-Nya serta menjauhi segala larangan-Nya.
Dan Hanya kepada Allah kita persembahkan segala puji sekali pun pada kenyataannya banyak manusia yang suka dipuji bahkan tidak jarang minta dipuji; karena kepada hakekatnya hanya Allah Yang Maha Suci Lagi Maha Tinggi. Bukankah kita senantiasa melafazkan ayat Alhamdulillahi Rabbil 'Alamin Yang artinya segala puji hanya milik Allah Tuhan seluruh sekalian alam?
Hanya kepada Allah SWT kita berserah diri amal ibadah yang kita dirikan siang dan malam, Dzikir yang kita lafadzkan pagi dan petang yang didasari dengan niat ikhlas tanpa mengharapkan pujian dari makhlukNya, pada akhirnya akan kita persembahkan kepada Allah sebagai wujud pengabdian hamba kepada Rab-Nya. Bukankah setiap hari kita berikrar dalam doa Iftitah pada shalat yang kita dirikan bahwa 'Sesungguhnya shalatku dan semua ibadahku, dan hidupku dan matiku hanyalah buat Allah Tuhan Seluruh sekalian alam. 'Karenanya perayaan Idul Adha sudah kita jadikan momentum untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT menjunjung tinggi segala perintahnya, menjauhi semua larangan-Nya, senantiasa berserah diri pada-Nya dan mengharap ampunan serta Ridha-Nya
Sehingga dengan peristiwa Idul Adha, semoga menjadi momen penyadar dan penggugah bagi semua manusia dan remaja khususnya. Bahwa hidup adalah sebuah pengorbanan, kehidupan dunia bukanlah akhir dari kehidupan, tetapi sebagai bekal untuk menuju kehidupan yang kekal di akhirat nanti.
Pesan yang terkandung dalam Idul Adha bukan hanya sekedar anjuran menyembelih hewan kurban, kemudian dibagikan kepada orang-orang miskin dan kepada siapa saja yang membutuhkan, tetapi banyak pesan yang tersirat dari simbol seremonial itu, diantaranya anjuran menjadi orang yang mampu atau kaya yang ihklas menyedekahkan sebagian hartanya untuk orang-orang miskin (dengan berkorban), anjuran untuk saling menyayangi diantara si kaya dan si miskin, anjuran untuk saling tolong-menolong dan menjadi orang yang selalu siap berkorban demi mengutamakan kepentingan agama dan bangsa.
Setelah seharian bekerja untuk memenuhi kewajiban sebagai kepala keluarga, badan dan pikiran terasa lelah kalau ada pilihan untuk diam mungkin itu yang akan menjadi pilihan tetapi itu tidak di anjurkan oleh Agama yang saya percayai. Memang sepertinya kita sering berlaku tidak adil dengan rutinitas yang kita lakukan. Contohnya kita lebih banyak menghabiskan waktu untuk urusan dunia sedang urusan akhirat selalu di nomor duakan. Sehingga ketika akan melakukan kewajiban sebagai hamba Allah yang ada adalah tenaga sisa.
Maka dari itu perlunya kita menyempatkan diri menghadiri pengajian yang di dalamnya terdapat wejangan-wejangan atau nasehat-nasehat yang dapat membuka pikiran kita, seharusnya bagaimana kita bersikap adil dalam hidup ?. Karena dengan nasehat batin kita terasa tenang, kalau di gambarkan seperti handphone yang baterenya habis ketika di chas akan bisa di gunakan lagi. Demikian pula dengan kita kalau tidak pernah mendengarkan nasehat agama, hati kita terasa mengeras dan mudah sekali berpaling dari agama Allah.
Mendengar kata Nasehat pikiran kita akan terbayang tentang hal-hal kebaikan walaupun sebuah kata singkat tetapi maknanya sangat luas. Nasehat dalam bahasa Arab artinya membersihkan atau memurnikan seperti pada kalimat 'nashakhtul 'asala' artinya saya membersihkan madu sampai tinggal tersisa yang murni. Akan tetapi, ada juga yang mengatakan bahwa nasihat juga mempunyai makna lain.
Tugas mulia dan suci, para nabi banyak disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai pemberi nasehat. Hal ini disebabkan karena manusia tidak cukup hanya menerima risalah dakwah Islam saja. Akan tetapi juga membutuhkan pemberi nasehat dan peringatan dalam hidupnya, karena manusia adalah mahluk pelupa dan pelalai, bahkan makhluk yang banyak berbuat kesalahan. Oleh karena itu, Allah swt. menyatakan dalam Surat Al-Ashr :
“Demi masa, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh yang saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran.”
Surat ini menjelaskan keharusan setiap orang untuk beriman dan beramal sholeh, jika ingin selamat baik di dunia maupun di akherat. Bahkan iman dan amal sholeh saja ternyata masih merugi, sebelum menyempurnakannya dengan semangat saling memberi nasehat dan bersabar dalam mempertahankan iman, meningkatkan amal shaleh, menegakan kebenaran dalam menjalankan kehidupan ini.
Sedemikian pentingnya prinsip “saling memberi nasehat” dalam ajaran Islam, maka setiap manusia pasti membutuhkannya, siapapun, kapanpun, dan di manapun dia hidup. Layaklah kalau dikatakan bahwa “saling memberi nasihat “ adalah sebagai sebuah keniscayaan yang harus ada pada setiap muslim. Namun sangatlah disayangkan jika ada di antara kita yang menganggap sepele soal nasehat ini. Atau merasa dirinya sudah cukup, sudah pintar, sudah berpengalaman sehingga tidak lagi butuh yang namanya nasehat dari orang lain. Padahal dengan menerima nasehat dari orang lain pertanda adanya kejujuran, kerendahan hati, keterbukaan dan menunjukkan kelebihan pada orang tersebut.
Saking sedemikian pentingnya nasehat ini, Nabi saw. bersabda:
عن أَبي رُقَيَّةَ تَمِيم بن أوس الداريِّ - رضي الله عنه - : أنَّ النَّبيّ - صلى الله عليه وسلم - ، قَالَ : (الدِّينُ النَّصِيحةُ) قلنا : لِمَنْ ؟ قَالَ : ( لِلهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلأئِمَّةِ المُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ(2) رواه مسلم
Dari Abi Amer atau Abi Amrah Abdullah, ia berkata, Nabi saw. bersabda, “Agama itu adalah nasehat.” Kami bertanya, “Untuk siapa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Untuk Allah, untuk Kitab-Nya, untuk Rasul-Nya, untuk para pemimpin umat Islam dan orang-orang biasa.” (HR. Muslim)
Dari hadist di atas dapat kita pahami bahwa memberi dan menerima nasehat adalah berlaku untuk manusia, siapapun dia, apapun kedudukan dan jabatannya, tanpa kecuali. Juga menjelaskan kepada kita bahwa agama akan tegak apabila tegak pula sendi-sendinya. Sendi-sendi tersebut adalah saling menasehati dan saling mengingatkan antara sesama muslim dalam keimanan kepada Allah, keimanan kepada Rasul, dan keimanan kepada Kitab-Nya. Artinya, agar kita selalu berpegang teguh pada nilai-nilai kebenaran dari Allah dan Kitab-Nya dan mentauladani sunah-sunah Rasul-Nya.
Di dalam Al-Qur’an, Allah swt. mengisahkan tentang bagainama Nabi Musa a.s., seorang nabi dan rasul yang ternyata dapat menerima nasehat dari salah seorang kaumnya.
“Dan datanglah seorang laki-laki dari ujung kota bergegas-gegas seraya berkata: Hai Musa, sesungguhnya pembesar negeri sedang berunding tentang kamu untuk membunuhmu, sebab itu keluarlah (dari kota ini), sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang memberi nasehat kepadamu. Maka keluarlah Musa dari kota itu dengan rasa takut, menunggu-nunggu dengan khawatir, dia berdoa: Ya Tuhanku selamatkanlah aku dari orang-orang yang dzalim itu.” (QS. Al-Qashash: 20-21)
Lalu bagaimana dengan kita yang orang biasa yang bukan Nabi dan Rasul? Sudah barang tentu sangatlah membutuhkan nasehat. Kita senantiasa membutuhkan nasehat dari orang lain. Demikian juga harus bersedia memberi nasehat kepada orang lain yang memohon nasehat kepada kita.
وعن أَبي هريرة رضي الله عنه : أنَّ رَسُول الله صلى الله عليه وسلم، قَالَ : وفي رواية لمسلم : حَقُّ المُسْلِم عَلَى المُسْلِم ستٌّ : إِذَا لَقيتَهُ فَسَلِّمْ عَلَيهِ ، وَإِذَا دَعَاكَ فَأجبْهُ ، وإِذَا اسْتَنْصَحَكَ فَانْصَحْ لَهُ ، وإِذَا عَطَسَ فَحَمِدَ الله فَشَمِّتْهُ، وَإِذَا مَرِضَ فَعُدْهُ ، وَإِذَا مَاتَ فَاتَّبِعْهُ
. “Hak seorang muslim pada muslim lainnya ada enam: jika berjumpa hendaklah memberi salam; jika mengundang dalam sebuah acara, maka datangilah undangannya; bila dimintai nasehat, maka nasehatilah ia; jika memuji Allah dalam bersin, maka doakanlah; jika sakit, jenguklah ia; dan jika meninggal dunia, maka iringilah ke kuburnya.” (HR. Muslim)
Dengan saling menasehati antara kita, maka akan banyak kita peroleh hikmah dan manfaat dalam kehidupan kita. Akan banyak kita temukan solusi dari berbagai persoalan, baik dalam skala pribadi, keluarga dan masyarakat Karenanya nasehat itu sangatlah diperlukan untuk menutupi kekurangan dan aib yang ada di antara kita. Karena nasehat itu dapat memberi keuntungan dan keselamatan bagi yang ikhlas menerima dan menjalankannya. Karena saling menasehati itu dapat melunakkan hati dan mendekatkan hubungan antara kita. Karena satu sama lain di antara kita saling membutuhkannya.
Saling menasehati antara sesama muslim terasa semakin kita perlukan, terutama ketika tersebar upaya menfitnah adu domba antara sesama muslim yang datang dari orang-orang kafir, munafik, dan orang-orang fasik yang ingin melemahkan umat Islam sebagai penduduk terbesar negeri ini. Mereka tidak senang terhadap kesatuan dan persatuan umat Islam. Sepantasnyalah kita dalam bergaul di masyarakat banyak sekali menjumpai bermacam peristiwa dan kejadian. Sebagai manusia yang menyakini Islam sebagai agama pilihan sudah sepantasnya kita mengingatkan teman kita, sahabat kita, saudara kita dikala mereka sedang atau akan melakukan kemaksiatan. Kita berdosa sekali apabila menyaksikan kemaksiatan didepan kita tetapi kita berpaling atau mendiamkan, memang terasa berat tapi bagaimana lagi ?.
Bukanya kita so suci atau so agamis tapi itulah Islam yang selalu mengajarkan umatnya untuk selalu dalam kebaikan. Mungkin suatu saat kita juga butuh masukan, butuh nasehat dari teman kita, sahabat kita sekiranya itu baik dan bermanfaat tidak ada salahnya kita dengarkan dan ikuti.
Semoga Allah swt. senantiasa memberikan pemahaman kepada kita akan arti pentingnya saling memberi nasehat antara kita. Semoga kita mampu memberi nasehat dan senang menerima nasehat dari siapapun, selama tidak bertentangan dengan nilai kebenaran dan kabaikan, sehingga kita dapat terhindarkan dari bahaya adu domba dan fitnah yang dapat memecah belah umat Islam, masyarakat, bangsa, dan Negara. ....
. Seperti biasa setiap pagi aku sering duduk di depan televisi sambil melihat anakku bermain kalau tidak berebut chanel. Kebetulan pagi itu ada berita yang menyiarkan adanya kejadian penodongan di dalam angkutan bus kota yang di lakukan oleh tiga orang terhadap salah satu penumpang. Biasalah namanya angkutan umum penumpang yang lain diam tidak peduli dengan rekan penumpang yang lain. Ada satu orang berbadan tegap berambut cepak sepertinya dari militer dia berani menolong penumpang tersebut dan menghardik penodong yang jumlahnya tiga orang, kemudian yang terjadi adalah seisi bus tersebut ikut membantunya.
Dari isi berita tersebut bisa diambil kesimpulan bahwa utuk sekedar menolong saja susahnya minta ampun. Mungkin juga ngeri dengan penjahat tersebut atau memang tidak ada kepedulian, tetapi kalau ada yang memulainya maka semua akan ikut membantunya.
Maka untuk melakukan kebaikan atau berlomba berbuat kebaikan akan susah kalau tidak dikuti dengan kemauan atau keberanian. Kebaikan adalah perbuatan yang banyak di sukai orang bagi yang menerimanya, tapi kadang susah bagi orang yang akan melakukannya. Maka di perlukan keiklasan dan niat yang tulus dari si pelakunya. Apalagi di jaman yang mengedepankan individualis sebagai garda terdepan dalam hidupnya.
Untuk memotivasi kita agar aktif dalam melakukan kebaikan dan amal saleh, kita harus melihat apa yang dijanjikan Allah Swt. buat hambanya yang melakukan kebaikan dan amal saleh. Salah satu rahasia yang diungkapkan Allah di dalam Kalam-Nya adalah bahwa orang yang beramal saleh akan diberi balasan yang baik di dunia maupun di akhirat. Hal ini tertuang dalam surat az-Zumar ayat 10,
“Katakanlah, ‘Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertakwalah kepada Tuhanmu’. Orang-orang yang berbuat baik di dunia akan memperoleh kebaikan. Dan bumi Allah itu luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas".
Dengan berbuat baik ke sesamenya adalah sedah merupakan dasar hati nurani manusai, maka perlu didasari dengan keridhoan semata-mata hanya karena ibadah bukan karena hal yang lain.
Niat yang ikhlas merupakan faktor penting dalam tiap amal. Karena dalam banyak amal di dalam Islam niat yang ikhlas merupakan rukun terpenting dan pertama. Niat yang ikhlas karena Allah dalam melakukan kebaikan akan membuat seseorang memiliki perasaan yang ringan dalam mengerjakan amal-amal yang berat sekalipun apalagi bila amal kebaikan itu tergolong amal yang ringan. Sedangkan tanpa keikhlasan jangankan amal yang berat amal yang ringan pun akan terasa menjadi berat. Disamping itu keikhlasan akan membuat seseorang berkesinambungan dalam amal kebaikan. Orang yang ikhlas tidak akan bersemangat karena dipuji dan tidak akan lemah karena dicela. Ada pujian atau celaan tidak akan membuatnya terpengaruh dalam melakukan kebaikan.
Cinta Kebaikan dan Orang Baik Seseorang akan antusias melaksanakan kebaikan manakala pada dirinya terdapat rasa cinta pada kebaikan hal ini karena mana mungkin seseorang melakukan suatu kebaikan apabila dia sendiri tidak suka pada kebaikan itu. Oleh karena itu rasa cinta pada kebaikan harus kita tanamkan ke dalam jiwa kita masing-masing sehingga kita akan menjadikan tiap bentuk kebaikan sebagai bagian yang tidak akan terpisahkan dalam kehidupan kita ini akan membuat kebaikan selalu menyertai kehidupan ini. Disamping cinta kepada kebaikan akan kita suka melakukan kebaikan harus tertanam juga di dalam jiwa kita rasa cinta kepada siapa saja yang berbuat baik hal ini akan membuat kita ingin selalu meneladani dan mengikuti segala bentuk kebaikan siapa pun yang melakukannya. Allah SWT telah menyebutkan kecintaan-Nya kepada siapa saja yang berbuat baik karenanya kita pun harus mencintai mereka yang berbuat baik. Allah berfirman yg artinya
“Dan belanjakanlah di jalan Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan dan berbuat baiklah krn sesungguhnya Alllah mencintai orang-orang yang berbuat baik.” .
Merasa Beruntung bila Melakukan Kebakan Berbuat baik merupakan sesuatu yang sangat mulia karena itu seseorang akan melakukan kebaikan apabila dengan kebaikan itu dia merasa memperoleh keberuntungan baik di dunia maupun di akhirat. Ada banyak keuntungan yang akan diperoleh manusia bila ia berbuat baik
Dengan demikian, kita perlu mengetauhi apakah arti “kebaikan” itu sebenarnya. Kebanyakan manusia memahami arti kebaikan dengan berbuat hal-hal yang menyenangkan orang lain, memberi uang kepada orang miskin, berperilaku toleran terhadap setiap jenis perbuatan dan tindakan yang dilakukan orang lain maupun agama lain. Padahal, Allah Swt. telah menjelaskan di dalam Kalam-Nya tentang hakekat kebaikan sebenarnya. Allah Swt. berfirman,
“ Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu merupakan suatu kebaikan, akan tetapi, sesungguhnya kebaikan itu adalah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat,kitab-kitab, nabi-nabi, dan memberikan harta yang dicintai kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan), orang yang meminta-minta; memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]:177).
Jadi, berdasarkan ayat di atas, kebaikan sesungguhnya adalah takut kepada Allah, tetap mengingat hari pembalasan, mengikuti hati nurani, dan selalu melakukan perbuatan yang akan diridhai Allah. Maka, bukanlah kebaikan bila kita merusak subtansi akidah kita dengan memberikan toleransi seluas-luasnya terhadap tindakan-tindakan yang menyimpang dari risalah tauhid yang diajarkan Rasulullah Saw. Jelasnya, tidak ada toleransi jika menyangkut “teritorial” akidah kita.
Di dalam al-Qur’an, Allah Swt. telah berjanji untuk menggandakan nilai perbuatan setiap hamba yang berbuat baik. Di antara ayat-ayat Allah yang menjelaskan hal ini adalah,
“Siapa yang melakukan amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan siapa yang melakukan amal yang jahat, maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedangkan mereka sediktpun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-an’am [6]: 160)
Bukti yang paling konkrit bahwa Allah menggandakan setiap perbuatan baik adalah perbedaan kehidupan di dunia dan di akhirat. Kehidupan di dunia ini memiliki masa yang pendek. Walaupun demikian, orang-orang yang menyucikan dirinya dan melakukan perbuatan baik di dunia ini akan diberi balasan dengan kebaikan yang tidak terbatas di akhirat, sebagai balasan dari apa yang telah mereka lakukan selama kehidupan yang pendek (baca; dunia) tersebut.
Oleh karena itu, marilah kita berlomba-lomba dalam kebaikan dan amal saleh. Di samping sebagi bekal kita kelak di akhirat, juga menjadi media untuk mewujudkan keharmonisan antar kita dan membendung ‘teritorial’ akidah dari goncangan-goncangan yang berbahaya. Allah Swt. berfirman, “...Maka berlomba-lombalah kamu (dalam) kebaiakan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah [2]: 148).
. “lu’ga punya iman” atau “iman lu kemana sih” Kalimat itu sering kita dengar atau bahkan kita yang mengucapkanya, kata tersebut bisa diartikan bahwa orang tersebut telah berbuat di luar batas kebiasaan yang dinggap kurang baik. Kata Iman banyak di gunakan sebagai pelengkap ucapan walau itu hanya sekedar gurauan.
Arti keimanan yang berasal dari kata aamana - yu’minu berarti tasdiq yaitu membenarkan mempercayai. Dan menurut istilah Iman ialah “Membenarkan degan hati diucapkan degan lisan dan dibuktikan degan amal perbuatan.” Atau juag “Qaulun wa amalun wa niyyatun wa tamassukun bis Sunnah.” Yakni Ucapan diiringi degan ketulusan niat dan dilandasi degan berpegang teguh kepada Sunnah karena iman itu apabila hanya ucapan tanpa disertai perbuatan adalah dapat di golongkan kufur apabila hanya ucapan dan perbuatan tanpa diiringi ketulusan niat adalah nifaq sedang apabila hanya ucapan perbuatan dan ketulusan niat tanpa dilandasi degan sunnah adalah bid’ah.
Iman dalam Islam menempati posisi sangat penting dan strategis. Karena iman adalah asas dan dasar bagi seluruh amal perbuatan manusia. Tanpa iman tidaklah sah dan diterima amal perbuatannya. Firman Allah SWT dalam Qur’an Surah An-Nisa’ 124 yang artinya
“Barangsiapa yg mengerjakan amal-amal shaleh baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”
Juga dalam Qur’an Surah Al-Isra’ 19 yang artinya
“Dan barangsiapa yg menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu degan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi degan baik.”
Maka Iman dan Islam adalah dua sejoli yang tidak boleh dipisahkan. Keduanya ibarat dua sisi uang logam. Tidak ada Iman tanpa Islam dan tidak ada Islam tanpa Iman. Tetapi degan demikian bukan berarti Islam itu adalah Iman dan Iman adalah Islam.
Iman apabila disebutkan bersama-sama degan Islam maka menunjukkan kepada hal-hal batiniah; seperti Iman kepada Allah SWT iman kepada Malaikat iman kepada hari akhir dan seterusnya. Dan Islam apabila disebutkan bersama-sama degan Iman maka menunjukkan kepada hal-hal lahiriah; seperti Syahadat shalat puasa dan seterusnya. Dasarnya Al-Hujurat 14.
Namun Iman apabila disebutkan tersendiri tanpa degan Islam maka mencakup pengertian Islam dan tidak terlepas darinya; karena iman menurut definisinya adalah Keyakinan ucapan dan perbuatan. Demikian pula Islam apabila disebutkan tersendiri tanpa degan Iman maka mencakup pengertian Iman dan tidak boleh dipisahkan darinya. Karena Islam pada hakekatnya yaitu Berserah diri lahir dan batin kepada Allah SWT degan mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dasarnya Al-Anfal 2 - 3 Al-Mu’minun 1 - 9 dan Al-Imran 19 85.
Kalau kita mau jujur pada diri kita sendiri, sampai saat ini sudah berapa lama kita menjadi seorang muslim? sudah berapa banyak amal ibadah yang kita kerjakan? akan tetapi pernahkah kita merasakan kenikmatan dan kemanisan yang hakiki sewaktu kita melaksanakan ibadah tersebut?
Kalau hakikat ini belum kita rasakan, berarti ada sesuatu yang kurang dalam iman kita, ada sesuatu yang perlu dikoreksi dalam keislaman kita. Karena manisnya iman dan indahnya Islam itu bukan sekedar teori belaka, tapi benar-benar merupakan kenyataan hakiki yang dirasakan oleh orang yang memiliki keimanan dan ketaatan yang kuat kepada Allah ?, yang wujudnya berupa kebahagian dan ketenangan hidup di dunia, serta perasaan gembira dan senang ketika beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah ?.
Contoh ayat Al Qur-an, diantaranya: pertama:
“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik (di dunia), dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka (di akhirat) dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan ” (QS. ِِan Nahl:97).
Ayat kedua:
“Dan orang-orang yang berhijrah karena Allah sesudah mereka dianiaya, pasti Kami akan berikan kepada mereka (balasan) kebaikan di dunia.Dan sesungguhnya pahala di akhirat adalah lebih besar, kalau mereka mengetahui. (yaitu) orang-orang yang sabar dan hanya kepada Tuhanmu saja mereka bertawakkal” (QS. An Nahl:41-42).
Ayat ketiga:
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik kepadamu (di dunia) sampai kepada waktu yang telah ditentukan dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya (di akhirat nanti)” (QS. Huud:3).
Ayat keempat:
“Katakanlah: ”Hai hamba-hamba-Ku yang beriman, bertaqwalah kepada Rabbmu”.Orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan.Dan bumi Allah itu adalah luas.Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang disempurnakan pahala bagi mereka dengan tanpa batas (di akhirat)” (QS. Az Zumar:10).
Bagaimana dengan sobat semua di sini, bisakah kita melakukan dan menyadari arti iman yang sesungguhnya.insa Allah dengan usaha yang gigih dan selalu rendah diri di hadapan Allah maka kita akan bisa melaksanakannya.
Keimanan bisa berkurang dan bisa bertambah, karena kemantapan hati bertingkat-tingkat; seperti kemantapan hati terhadap berita tidak sama dengan kemantapan hati terhadap kenyataan langsung. Kemantapan hati terhadap berita satu orang, tidak sama dengan kemantapan hati terhadap berita dari dua orang dan seterusnya.
Maka dari itu Ibrahim Alaihis Salam berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati". Allah berfirman: "Belum yakinkah kamu ?" Ibrahim menjawab: "Aku telah meyakinkannya, akan tetapi agar hatiku tetap mantap (dengan imanku)." (Al-Baqoroh 260).
Keimanan akan bertambah tergantung kepada ketetapan hati, ketenangan dan kesiapannya. Manusia akan menemukan itu dalam dirinya. Ketika dia menghadiri pengajian yang ada nasehat, tentang syurga dan neraka, maka keimanannya akan bertambah sehingga seakan dia melihat-nya secara langsung, tetapi ketika lalai dan menjauh dari pengajian, maka keyakinannya dalam hati berkurang.
Keimanan dalam perkataan bisa bertambah dan berkurang. Orang yang menyebut Allah sepuluh kali tidak sama dengan orang yang menyebut Allah seratus kali, tambahnya keimanan orang yang kedua lebih besar dari yang pertama. Orang yang mengerjakan ibadah dengan cara yang sempurna, keimanannya akan bertambah lebih banyak daripada orang yang mengerjakannya secara setengah-setengah. Dan orang yang melakukan amal dengan anggota badannya lebih banyak daripada orang lain, maka tambahan keimanannya juga akan lebih banyak daripada orang yang kurang dalam amal perbuatannya. Dijelaskan dalam Al-Quran :
" Dan tiada Kami jadikan penjaga neraka itu melainkan dari Malaikat: dan tidaklah Kami menjadikan bilangan mereka itu melainkan untuk Jadi cobaan bagi orang-orang kafir, supaya orang-orang yang diberi Al-Kitab menjadi yakin dan supaya orang yang beriman bertambah imannya." (Al-Mudatstsir:31).
Kemudian firman Allah, " Dan apabila diturunkan suatu surat, Maka di antara mereka (orang-orang munafik) ada yang berkata: "Siapakah di antara kamu yang bertambah imannya dengan (turannya) surat ini?" Adapun orang-orang yang beriman, Maka surat ini menambah imannya, dan mereka merasa gembira. Dan Adapun orang-orang yang di dalam hati mereka ada penyakit, Maka dengan surat itu bertambah kekafiran mereka, disamping kekafirannya (yang telah ada) dan mereka mati dalam Keadaan kafir." (At-Taubah: 124-125).
Keimanan seseorang mudah sekali berubah, maka kita yang sudah tau betul arti keimanan walau ga terlalu banyak selayakyalah menjaga baik-baik. Karena dengan keimanan hati dan jiwa kita selalu terjaga dari hal yang berbau maksiat. Banyak cara untuk mempertahankan keimanan diantaranya menghadiri acara pengajian, memperbanyak do’a, rutin menjalankan sholat lima waktu lebih bagus ditambah dengan sholat sunahnya di sepertiga malam.
Karena hidup di jaman yang sekarang ini dimana sistim informasi yang begitu cepat seolah tiada batas, seperti kita dapat mengetahui kejadian satu jam yang lalu di belahan dunia paling ujung. Dengan demikian sedikit banyak akan mempengaruhi prilaku kita kalau kita tidak punya benteng keimanan yang kokoh niscaya akan mudah terbawa arus kecangggihan jaman tersebut. Kalau itu baik dan menguntungkan bisa kita ambil manfaatnya tetapi kalau informasi itu bertentangan dengan keyakinan ajaran kita sebagai muslim alangkah bahayanya..
. Setelah kita berlebaran dengan melakukan silahturahmi kesesama saudara, kerabat, teman. Bahkan melakukan perjalanan pulang kampung atau mudik, masih ada amalan yang tidak kalah menariknya, yaitu puasa enam hari yang sering disebut pasa syawalan. Syawal dikatagorikan merupakan bulan kemenangan bagi orang yang berjaya menghayati Ramadhan. Hari kemenangan atau hari raya, itu adalah augerah Allah buat hambaNya yang bersyukur. Orang yang berjaya, akan menerima anugerah dari Allah SWT di akhirat kelak Rasulullah telah bersabda:
”Hendaklah kamu bersungguh-sungguh pada hari raya Fitri ini melakukan sedekah, melakukan segala bentuk kebaikan dan kebajikan seperti melakukan sholat, berzakat, bertasbih, bertahlil karena sesungguhnya hari ini adalah hari yang Allah mengampunkan dosa-dosa kamu dan Allah SWT melihat pada kamu dengan rahmat.”
Hadist lain menjelaskan :
”Apabila tiba hari raya Fitrah, Allah SWT telah mengutuskan para malaikat, maka mereka pun turun di seluruh negeri, di seluruh pelosok dunia. Maka mereka pun berkata: Wahai umat Muhammad hendaklah kamu keluar kepada Tuhan yang Maha Pemurah. Maka apabila mereka umat-umat Muhammad itu keluar kepada tempat solat mereka, lantas Allah SWT berfirman: Hendaklah kamu saksikan wahai para malaikat-Ku. Sesungguhnya Aku telah jadikan pahala mereka itu di atas puasa mereka sebagai keredhaan Ku dan keampunan dari Ku.”
Dari dua hadis ini, dapat mengetahui bahwa anugerah Allah kepada mereka yang berjaya menempuh Ramadhan ialah kedatangan Syawal yang membawa beberapa manfaat di antaranya: mendapat ampunan, do’anya diterima, mendapatkan rahmatNYA dan mendapatkan keridhoan Allah SWT.
Anugerah adalah yang paling besar untuk seseorang mukmin. Apabila mereka mendapat anugerah-anugerah ini dapat dimaknai mereka mendapat jaminan segala amalannya diterima oleh Allah, jaminan kebahagiaan dan keselamatan dunia akhirat dan mendapatkan bantuan Allah di dunia dan di akhirat. Merekalah orang-orang yang bertaqwa.
Orang mukmin menyambut Syawal dengan rasa kesyukuran dan terus melakukan amal ibadah dan amal kebaikan demi mengharap keredhaan Allah. Di antara amalan yang di syariatkan pada bulan Syawal ialah puasa enam hari di bulan Syawal, berpuasa setelah sehari menyambut hari raya. Puasa ini dibolehkan dikerjakan secara berturut-turut enam hari atau tidak asalkan dalam bulan Syawal. Banyak keistimewaannya, sabda Rasulullah :
عن أبي أيوب الأنصارى أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: ((من صام رمضان, ثم أتبعه ستا من شوال, كان كصيام الدهر)) [رواه مسلم]
"Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari pada bulan Syawal, maka sama dengan telah berpuasa selama satu tahun" (HR. Muslim).
Hadist lain menjelaskan :
عن ثوبان عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: ((من صام رمضان, فشهر بعشرة أشهر وصيام ستة أيام بعد الفطر, فذلك تمام صيام السنة)) [رواه أحمد والنسائى وابن ماجه]
Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan, maka puasa satu bulan sama dengan puasa sepuluh bulan, ditambah dengan puasa enam hari pada bulan Syawal, maka genaplah sama dengan puasa satu tahun" (HR. Ahmad, Nasa'i dan Ibn Majah).
Abu Hurairah berkata: Pahalanya satu tahun, karena setiap hari pahalanya sama dengan puasa sepuluh hari. Tiga puluh hari ramadhan sama dengan tiga ratus hari ditambah enam hari bulan syawal sama dengan enam puluh hari, sehingga jumlah seluruhnya adalah tiga ratus enam puluh hari yakni satu tahun. Hal ini, karena Allah berfirman:
"Barangsiapa membawa amal yang baik, maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya" (QS. Al-An'am: 160)".
Hadis ini menjadi dasar bagi umat Islam untuk mengamalkan puasa sebanyak enam hari di bulan Syawal setelah menunaikan puasa bulan Ramadhan sebulan penuh. Puasa enam hari ini dapat diartikan bahwa sebagai manusia yang menjadi hamba Allah SWT, alangkah baiknya apabila amalan puasa yang diwajibkan kepada kita di bulan Ramadhan itu kita teruskan juga di bulan Syawal walaupun hanya enam hari. Ini seolah menunjukkan bahwa kita tidak melakukan ibadah puasa semata-mata karena ia menjadi satu kewajiban tetapi karena rasa diri kita sebagai seorang hamba yang benar-benar beriman bersungguh-sungguh untuk taqarrub kepada Allah.
Banyak manfaat puasa bulan syawal diantaranya adalah : puasa enam hari pada bulan Syawal pahalanya sama dengan puasa satu tahun penuh sebagaimana disebutkan dalam hadits di atas. Dengan puasa enam hari pada bulan Syawal di antara ciri puasa Ramadhannya diterima oleh Allah, karena apabila Allah menerima amal ibadah seseorang, Allah akan memudahkan orang tersebut untuk melakukan amal shaleh lainnya.
Serta puasa enam hari di bulan Syawal di antara cara bersyukur kepada Allah. Orang yang berpuasa Ramadhan berhak mendapatkan ampunan (maghfirah) dari Allah atas segala dosa-dosanya yang telah lalu, dan tidak ada nikmat yang paling berharga selain pengampunan Allah.
Karena itu, mereka yang telah berpuasa Ramadhan patut bersyukur atas nikmat ini, di antaranya dengan berpuasa enam hari di bulan Syawal. "Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya, hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, dan supaya kamu bersyukur" (QS. Al-Baqarah: 185).
Dan juga Puasa enam hari pada bulan Syawal, menjadi bukti bahwa kebaikan dan amal shaleh tidak berakhir seiring berlalunya Ramadhan, akan tetapi terus berlanjut selama hidup.
Makna Bulan Syawal
Setelah sebulan penuh menjalankan ibadah puasa di Bulan Ramdhan, yang diharapkan dari ibadah itu agar meraih derajat taqwa, maka dengan bersambung Bulan Syawal, maka makna itu terasa, ialah agar terjadi peningkatan. Seolah-olah nama bulan ini mengingatkan bagi siapapun, bahwa seharusnya setelah menjadi bertaqwa maka seseorang atau sekelompok orang harus menampakkan diri, ada peningkatan kualitas hidupnya.
Setidak-tidaknya tatkala memasuki Bulan Syawal, ada harapan agar terjadi peningkatan kualitas, ialah kualitas ketaqwaan bagi mereka yang berpuasa. Jika hal itu ingin dilihat secara nyata, maka akhlak orang-orang yang telah berpuasa menjadi meningkat, orang-orang yang berkesusahan menjadi bisa tersenyum, lantaran persoalan mereka terselesaikan oleh karena munculnya banyak orang yang semakin sadar membayar infaq. Sehingga, memasuki Bulan Syawal kehidupan menjadi semakin lebih baik dan damai, karena dihiasi oleh akhlaq yang mulia, kedekatan dengan Allah, dan juga dengan sesama makhluk. Akhirnya Bulan Syawal menjadi bulan yang sangat indah.
Puasa bukan untuk meningkatkan aspek ekonomi atau kekayaan, namun lebih untuk meningkatkan ketaqwaan. Akan tetapi jika ternyata, setelah memasuki bulan Syawal masjid menjadi sepi kembali, rasa syukur, sabar, ikhlas, dan istiqomah tidak juga meningkat, maka boleh saja dikatakan, bahwa puasa tidak mendapatkan apa-apa. Secara ekonomis tidak meningkat, sedangkan spiritual pun juga tidak bertambah. Sehingga kata syawal hanya sebatas nama bulan itu, dan belum memberikan makna apa-apa, termasuk bagi yang berpuasa. Semogalah kita semua, tidak tergolong sebagai orang yang tidak mendapatkan apa-apa itu. Seharusnya jika mungkin, sebagai kaum muslimin, di Bulan Syawal ini, berhasil mendapatkan dua-duanya, yaitu keuntungan ekonomi, maupun juga derajat taqwa…..amin……….
Selamat Idul Fitri mohon maaf lahir batin atas segala kesalahan dan kekhilafan dalam berbagai tulisan saya selama ini, semoga kita menjadi golongan hamba-hamba Allah yang bertaqwa. Amin!
Idul fitri adalah merupakan puncak dari rangkaian ibadah puasa bulan ramadhan, setelah sebulan kita puasa saatnya umat Islam merayakan hari kemengan yang lazim di sebut idul fitri. Idul fitri adalah hari raya yang datang berulangkali setiap tanggal 1 Syawal, yang menandai puasa telah selesai dan kembali diperbolehkan makan minum di siang hari. Artinya kata fitri di sini diartikan “berbuka” atau “berhenti puasa” yang identik dengan makan minum. Maka tidak salah apabila Idul Fitri disambut dengan makan-makan dan minum-minum yang tak jarang terkesan diada-adakan oleh sebagian keluarga.
Tetapi yang lebih penting adalah Idul Fitri seharusnya dimaknai sebagai ‘Kepulangan seseorang kepada fitrah asalnya yang suci‘ sebagaimana ia baru saja dilahirkan dari rahim ibu. Kelahiran kembali ini berarti seorang muslim selama sebulan melewati Ramadhan dengan puasa, qiyam, dan segala ragam ibadahnya harus mampu kembali berislam, tanpa benci, iri, dengki, serta bersih dari segala dosa dan kemaksiatan.
Arti kembali kepada kesucian, atau kembali ke asal kejadian., yaitu fithrah, berarti suci. Kelahiran seorang manusia, dalam pandangan Islam, tidak dibebani dosa apapun. Kelahiran seorang anak, diibaratkan secarik kertas putih. Kelak, orang tuanya lah yang akan mengarahkan kertas putih itu membentuk dirinya. Di mana pada awal kejadian, semua manusia dalam keadaan mengakui bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan. Sebuah perjanjian antara manusia dengan Allah yang berisi pengakuan ke Tuhan-nan
"(Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhan-mu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi”. (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”)". (al-A’raf 7 :172)
Idul Fitri arti yang sesungguhnya berarti kembali kepada naluri kemanusiaan yang murni, kembali kepada keberagamaan yang lurus, dan kembali dari segala kepentingan duniawi yang tidak Islami, Inilah makna Idul Fitri yang asli.
Perjalanan hidup manusia tidak bisa luput dari dosa. Karena itu, perlu ada usaha untuk mengembalikan kembali pada kondisi seperti awalnya. Perbuatan dosa yang paling sering dilakukan manusia adalah kesalahan terhadap sesamanya. Seorang manusia dapat memiliki rasa permusuhan, pertikaian, dan saling menyakiti. Idul Fitri merupakan momen penting untuk saling memaafkan, baik secara individu maupun kelompok.
Indonesia yang mempunyai budaya saling memaafkan ini lebih populer disebut halal-bihalal, dan bukan hanya di Indonesia saja tetapi telah menjadi tradisi di negara-negara rumpun Melayu. Ini adalah wujud dari ajaran Islam yang menekankan sikap persaudaraan, persatuan, dan saling memberi kasih sayang.
Dalam pengertian yang lebih luas, halal-bihalal adalah acara maaf-memaafkan pada hari Idul fitri. Keberadaan idul fitri adalah suatu pesta kemenangan umat Islam yang selama bulan Ramadhan telah berhasil melawan berbagai nafsu hewani, pesta kemenangan idul fitri ini diperuntukkan bagi umat Islam yang telah berpuasa, dan mereka melakukannya dengan dilandasi keimanan.
Yang lebih menarik adalah pada saat Idul Fitri biasanya ditandai dengan adanya ”mudik (pulang kampung)” yang mungkin hanya ada di Indonesia. Selain itu, hari raya Idul Fitri juga kerap ditandai dengan hampir 90% mereka memakai sesuatu yang baru, mulai dari pakaian baru, sepatu baru, sepeda baru, mobil baru. Maklum saja karena perputaran uang terbesar ada pada saat Lebaran. Mudik bukan hanya sekedar hura-hura atau menikmati ramianya di perjalanan tetapi yang terpenting adalah untuk silahturahmi kepada sanak saudara yang ada di kampung tempat mereka dilahirkan.
Itulah betapa pentingnya makna idul fitri atau lebaran bagi Islam terutama umat muslim di Indonesia. Saling memaafkan dan berbuat baik kepada orang lain jangan hanya dilakukan saat Lebaran. Akan tetapi, harus berkelanjutan dalam kehidupan sehari-hari. Halal-bihalal yang sudah masuk tradisi Indonesia tersebut dapat memberikan gambaran bahwa Islam adalah agama toleran, yang mengedepankan pendekatan hidup rukun. Jangan membanggakan dengan perbedaan.
Kini Ramadhan telah berakhir, seisi alam menangisi kepergian Ramadhan. Rasulullah pun bersabda, “Jika manusia tahu apa yang ada di bulan Ramadhan, maka manusia akan mengharap setiap tahun adalah Ramadhan.” Kepergian ini tidak dapat kita tunda sedetik pun, ia berjalan mengikuti irama waktu yang dimainkan oleh Sang Pencipta. Kita hanya bisa berharap dengan sangat, mudah-mudahan di tahun depan kita bisa bertemu kembali dengan bulan yang penuh barokah, rahmah, dan mahgfirah ini.
Kepergian bulan Ramadhan nan suci ini janganlah diikuti dengan menghilangkan nilai-nilai kebaikan yang telah kita tanam selama bulan Ramadhan. Ramadhan mengajarkan indahnya berbuat baik dan berkata jujur, menghilangkan amarah dan menghiasai jiwa dengan kesabaran, memperbanyak amal kebaikan dan menghilangkan keburukan, dan masih banyak lagi hal positif lainnya.
Ramadhan memang telah berlalu, namun kita usahakan agar nilai-nilai, sikap, dan perbuatan baik yang kita lakukan selama bulan Ramadhan tidak sirna bersamaan dengan kepergian Ramadhan, terutama mengenai kesabaran dan kejujuran. Dengan kesabaran, kita akan terselamatkan dari tindakan emosial yang akan berujung pada anarkisme, bahkan terorisme. Kesabaran juga kita butuhkan dalam berdakwah. Dakwah dan sabar adalah dua hal yang tak terpisahkan. Kesabaran merupakan kunci sukses dakwah para nabi. Kemudian, kejujuran sangat dibutuhkan negara ini guna membenahinya dari keterpurukan.
Semoga kita termasuk orang yang memenangkan pertempuran melawan hawa nafsu dan menundukkannya di bawah nilai-nilai Ilahi. Semoga sikap dan perbuatan baik yang menghiasi diri kita selama bulan Ramadhan terus menghiasi diri kita meskipun Ramadhan telah pergi. .....
Sebulan kita menjalani rangkaian ibadah puasa Ramadhan, mulai dari sholat tarawih, tadarus, itikab mencari keutamaan lailatul qodar Semua itu terasa kurang lengkap apabila tidak di sempurnakan dengan amalan sodakoh wajib berupa zakat fitrah di akhir bulan Ramadhan sebelum memasuki hari kemenangan yang sering di sebut idul fitri.
Zakat fitrah bagi umat Muslim bukan sekedar rutinitas yang bernilai sosial untuk menyempurnakan ibadah puasa, tetapi lebih merupakan suatu kewajiban yang ditujukan bagi terbentuknya kesempurnaan ibadah puasa yang telah dilaksanakan kurang lebih satu bulan. Seorang muslim yang menjalankan ibadah puasa akan merasa kurang sempurna apabila tidak mengeluarkan zakat fitrah, walau seandainya tidak menjalankan ibadah puasa sekalipun, zakat fitrah tetap menjadi sesuatu yang penting bagi diri mereka. Ada perasaan tidak “enak” bila tidak menunaikannya.
Maka dari itu, bukan menjadi keanehan apabila pada akhir setiap bulan Ramadhan banyak umat Islam berbondong-bondong ber-zakat fitrah kepada panitia-panitia zakat fitrah yang ada di masjid, musholla atau tempat-tempat yang lain. Yang selanjutnya pihak panitia akan menyalurkan zakat fitrah tersebut kepada yang berhak, dan tak jarang juga…pihak panitia menyisihkan sebagian zakat yang terkumpul untuk dibagikan kepada para anggota keluarganya. Kejadian tersebut hampir dapat kita jumpai di sekeliling kita,
Pengertian “Zakat” dan “Fitrah” : Zakat secara umum merupakan hak tertentu yang diwajibkan oleh Allah terhadap harta kaum muslimin menurut ukuran-ukuran tertentu (nishab dan khaul) yang diperuntukkan bagi fakir miskin dan para mustahiq lainnya sebagai tanda syukur atas nikmat Allah swt. dan untuk mendekatkan diri kepada-Nya, serta untuk membersihkan diri dan hartanya Dengan kata lain, zakat merupakan kewajiban bagi seorang muslim yang berkelebihan rizki agar menyisihkan sebagian hartanya untuk diberikan kepada saudara-saudara muslim yang sedang kekurangan.
Sedangkan, fitrah diartikan dengan suci sebagaimana hadits Rasul “kullu mauludin yuladu ala al fitrah” (setiap anak Adam terlahir dalam keadaan suci) dan bisa juga diartikan juga dengan ciptaan atau asal kejadian manusia.
Maka “zakat fitrah”, adalah zakat untuk kesucian. Artinya, zakat ini dikeluarkan untuk mensucikan orang yang berpuasa dari ucapan atau perilaku yang tidak ada manfaatnya. Sebagaimana dinyatakan dalam suatu hadits
عن ابن عباس قال: فرض رسول الله زكاة الفطر طهرة للصائم من اللهو و الرفث و طعمة للمساكين. فمن أداها قبل الصلاة فهي زكاة مقبولة, و من أداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات
.
"Diriwayatkan dari Ibnu Abbas dia berkata bahwasanya Rasulullah mewajibkan zakat fitrah bagi orang yang berpuasa untuk menghapus kesalahan yang diakibatkan oleh perkataan dan perilaku yang tidak bermanfaat dan merupakan makanan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa yang membayar zakat sebelum pelaksanaan sholat ied, maka zakatnya diterima, dan barangsiapa yang membayarnya setelah melaksanakan sholat ied, maka ia termasuk sedekah biasa".
“Zakat fitrah” merupakan zakat karena sebab ciptaan. Artinya bahwa zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan kepada setiap orang yang dilahirkan ke dunia ini. Maka zakat bisa juga disebut dengan zakat badan atau pribadi. Semua orang dari semua lapisan masyarakat, baik yang kaya atau yang miskin selama mereka mempunyai kelebihan persediaan makanan pada malam hari raya idul fitri mereka tetap berkewajiban mengeluarkan zakat fitrah. Hal ini sebagaimana disampaikan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah.
أدوا صدقة الفطر صاعا من قمح – أو قال بر- عن كل إنسان صغير أو كبير, حر أو مملوك, غني أو فقير, ذكر أو أنثى. أما غنيكم فيزكيه الله وأما فقيركم فيرد الله عليه أكثر مما أعطى
.
“Bayarkanlah zakat fitrah satu sha’ gandum atau bur dari setiap manusia, anak-anak atau orang dewasa, merdeka atau hamba sahaya, kaya atau miskin, laki-laki atau perempuan. Jika kamu sekalian kaya, maka Allah akan mensucikannya, dan jika fakir maka Allah akan mengembalikannya dengan lebih banyak daripada yang diberikannya".
Maka jelas bahwa zakat fitrah adalah ibadah yang diwajibkan bukan hanya untuk kaum berada saja tetapi untuk semua golongan baik miskin atau kaya, yang terlahir di jagad ini. Tetapi kadang suka salah kaprah dengan diabaikan zakat fitrah ini bagi kaum fakir miskin, seolah mereka terbebas dari kewajiban ini. Seandainya mereka tidak mampu berzakat fitrah bisa disiasati dengan meminjam dulu atau bagaimana caranya agar bisa melaksanakannya.
Bila kewajiban itu melekat ketika ia mampu melaksanakan kemudian setelah itu ia tdk mampu maka kewajiban tersebut tidak gugur darinya. Dan tidak menjadi kewajiban jika ia tidak mampu semenjak kewajiban itu mengenainya.” Kemudian yang dimaksud kriteria tidak mampu yaitu :
“Barangsiapa yg tidak mendapatkan sisa dari makanan pokok untuk malam hari raya dan siang maka tidak berkewajiban membayar fitrah. Apabila ia memiliki sisa dari makanan pokok hari itu ia harus mengeluarkan bila sisa itu mencapai ukuran .” tetapi utuk jaman sekarang ini InshaAllah yang demikian tidak ada, kalaupun masih ada itu tergantung kepahaman dan keimanan orang tersebut.
Zakat fitrah adalah merupakan kewajiban bagi tiap kaum muslimin yang harus di keluarkan sebelum datangnya sholat idul fitri atau lebih tepatnya sebelum terbitnya matahari pertama di bulan syawal. Apabila zakat fitrah sudah melewati batas tersebut maka status menjadi tidak sah, dan hanya dihukumi sebagai sodakoh biasa. Rasulullah dalam salah satu haditsnya yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas menjelaskan
من أداها قبل الصلاة فهي زكاة مقبولة, و من أداها بعد الصلاة فهي صدقة من الصدقات
"Barangsiapa yang membayar zakat fitrah sebelum dia melaksanaan shalat iedul fitri, maka zakat fitrahnya diterima (dinyatakan sah), akan tetapi barangsiapa yang mengeluarkannya setelah melaksanakan shalat iedul fitri, maka zakat fitrahnya hanya dianggap sebagai sedekah biasa".
“Dan Nabi memerintahkan agar dilaksanakan sebelum orang2 keluar menuju shalat.”
Sangat dimudahkan apabila kita akan berzakat fitrah di mana pelaksanaan kepada amil zakat dapat dimajukan 2 atau 3 hari sebelum Id berdasarkan riwayat berikut ini:
“Bahwasanya Abdullah bin Umar menyerahkan zakat fitrah kepada petugas yg zakat dikumpulkan kepada 2 atau 3 hari sebelum Idul Fitri.”
Dengan demikian zakat tersebut harus tersalurkan kepada yg berhak sebelum shalat. Sehingga maksud dari zakat fitrah tersebut terwujud yaitu untuk mencukupi mereka di hari itu dan tentunya agar mereka bisa merayakan idul fitri bukan cuma kita doang.
Kadang terjadi salah sasaran dalam menyalurkan zakat fitrah, yang seharusnya mendapatkan malah terabaikan dan sebaliknya yang tidak pantas menerima justru memperoleh zakat. Dan ini dituntut kejujuran dan kejelian para panitia zakat fitrah jangan hanya sekedar suka atau tidak suka, kenal atau tidak kenal Dalam Al Qur’an QS At Taubah 60: Allah berfirman:
“Hanya sedekah-sedekah itu (zakat) diberikan kepada fakir miskin, orang yang bekerja mengurus zakat (amil), orang-orang yang hatinya mulai terpau dengan islam (muallaf), budak-budak, orang-orang yang berhutang, orang-orang yang di jalan Allah, serta kepada orang-orang yang dalam perjalanan.”
Maka hati-hatilah dalam menyalurkan zakat fitrah jangan sampai salah sasaran karena apa yang dilakukan semua itu semata-mata karena Allah jangan karena yang lain apalagi karena ingin mengambil manfaat dari situasi. Dan jadilah Muslim yang sesungguhnya berikan dan keluarkanlah apa yang sudah menjadi keharusan jangan memainkan aturan karena yang demikian itu sama halnya mengkufuri Allah swt.
Ramadhan, bulan penuh limpahan nikmat adalah merupakan salah satu sarana yang Allah berikan kepada kita agar memperoleh ampunan-Nya. Banyak sekali kelebihan-kelebihan yang Allah berikan kepada hamba-Nya melalui Ramadhan ini, sehingga wajar kalau Rasulullah mengekspresikan keutamaannya dengan perkataan,
“Apabila umat ini tahu apa yang ada dalam Ramadhan, niscaya mereka akan mengharapkan hal itu selama satu tahun penuh.” (HR Tabrani).
Bahkan salah satu malam yang diselimuti keberkahan hanya terdapat pada salah satu malam di bulan Ramadhan. Betapa agungnya Ramadhan sehingga tak ada selainnya yang mendapatkan malam mulia yang lebih baik dari seribu bulan. …yah malam yang banyak di kenal dengan sebutan Lailatur Qodar. Rasulullah saw, bersabda,
“Barangsiapa yang beribadah pada malam Lailatul Qadar, niscaya diampuni dosa-dosanya yang sudah lewat”. (HR Bukhari dan Muslim)
Lailatul Qadar (atau lebih dikenal dengan malam qadar) mempunyai keutamaan yang sangat besar, karena malam tersebut diturukanya Al-Qur`an, yang merupakan pedoman hidup kaum muslimin untuk mencapai kemuliaan dan mengangkatnya ke derajat yang tinggi dan abadi. Umat Islam yang mengikuti Sunnah Rasulnya berlomba-lomba untuk beribadah di malam harinya di bulan puasa dengan penuh iman dan mengharap pahala dari Allah subhanahu wa ta’ala.
Rasulullah saw banyak menjelaskan pada kita tentang berbagai keutamaan malam yang penuh berkah ini. Sebagai malam yang terbaik dan paling barokah diantara malam yang ada, didalamnya Allah telah menjanjikan pada hambanya yang ikhlas dan berharap untuk mendapatkan perlindungan-Nya di hari akhir, akan melipatgandakan sampai 1000 bulan untuk amal-amalan kebaikan yang dilakukan pada malam ini. Allah telah berfirman :
”Sesungguhnya Kami menurunkan Al-Qur'an pada lailatul Qadar, tahukah engkau apakah lailatul Qadar itu ? Lailatul Qadar itu lebih baik dari seribu bulan, pada malam itu turunlah melaikat-malaikat dan Jibril dengan izin Allah Tuhan mereka (untuk membawa) segala urusan, selamatlah malam itu hingga terbit fajar" (Al-Qadr : 1-5]
Lailatul Qodar Malam turunnya Al-Quran secara sekaligus ke baitul izzah di langit dunia malam itu lebih baik daripada seribu bulan dalam hal kemuliaan, keutamaan dan banyaknya pahala. Malaikat-malaikat turun, sedang malaikat tidaklah turun kecuali membawa kebaikan, berkah dan rahmat.Dan pada malam itu dijelaskan segala urusan yg penuh hikmah,
"Sesungguh Kami menurunkan pada suatu malam yg diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguh Kami adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Ad Dukhan : 3 - 6)
Bahkan Lailatul Qodar bisa di maknai malam kemuliaan 1000 bulan Terdapat beberapa pendapat ulama seputar makna tersebut :
“Malam kemuliaan itu lebih baik dari 1000 bulan”. (QS. Al Qadar: 2).
Artinya, makna 1000 bulan diartikan sesuai tulisan, yaitu benar-benar 1000 bulan. Ini berdasarkan sebuah hadis yang menyebutkan bahwa suatu ketika Rasulullah SAW menyebutkan kisah empat orang Bani Israil –Ayyub, Zakariya, Hezkiel dan Yosua bin Nun- yang menyembah Allah SWT selama 80 tahun, tidak pernah sekedip matapun mereka berbuat maksiat kepada Allah SWT. Lantas para sahabat Rasulullah SAW merasa kagum dengan kisah tersebut. Kemudian Malaikat Jibril datang dan berkata,
“Wahai Muhammad, ummatmu kagum dengan mereka yang menyembah Allah SWT selama 80 tahun, sedangkan Allah SWT telah menurunkan kepadamu sesuatu yang lebih baik dari itu”, kemudian Malaikat Jibril membaca surat Al Qadar dan berkata, “Ini lebih mengagumkan bagi engkau dan ummatmu”. Hal itu membuat Rasulullah SAW merasa bahagia.
Atau bisa dimaknai nilai 1000 adalah sebuah kiasan yang berarti banyak. Jumlah bilangan 1000 selalu digunakan bangsa Arab masa lalu untuk menunjukkan sesuatu yang banyak, seperti yang terdapat dalam ayat: “Salah seorang di antara mereka ingin agar usianya dipanjangkan hingga 1000 tahun”. (QS. Al Baqarah: 96).
Waktu Terjadinya Lailatul Qodar
Banyak kisah yang dapat di jadikan dasar mengenai turunya lailatur qodar ada yang mempercayai dimalam kedua puluh tujuh, ada juga yang mengatakan malam kedua puluh satu, dua puluh tiga, atau dua puluh lima. Sebagian lain mengatakan malam ke dua puluh sembilan. Banyak hadist dan pendapat mengenai waktu turunya Lailatur Qodr yang di jadikan rujukan. Lailatul Qodar terjadi pada malam-malam ganjil di bulan Ramadhan. Ada juga yang bependapat, terjadi pada malam 17 Ramadhan, berdasarkan ayat berikut:
“…dan apa yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan”. (QS. Al Anfal: 41).
Al Furqan adalah pemisah antara yang hak dan yang batil. Hari jelasnya kemenangan orang-orang Islam dan kekalahan orang-orang kafir. Hari bertemunya dua pasukan besar itu terjadi pada perang Badar yaitu hari Jumat tanggal 17 Ramadhan tahun ke II Hijrah. Lailatul Qodar terjadi pada malam 27 Ramadhan, berdasarkan beberapa hadis yang mengisyaratkan hal itu.
Kemudian diketahui ada kisah dalam Sunnah, pemberitahuan ini ada, karena perdebatan para shahabat. Dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit, ia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam keluar pada Lailatul Qadar, lalu ada dua orang sahabat berdebat, maka beliau bersabda:
“Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian tentang Lailatul Qadr, tetapi fulan dan fulan berdebat hingga diangkat (tidak bisa lagi diketahui kapan kepastian lailatul qadr terjadi), semoga ini lebih baik bagi kalian, maka carilah pada malam 29, 27 dan 25.” (HR. Al-Bukhariy 2023)
Pendapat yang paling kuat dan sering dipercayai, terjadinya Lailatul Qadar itu pada malam di akhir-akhir bulan Ramadhan sebagaimana ditunjukkan oleh hadits ‘A`isyah, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dan beliau bersabda:
“Carilah Lailatul Qadr di malam ganjil pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan.” (HR. Al-Bukhariy no.2017 dan Muslim no.1169)
Jika seseorang merasa lemah atau tidak mampu, maka janganlah sampai terluput dari tujuh hari terakhir, berdasarkan riwayat dari Ibnu ‘Umar, dia berkata: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Carilah di sepuluh hari terakhir, jika salah seorang di antara kalian tidak mampu atau lemah maka jangan sampai terluput dari tujuh hari sisanya.” (HR. Muslim no.1165)
Banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa Lailatul Qadr itu terjadi pada sepuluh hari terakhir. Maka di malam-malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan persiapkan diri kita untuk meraih kemuliaan Allah SWT karena disitulah discount pahala besar-besaran.
Tanda-tanda Lailatul Qodar
Terdapat beberapa hadits yang menjelaskan tanda-tanda Lailatul Qadar, di antaranya yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Al Baihaqi dari ‘Ubadah bin Ash-Shamit:
“Di antara tanda Lailatul Qadar, suatu malam yang cerah, bersih, tenang, tidak panas dan tidak pula dingin, seakan-akan terdapat bulan yang bersinar, tidak satu bintangpun terbit hingga subuh”.
Terdapat juga beberapa hadits seirama, disebutkan Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya, walaupun hadis-hadis tersebut tidak sampai ke derajat hadis shahih:
“Sesungguhnya tanda Lailatul Qadar adalah, suatu malam yang bersih, cerah, seakan-akan terdapat bulan purnama yang bersinar, malam yang tenang dan teduh, tidak dingin dan tidak pula panas, bintang-bintang tidak terbit muncul hingga subuh”.
Dalam hadis lain disebutkan:
“Tanda Lailatul Qadar, matahari terbit di pagi harinya dalam keadaan normal, tidak terdapat cahaya padanya, seperti bulan di malam purnama, syetan tidak diperkenankan keluar pada malam itu”.
Memang kalau di lihat dari teksnya sangat aneh tapi itulah hadist yang kadang di luar batas penalaran kita. Ada juga sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Abu Daud Ath-Thayalisi yang beliau riwayatkan dari Zam’ah dari Salamah bin Wahram dari ‘Ikrimah dari Ibnu ‘Abbas, Rasulullah SAW bersabda tentang Lailat Al Qadar:
“Suatu malam yang teduh dan cerah, tidak panas dan tidak pula dingin, pada pagi harinya matahari terbit dengan cahaya lemah memerah”.
Dari Ubaiy, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Pagi hari malam Lailatul Qadr, matahari terbit tidak ada sinar yang menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi.” (HR. Muslim no.762)
Dan dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Rasulullah SAW bersabda:
“Malam Lailatul Qadr adalah malam yang indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, dan keesokan harinya sinar mataharinya melemah kemerah-merahan.” (HR. Ath-Thayalisiy 349, Ibnu Khuzaimah 3/231 dan Al-Bazzar 1/486, sanadnya hasan)
Itu contoh hadist yang menggambarkan ketika Lailatul Qodar turun.
Bagaimana Mencari Lailatul Qadar?
Karena Lailatul Qodr terjadi setahun sekali yaitu bertepatan dengan amalan ibadah puasa bulan Ramadhan, maka rugilah kita kalau menyia-yiakannya. Maka perbanyaklah amalan di sepuluh hari terahir jangan sampai terlewat walau itu hanya sehari. Bila perlu bagi yang siang harinya menjalankan aktivitas ambilah libur untuk persiapan malam harinya.
Oleh karena itu alangkah baiknya bagi muslimin agar bersemangat dalam melakukan ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar seperti melakukan shalat tarawih, membaca Al-Qur`an, menghafalnya dan memahaminya serta amalan yang lainnya, yang dilakukan dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahala-Nya yang besar. Jika dia telah berbuat demikian maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa shalat malam/tarawih (bertepatan) pada malam Lailatul Qadr dengan penuh keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Al-Bukhariy 38 dan Muslim no.760)
Disunnahkan untuk memperbanyak do’a pada malam tersebut. Diriwayatkan dari ‘A`isyah, dia berkata: Aku bertanya: Ya Rasulullah, apa pendapatmu jika aku tahu kapan Lailatul Qadr (terjadi), apa yang harus aku ucapkan? Beliau menjawab: Ucapkanlah.....
“Ya Allah, Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku.” (HR. At-Tirmidziy 3760 dan Ibnu Majah 3850, sanadnya shahih)..
Dari ‘A`isyah berkata:
“Adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila masuk pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, beliau menghidupkan malamnya, membangunkan keluarganya, dan bersungguh-sungguh serta mengencangkan kainnya (yaitu menjauhi istri-istrinya untuk konsentrasi beribadah dan mencari Lailatul Qadr).” (HR. Al-Bukhariy no.2024 dan Muslim no.1174)
Begitu bermaknanya malam kodar buat umat Islam sampai Rosululullah menganjurkan berkali-kali lewat beberapa hadistnya. Kita sebagai umatnya yang jelas-jelas banyak melakukan kesalahan dan dosa besar, kadang meremehkan arti Islam itu sendiri, marilah di bulan Ramadhan ini bukan hanya kembali ke jalan Allah SWT dan kembali ke Al-qur’an dan Sunah Rasul. Tapi lebih kepada intropeksi diri sejauh mana posisi keimanan kita. Jangan hanya sekedar ikut hura-hura menyambut Idul Fitri yang akan hadir setelah ini…ayo tempatkan posisi anda yang sebenarnya Ramadhan akan segera berakhir di tahun ini.
Sebelum dan sesudahnya saya mohon maaf kalau ada kesalahan kata, tak lupa saya mengucapkan…..Selamat Hari Raya Idul Fitri Taqobalallahu minna wa minkum Mohon maaf lahir dan bathin….
Sekarang kita berada di bulan Ramadhan bulan yang penuh rahmat, bulan yang penuh keutamaan, karena di bulan inilah umat islam diwajibkan untuk menjalankan ibadah puasa. Walau berat sebagai manusia yang beriman tentu perintah itu sebagai hal yang biasa-biasa saja karena memang ayat tersebut di peruntukan bagi orang yang beriman, coba simak baik-baik ayat berikut ini :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagi kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan bagi orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa” [Al Baqarah:183]
Jelas sebagai orang yang beriman hukumnya wajib, bagi yang tidak beriman berarti tidak termasuk di dalam ayat ini, kemudian apakah orang yang tidak beriman terbebas dari kewajiban puasa Ramadhan?.
Pengertian Iman dalam Islam menempati posisi amat penting dan strategis sekali. Karena iman adalah asas dan dasar bagi seluruh amal perbuatanmanusia. Tanpa iman tidaklah sah dan diterima amal perbuatannya. Firman Allah SWT dalam Qur’an Surah An-Nisa’ 124 yg artinya
“Barangsiapa yg mengerjakan amal-amal shaleh baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yg beriman maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikitpun.”
Juga dalam Qur’an Surah Al-Isra’ 19 yg artinya
“Dan barangsiapa yg menghendaki kehidupan akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah mu’min maka mereka itu adalah orang-orang yg usahanya dibalasi dengan baik.”
Dengan demikian iman itu bukan sekedar pengertian dan keyakinan dalam hati, bukan sekedar ikrar degan lisan dan bukan sekedar amal perbuatansaja tapi hati dan jiwa kosong. Dan yang terpenting Iman itu bukanlah sekedar angan-angan dan bukan pula sekedar basa-basi degan ucapan akan tetapi sesuatu keyakinan yang terpatri dalam hati dan dibuktikan degan amal perbuatan.
Nikmatnya Ramadan..
Terkadang pemahaman makna bulan Ramadhan sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja bulan yang setiap tahunya berulang terus. Jangan cuma tau bahwa di bulan Ramadhan ada perintah puasa, bulan turunnya Al-Qur’an, adanya shalat tarawih di setiap malamnya yang di bulan-bulan biasa tidak ada, adanya perintah mengeluarkan zakat fitrah dan sebagainya yang pada akhirnya merayakan idul fitri dimana orang-orang bersuka ria dengan gaya busana serba baru.
Salah satu keistimewaan bulan Ramadhan adalah Allah SWT membuka peluang lebar-lebar bagi hambanya untuk membersihkan dosa dan kesalahan yang selama ini dilakukan asal mau melaksanakan puasa Ramadhan dengan landasan iman dan ikhlas serta tidak melakukan berbagai macam dosa-dosa.
Begitu banyak pujian Allah untuk bulan Ramadhan dan keistimewaan yang diberikan Allah untuk orang-orang yang berpuasa. Berbeda dengan ibadah yang lain, puasa dinyatakan untuk Allah sendiri.
Bahkan dikatakan, bau mulut orang yang berpuasa (dan itu wajar karena seharian tidak kemasukan makanan atau minuman) ternyata di hadapan Allah lebih harum daripada bau minyak kesturi.
" Sungguh, demi Zat yang jiwa Muhammad berada dalam genggaman-Nya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada Hari Kiamat darpada wangi minyak kesturi”. (HR Muslim).
Dalam bulan Ramadhan, Allah yang Maha Pemurah menjadi lebih pemurah lagi, dilipatkangandakan-Nya perhitungan pahala orang yang berbuat kebajikan. Siapa saja yang melakukan ibadah sunnah dihitung melakukan kewajiban dan yang melakukan kewajiban dilipatkangandakan pahalanya 70 kali dibandingkan dengan melakukan kewajiban di luar bulan Ramadhan. Bahkan Allah juga akan menambah rezeki orang-orang beriman di bulan puasa ini.
”Sesungguhnya engkau akan dinaungi bulan yang senantiasa besar lagi penuh berkah, bulan yang di dalamnya ada suatu malam yang lebih baik daripada seribu bulan. Ramadhan adalah bulan sabar dan sabar pahalanya surga. Ramadhan adalah bulan pemberian pertolongan dan bulan Allah menambah rezeki orang Mukmin”. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Dikatakan juga bahwa puasa memberikan kebahagiaan kepada yang melakukan, yakni ketika berbuka dan ketika bertemu Allah SWT kelak.
”Untuk orang yang berpuasa ada dua kebahagiaan: ketika berbuka, ia senang dengan bukanya ketika berjumpa dengan Allah kelak, ia senang dengan puasanya”. (HR Muslim).
Sepanjang hidup kita, tak terhitung sudah kita makan berbagai makanan. Akan tetapi, mengapa setiap berbuka, kita merasakan sesuatu yang berbeda. Ada perasaan lega, syukur, nikmat dan bahagia yang tak terucapkan. Semua itu tentu hanya bisa dirasakan oleh orang yang menjalankan puasa. Tidak aneh, saat berbuka adalah waktu yang ditunggu-tunggu oleh siapapun yang berpuasa.
Dan saat bertemu dengan Allah, Nabi menyatakan bahwa puasa akan memberikan syafaat (pertolongan) kepada yang melakukannya dan menghindarkannya dari jilatan api neraka. Puasa dan Al-Quran akan memberi syafaat pada Hari Kiamat. Berkata Puasa,
“Ya Tuhan, Engkau larang hamba-Mu makan dan memuaskan syahwat pada siang hari, dan sekarang ia meminta syafaat padaku karena itu.” (HR Ahmad).
”Tidak berpuasa seorang manusia satu hari dalam jihad fi sabilillah kecuali dengan itu Allah menghindarkan dirinya dari neraka selama tujuh puluh tahun”. (HR al-Bukhari dan Muslim).
Ramadhan Yang Sia-Sia
Setelah puasa Ramadhan sekian hari lamanya, apa yang sudah kita dapatkan dari puasa kali ini? tentu jawabanya kembali pada bagaimana kita memahami puasa Ramadhan itu sendiri. Bila puasa dipahami hanya sekadar tidak makan dan minum serta tidak melakukan yang membatalkan puasa, tentu cuma itu pula yang akan didapat. Puasa memang merupakan ibadah dalam bentuk tidak mengkonsumsi makanan dan minuman serta tidak melakukan hal yang membatalkan puasa pada siang hari Ramadhan. Itu betul. Akan tetapi, Nabi sendiri menyatakan:
Bukanlah puasa dari sekadar menahan makan dan minum tapi puasa yang sesungguhnya adalah menahan dari laghwu dan rafats. (HR Ibn Khuzaimah).
Itu menunjukkan bahwa ada makna yang lebih dalam dari sekadar menahan lapar dan dahaga.
Selama puasa, kita dilarang makan dan minum serta berhubungan seksual dengan istri atau suami kita. Padahal, makanan dan minuman itu halal, serta suami atau istri pun juga halal. Ternyata, dengan tekad dan kemauan yang besar, kita bisa. Nah, bila untuk menjauhi yang halal saja bisa, mestinya dengan tekad yang sama, semua perkara yang haram, lebih bisa lagi kita ditinggalkan.
Puasa Ramadhan memang adalah bulan riyadhah (latihan) untuk meningkatkan kemauan untuk taat kepada aturan Allah. Bila berhasil, nanti di penghujung bulan Ramadhan kita benar-benar bisa disebut muttaqin (orang yang bertakwa), yakni orang yang mempunyai kemauan yang kuat untuk senantiasa melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Artinya, semestinya pada bulan lain setelah Ramadhan, kita menjadi lebih taat kepada syariat-Nya.
Mengapa kenyataannya tidak demikian? Tetap saja, kemaksiatan terjadi di mana-mana. Karena Indonesia mayoritas penduduknya Muslim, pelaku kejahatan juga tentu kebanyakan Muslim. Pelacuran dan perjudian marak di mana-mana; pornografi dan pornoaksi tetap saja terjadi; korupsi makin menjadi-jadi; dan sebagainya. Jika demikian, mana pengaruh puasa yang setiap tahun dilaksanakan?
Kita ternyata memang selama ini kurang peduli terhadap esensi ibadah. Shalat rajin, maksiat juga rajin. Haji ditunaikan, korupsi digalakkan. Bacaan al-Quran dilombakan, tetapi ajarannya dilecehkan. Seperti kata Nabi dalam sabdanya :
”Betapa banyak orang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan betapa banyak orang yang menghidupkan malam tidak mendapatkan apa-apa kecuali begadangnya saja”. (HR Ibnu Majah).
Memang, pengennya ketika Ramadhan, maksiat serta merta berhenti, atau malah lenyap sekalian. Tapi lain harapanya, lain pula dalam kenyataan. Di satu sisi, kita nggak menutup mata kalau memang ada perubahan yang berarti bagi sebagian dari kita. Tapi kita juga prihatin, sebab masih ada juga yang nggak kenal kata akhir dalam maksiat. Ramadhan dibabat juga. Orang model begini memang rada susah diajak untuk baik.
Ramadhan, bagi sebagian dari kaum muslimin yang masih getol maksiat, tidak membuat mereka berhenti dan meninggalkan kebiasaan buruk dan terkutuknya itu. Malah tetap maju terus pantang mundur. Mereka bisa berbuat begitu, selain karena kebodohannya, juga karena kemalasannya untuk mencari ilmu, yakni malas untuk mengetahui tentang ajaran Islam. Jadi ada kesan masa bodoh dengan ajaran Islam. Dengan demikian, orang model begini layak dicap sebagai orang yang tak mau tahu dengan ajaran Islam.
Begitu pula kita prihatin dengan kondisi pergaulan teman-teman remaja, baik di kota maupun di desa. Ternyata aktivitas maksiatnya tetep jalan meski sedang berpuasa. Seperti tentang pergualan laki-perempuan, sampai sekarang masih dijumpai remaja yang tak bisa lepas dari pacaran. Maka jangan kaget jika acara JJS (Jalan-Jalan Subuh) di bulan Ramadhan jadi ajang untuk PDKT dengan pasangannya. Hasilnya, mulut mereka memang puasa dari makan dan minum, tetapi beliau-beliau ini tidak puasa dari berbuat maksiat. STMJ, Shaum Terus, Maksiat Jalan! Walah kepriben bok yo waras sitik..?
Lewat tulisan ini bukannya sok suci, ingin mengingatkan yang masih doyan maksiat, tolong hentikan semua kegiatan tercela itu. Mari kita mengubah diri kita dengan Islam, dan tentunya tidak setengah-setengah, tetapi total dengan tuntunan Islam. Yang memang satu-satunya solusi untuk kemaslahatan manusia di muka bumi ini. Maka sungguh heran jika masih ada manusia yang tidak suka dengan Islam. Apalagi sampai membencinya. Kita tidak ingin menyaksikan ada umat Islam yang tidak kenal dengan ajaran agamanya sendiri. Mengerikan sekali kalau memang itu terjadi. Semoga segera sadar dari kekeliruannya
Demikian sekelumit unek-unek dari saya. Mohon maaf kalau ada kata yang tidak berkenan, dan.. selamat menunaikan ibadah puasa di tahun ini semoga amal ibadah kita di terima oleh ALLAH SWT.Amiin...